Gundah Di Musim Gadu
Air Asin Rusak 25 Hektar Padi
KALIANDA – Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Lampung Selatan terus berupaya memaksimalkan hasil pertanian padi para petani jelang memasuki musim rendeng. Saluran irigasi menjadi fokus persiapan utama jajarannya untuk menekan kendala yang dimungkinkan bisa menghambat aktifitas para petani. Plt Kepala DTPHP Lamsel Ir. Noviar Akmal menegaskan, saat ini pihaknya telah memikirkan proses tanam musim rendeng agar mendapatkan hasil yang maksimal. Hal itu dimaksudkan demi meningkatkan semangat petani kembali pasca kegundahan di musim kemarau lalu. “Kita harus memiliki pola pikir kedepan. Jangan terpuruk dengan keadaan yang sudah terjadi, khususnya bagi para kelompok tani yang hasil padinya kurang maksimal pada tanam musim gadu kemarin. Dengan begitu kita yakini mampu mengembalikan semangat mereka dalam beraktifitas,” ungkap Noviar dikantornya, Kamis (5/9) kemarin. Dia melanjutkan, instruksi untuk mengecek seluruh saluran air menjadi penekanannya kepada jajaran UPT Pertanian yang tersebar diseluruh kecamatan dalam persiapan musim tanam rendeng tahun ini. Dengan begitu, para petani tidak akan mengeluh kesusahan air di masa musim penghujan karena saluran irigasi yang rusak. “Sudah saya sampaikan pada saat rakor bulanan dengan jajaran UPT Pertanian tadi (kemarin’red). Jadi, kita tidak boleh terlambat untuk memikirkan hal yang bakal datang didepan kita. Saya minta ajak kelompok tani kerja bakti memperbaiki saluran irigasi mulai dari jaringan sekunder hingga tersiernya. Kalau ada yang tidak bisa dikerjakan dengan kerja bakti secara manual, kami akan berkoordinasi dengan jajaran Dinas PUPR Bidang Irigasi,” lanjutnya. Lebih jauh dia menjelaskan, dari data yang diterima dari seluruh UPT Pertanian pada musim tanam gadu saat ini tercatat sekitar 1.300 hektar lebih lahan padi terancam puso. Kondisi ini diakibatkan minimnya pasokan air yang menjadi kebutuhan pokok tamanan padi. Angka tersebut tergolong cukup rendah dari lahan tanam seluas 36.885 hektar di 17 kecamatan. “Terobosan kita saat ini tengah melakukan demplot varietas Inpari yang tahan dengan air payau. Kemarin Dirjend sudah datang melounching kegiatan Upsus ini di Palas,” terangnya. Berbagai langkah kongkret itu dilakukan demi meningkatkan hasil tanaman padi para petani. Bahkan, pihaknya juga terus mendorong para petani agar bersedia ikut progran asuransi usaha tani padi (AUTP) yang dianggap menjadi salah satu upaya mengurangi resiko kerugian. “Apa yang kita lakukan ini tidak lain agar para petani kita hidupnya sejahtera. Selain mempersiapkan perencanaan kedepan, langkah mengatasi kendala juga kami siapkan,” pungkasnya. Sementara, kabar buruk kembali menghinggapi petani di wilayah Palas. Pemakaian air asin di aliran Sungai Way Pisang memberikan dampak buruk pada tanaman padi di Desa Bandanhurip, Kecamatan Palas. Berdasarkan pantauan Radar Lamsem, penggunaan air asin yang dilakukan petani untuk menghindari kekeringan menyebabkan tanaman padi mengalami kerusakan, bahkan mati. Alim (50) salah satu petani setempat mengatakan, akibat menggunakan air Sungai Way Pisang yang telah terpapar air asin yang menyebabkan tanaman padi miliknya mengering. “Akibat penggunaan air asin ini, padi saya mulai mengalami kerusakan, daunnya sudah menguning karena air asin terlalu panas,” kata Alim kepada Radar Lamsel, Kamis (5/9). Hal senada juga diungkapkan oleh Aang (45), penggunaan air Sungai Way Pisang yang telah terpapar air asin terpaksa dilakukan petani karena diwilayah setempat belum memiliki sumur bor sebagai sumber pengairan alternatif. “Rata-rata petani pakai air asin karena engga ada sumber pengairan lain. Kerusakan ini umumnya terjadi pada tanaman padi tang baru berumur satu pekan,” ungkapnya. Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penyuluh Pertanian Kecamatan Palas, Agus Santosa menyebutkan, dampak keruksakan yang disebabkan penggunaan air asin ini juga terjadi di Desa Pulau tengah. “Yang sudah mengalami kerusakan telah terjadi di Desa Bandanhurip dan Pulau tengah. Hingga saat ini luas keruskan telah mencapai 25 hektar, rata-rata tanaman padi berusia di bawah satu bulan.” jelasnya. Lebih lanjut, Agus mengungkapkan, untuk menghindari kerusakan yang lebih parah petani diimbau untuk mengurangi mengairi tanaman padi menggunakan air Sungai Way Pisang. “Hingga saat ini belum ada solusi bagai mana menangani air asin ini. Agar tanaman padi tidak mati harapan kami penggunaan air asin ini bisa dikurangi oleh petani,” harapnya. Pada bagian lain, musim kemarau disiasati oleh petani asal Desa Banyumas, Kecamatan Candipuro. Disana, mereka memanfaatkan sumur bor yang dibuat perorangan. Petani asal Dusun Sindangayu, Romlan (71) mengatakan dirinya tidak ada pilihan lain, selain memanfaatkan sumur bor untuk mengatasi kekeringan. “ Beadanya sumur bor saya bisa mengatasi kekeringan guna mencegah gagal panen. Walau pasokan air tanah semakin berkurang setelah digunakan terus menerus,” ungkapnya, kemarin. Hal senada dikatakan petani lainnya bernama Yanto (53). Pemilik sawah 2.500 hektar itu menuturkan sumur bor digunakan bukan hanya saat musim gadu saja. Musim penghujanpun masih digunakan. Yanto menjelaskan, hasil produksi padi menurun pada saat musim kemarau menjadi hanya1,9 ton tidak seperti musim penghujan yang diyakini bisa mencapai 2,5 ton. “ Meski hasil menurun tapi harga gabah Kering meningkat. Jika musim penghujan harga gabah kering Rp.4700-4800 perkilogram, musim gadu ini meningkat menjadi Rp.5200-5300 perkilogram,” jelasnya. (idh/vid/CW2)Sumber: