Status Balita Stunting di Pesawaran Menurun
Reporter:
Redaksi|
Editor:
Redaksi|
Jumat 01-11-2019,10:19 WIB
GEDONGTATAAN - Prevalensi status gizi balita stunting di Kabupaten Pesawaran berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan sebesar 23,31% selama periode 5 tahun terakhir. Dimana jika pada 2013 sebesar dari 50,8%, kini menjadi 27,49% di tahun 2018.
Bupati Pesawaran, Dendi Ramadhona dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Pemkab Pesawaran, Munzir Zen menyampaikan bahwa, pada tahun 2020 mendatang, Kabupaten Pesawaran akan menjadi lokasi fokus Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Provinsi Lampung. Mengingat, saat ini Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu daerah dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi.
Namun meskipun demikian, menurutnya pencegahan stunting terlalu kompleks untuk diselesaikan satu sektor atau institusi. Penanganan stunting perlu koordinasi antar sektor dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Pemerintah Daerah, dunia usaha, masyarakat umum, dan lainnya dan diperlukan kerja bersama untuk hasil yg berkesinambungan.
\"Untuk itu, dengan adanya rapat koordinasi ini diharapkan percepatan pencegahan dan penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Pesawaran Tahun 2019 dapat segera dilaksanakan,\" ujar Munzir pada kegiatan yang dilaksanakan di aula Pemda setempat, Kamis (31/10).
Keberhasilan upaya dalam menurunkan angka prevelansi stunting di Indonesia, lanjutnya, ditargetkan semaksimal mungkin dalam rangka menyiapkan generasi produktif yang berkompeten untuk menyambut Bonus Demografi 2030 kelak.
\"Kami berharap kepada para pimpinan di Kabupaten Pesawaran dan juga semua elemen masyarakat, ayo bersama-sama bisa menurunkan angka sampai di bawah 20% seperti bagaimana standar yang ditetapkan oleh WHO Sehinga dapat Mewujudkan Cita-Cita Luhur, Mewujudkan Kabupaten Pesawaran Yang Maju, Makmur Dan Sejahtera,\" ucapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pesawaran, Febrizal Levi Sukmana melalui Kepala Bidang Perencanaan Sosial, Budaya dan Pemerintahan Nurlely menjelaskan bahwa Stunting sendiri merupakan gangguan pertumbuhan kronis pada anak balita (bawah lima tahun) akibat kekurangan asupan nutrisi atau malnutrisi dalam waktu cukup lama. Penyebabnya adalah makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai usia si anak. Meski baru dikenali setelah usia 1-3 tahun, ternyata stunting bisa berlangsung sejak anak masih berada dalam kandungan.
Salah satu dampak stunting yang bisa dilihat, terangnya, adalah tinggi dan berat badan anak jauh di bawah rata-rata anak seusianya. Selain itu, dikatakanya stunting juga bisa membuat anak mudah sakit, punya postur tubuh kecil ketika dewasa, dan menyebabkan kematian pada usia dini. \"Stunting juga bisa memengaruhi kecerdasan anak. Anak kemungkinan akan sulit belajar dan menyerap informasi, baik secara akademik maupun non akademik, karena kekurangan nutrisi sejak dini,\" terangnya.
Bahkan menurutnya Stunting dapat membuat menurunnya produktivitas kemampuan bersaing sehingga menurunkan pendapatan.
\"Ini terbukti dari studi menunjukkan bahwa stunting menurunkan penghasilan saat dewasa sebesar 20 persen. Stunting juga selain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi,\" ucapnya.
Sedangkan untuk penyebab Stunting tambahnya, akibat adanya praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Kemudian masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
\"Juga masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi,\" ujarnya.
Beberapa penyebab seperti yang telah dijelaskan tersebut, lanjutnya, telah berkontibusi pada masih tingginya pervalensi stunting di kabupaten Pesawaran dan oleh karenanya diperlukan rencana intervensi yang komprehensif untuk dapat mengurangi pervalensi stunting di Kabupaten Pesawaran. Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.
\"Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesifik. Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita dan Intervensi ini yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek, intervensi ini hanya berkontribusi sebesar 30% untuk penurunan stunting,\" imbuhnya.
Sementara kontribusi 70% lainnya berupa intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sektor di luar sektor kesehatan, seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya.
\"Sasaran dari intervensi gizi spesifik adaah masyarakat umum, tidak khusus untuk sasaran 1.000 Hari Pertama Kehidupan,\" pungkasnya. (Adv)
Sumber: