Kejayaan Buah Naga Sragi Mulai Pudar

Kejayaan Buah Naga Sragi Mulai Pudar

Petani Buah Naga Masih Menunggu Solusi

SRAGI – Keberhasilan membudidayakan buah naga atau pitahaya sempat membuming dan membawa kesejahteraan bagi petani Desa Margajasa, Kecamatan Sragi pada awal tahun 2000-an.           Bahkan dari keberhasilan petani membudidayakan buah yang berasal dataran Amerika Latin ini, menjadikan buah naga sebagai icon Kecamatan Sragi.           Namun seiring berjalannya waktu kejayaan, budidaya buah naga ini kian memudar. Bahkan puluhan hektar kebun buah naga kini dibabat habis dan dialihkan mejadi kebun jagung, karena tidak mampu berproduksi lagi.           Ketua Kelompok Petani Naga Sari, Kecamatan Sragi Rudi Setiawan meceritakan, di awal tahun 2000-an budidaya buah naga sempat menjadi agrobisnis yang menjanjikan bagi petani kerena mendatangkan keuntungan yang cukup besar.           Berkat keberhasilan petani dalam membudayaka buah naga ini menjadikan desa menjadikan Kecamatan Sragi dijadikan sebagai wilayah percontohan budidaya buah naga dari berbagai provinsi yang ada di Sumatera.           “Pertamakali dikembangkan tahun 2000, mulai berjaya tahun 2010 sampai 2015. Dari kejayaan ini menjadikan Desa Margajasa, dijadikan sebagai wilayah percontohan baik dari instansi pemerintahan maupun perguruan tinggi untuk mengambil studi,” ujar Rudi kepada Radar Lamsel, Selasa (22/10).           Pada saat itu, di Kecamatan Sragi memiliki lahan perkebunan buah naga seluas 35 hektar yang dikelola oleh 27 petani Kelompok Naga Sari. Pemasarannya buah naga ini juga telah menembus pasar luar daerah, yaitu Bangka Belitung, Jambi, Palembang, dan Jakarta.           “Setiap satu hektar bisa menghasilkan 7-8 ton, dan kualitasnya sudah mendapat predikat prima 2, rendah residu kimia. Buah naga yang dihasilkan petani bisa menembus swalayan kota besar yang ada di Sumatera denga harga Rp 10.000 – 40.000,” papar Rudi.           Namun, lanjut Rudi, kejayaan  itu hanya mampu bertahan selama lima tahun, satu persatu petani mulai meninggalkan bisnis budidaya buah kaya khasiat tersebut. Bahkan hingga saat ini diwilayah Sragi hanya tersisa lima hektar kebun buah naga, itu pun sudah tidak produktif.           Budidaya buah naga yang sudah ditinggalkan petani ini bukan disebabkan persoalan harga yang merosot. Namun lantaran serangan penyakit jamur yang hingga saat ini belum mampu ditangani oleh petani.           “Penyakit jamur ini mulai mewabah tahun 2015 menyebabkan pohon buah naga busuk dan tidak berbuah. Sekarang tinggal lima hektar lagi, yang lainnya sudah dibabat menjadi kebun jagung,” terangnya.           Serangan penyakit ini, bukan tak pernah mendapat penangan dari pemerintah. Bahkan, lanjut Rudi, pihak Kementerian Pertanian pun sempat menangani langsung penyakit jamur yang menyerang buah naga tersebut.           “Sudah ada penanganan baik dari kabupaten hingga provinsi, bahkan sampel batang juga sudah diambil. Tapi belum ada solusi untuk menyebuhkan penyakit jamur ini,” ucapnya.           Hingga saat ini, sambung Rudi, pihaknya masih menunggu solusi dari pemerintah untuk menangani serangan penyakit jamur tersebut. Apalagi saat petani yang ada dibawah naungan Kelompok Naga Sari itu masih memiliki keinginan besar untuk mengembangkan budidaya buah naga.           “Petani masih menaruh harapan besar kepada pemerintah untuk mencarikan solusinya sehingga kejayaan buah naga di Kecamatan Sragi bisa dikembangkan lagi,” harapnya. (vid)

Sumber: