Kemarau, Hasil Panen Padi Anjlok
KALIANDA - Petani padi di sejumlah desa di Kecamatan Ketapang mengeluh. Ini lantaran hasil panen pada musim gadu tahun ini menurun tajam. Bahkan tidak sedikit petani yang gagal panen karena kekeringan. Salah seorang petani di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang Gandung (47) mengaku, penurunan hasil panen padi pada musim Gadu ini disebabkan karena karena minimnya pasokan air akibat kemarau yang berkepanjangan sehingga banyak buliran padi yang hampa (kosong). \"Pada musim rendeng lalu, lahan seluas seprempat hektar bisa menghasilkan 40 karung padi, sekarang hanya dapat 11 karung,\" katanya, Rabu (18/9). Hal senada diungkapkan Efendi (45), petani di Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang. Akibat kemarau yang berkepanjangan, hasil panen anjok hingga 65 persen dibandingkan saat panen musim rendeng lalu. \"Panen lalu bisa menghasilkan 7 ton per hektar, sekarang hanya dapat 3,25 ton,\" katanya. Meski turun, ia mengaku beruntung masih bisa panen lantaran masih mendapat pasokan air dari sumur bor walau tersendat. “Anjloknya hasil panen karena kekurangan air. Beruntung masih bisa nyedot dari sumur bor walau tidak seberapa. Kalau gak dapat bantuan air bisa gagal panen,” tuturnya. Merosotnya produksi padi berdampak pada harga gabah kering panen bertahan tinggi. Berdasarkan keterangan dari pengepul padi di wilayah kecamatan Ketapang dan Sragi, Giono (50), gabah kering panen (GKP) jenis muncul (padi pendek) menembus Rp 4.400-4500/kg, sedangkan padi jenis ciherang dan IR 64 (padi panjang) harganya lebih tinggi mencapai Rp 5.000/kg. “Meski hasil panen pada musim gadu anjlok, nanun harga gabah terbilang tinggi. Bahkan untuk harga padi panjang kering giling mencapai Rp 5.500 -Rp 5.700/kg,” katanya. Ditempat terpisah, Tidak kunjung hujan 12 pekan terakhir ini dirasakan oleh petani Kecamatan Candipuro. Ratusan hektar tanaman padi di dua desa, Desa Sinar Pasemah dan Desa Beringin Kencana mengalami kekeringan berat dan berpotensi gagal panen. Rohmat (50) petani Desa sinar Pasemah mengatakan, Akibat tiada curah hujan karena musim kemarau, tanaman padi di areal sawah miliknya seluas 1,5 hektar mengalami kekeringan berat. “ Karena kemarau, pasokan air di sumur bor mengering. Jika kondisi ini berlangsung dalam satu bulan kedepan maka hampir bisa dipastikan saya gagal panen,” ungkapnya. Guna meminimalisir kemungkinan gagal panen “ Saya terpaksa kocek biaya mahal sampai 12 juta rupiah, untuk membuat sumur bor baru. Karena sumur bor miliknya airnya sudah mengering,” jelasnya diloaksi sawahnya, Rabu (18/9). Kondisi tanaman padi mengalami kekeringan berat bukan hanya dialami oleh petani Desa Sinar Pasemah. Namun dialami juga oleh Mbah Buang (55) petani Desa Beringin Kencana. Mbah Buang mengatakan, Waysekampung yang menjadi satu satunya sumber air saat kemarau melalui jaringan primer yang ada, kini kondisi airnya menyusut tida mampu lagi menjangkau areal sawahnya. “ Karena curah hujan tak kunjung juga, berdampak menyusutnya air yang ada di tanggul Waysekampung. Karena menyusut ya automatis tidak mampu lagi menjangkau areal sawah saya,” katanya. Selain itu sambung Mbah Buang lagi, dirinya terpaksa kocek ongkos lebih dalam lagi untuk biaya pengairan menggunakan sumur bor agar tanaman padi miliknya tidak kekeringan. “ Sudah 15 kali saya menyiram tanaman padi menggunakan sibel, walau biaya mahal paling tidak saya bisa antisipasi jagan sampai gagal panen,” tukasnya. Kepala UPTD PTPH Kecamatan Candipuro Legiem mengatakan, pihaknya menghimbau kepada petani melalui PPL desa untuk melakukan pompanisasi guna antisipasi tanaman padi dalam masa vegetatif tidak mengalami kekeringan. “ Kami sudah menghimbau kepada petani untuk berupaya melakukan pompanisasi dalam upaya penggulangan kekeringan lahan sawah,” paparnya. Namun, bila upaya itu tidak juga mampu menanggulangi dan petani mengalami gagal panen akibat kekeringan berat. Bagi petani yang mengikuti Asuransi Usaha Tani dan Pertanian (AUTP) akan didata, dengan mengisi Formulir dari pihak asuransi melalui PPL di desa. Bagi petani yang tidak ikut program AUTP tetap kami data untuk dilaporkan kepada Pemkab Lamsel. “ Untuk melakukan klime asuransi bila kerusakan tanaman padi sampai batas kerusakan 75 persen. Maka peraturan klime asuransi untuk satu hektar bidang lahan sawah akan mendapat ganti sebesar enam juta rupiah,” pungkasnya. Data yang dihimpun Radar Lamsel lahan pertanian produktif diwilayah Candipuro seluas 5155 hektar untuk tanaman padi dan untuk lahan kering 2268. (man/CW2)
Sumber: