Belang PT. Cinta Food Terkuak

Belang PT. Cinta Food Terkuak

Komisi III: Setop Pembangunan!

KALIANDA – Berbagai fakta bermunculan pasca penolakan ihwal rencana pembangunan gudang pabrik snack yang berada di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar. Dugaan sementara, PT. Cinta Food yang merupakan anak perusahaan dari PT. Sukses Jaya Perkasa menjadi dalang dibalik kegaduhan tersebut.           Ironisnya, perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 90-an itu belum melengkapi IMB pada salah satu bangunan yang ada di lingkungan perusahaan tersebut. Surat peringatan kedua juga siap dilayangkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Lamsel kepada pihak perusahaan.           Informasi ini disampaikan Kepala DPMPTSP Lamsel Martoni Sani didampingi Kepala Bidang Pengawasan Rio Gismara dikantornya, Rabu (13/11) kemarin. Menurutnya, persoalan yang timbul belakangan ini belum menjadi kewenangan dari DPMPPTSP. Karena, dalam hal penimbunan lahan persawahan berada di Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP). “Tapi, berdasarkan hasil monitoring kami bulan lalu ada pelanggaran soal IMB perusahaan itu. Surat teguran kedua juga siap kami layangkan karena teguran pertama tidak diindahkan,” ungkap Rio diruang kerjanya. Dia membeberkan, DPMPPTSP sebenarnya sejak jauh hari telah mempertanyakan kepada perusahaan yang memproduksi makanan ringan soal timbunan areal persawahan yang berada tepat di belakang perusahaan. Namun, managemen perusahaan mengaku hanya untuk akses pribadi keluar masuk kendaraan besar menuju jalan nasional. “Kami juga curiga lahan itu akan digunakan sebagai lokasi parkir perusahaan. Jika seperti itu, semestinya pihak perusahaan juga harus melengkapi dokumen perizinannya karena alih fungsi lahan pertanian. Tetapi, untuk membuat IMB lahan baru harus ada rekomendasi dari dinas terkait,” jelasnya. Lebih lanjut dia mengatakan, jika dokumen perizinan PT. Cinta Food yang berupa bangunan dalam satu titik di sekitar lokasi itu telah lengkap dan sesuai prosedur. “IMB nya ada sekitar 1 hektare luasan bangunannya di perusahaan itu. Ini dari hasil monitoring kita bulan lalu,” tutupnya. Terpisah, Plt Kepala DTPHP Lamsel Ir. Noviar Akmal menegaskan, lokasi timbunan areal persawahan itu merupakan sawah produktif. Bahkan, disekitarnya terdapat saluran tersier yang mengalir air dari Sungai Way Negara Ratu. “Pengawas bangunan sewaktu ditanya oleh petugas pertanian apakah mempunyai izin, yang bersangkutan mengatakan bahwa punya izin. Tetapi, mereka tidak bisa memperlihatkannya kepada petugas kami dilapangan,” tegas Noviar. Mantan Kepala BP4K Lamsel ini memastikan, pihaknya akan menaati aturan daerah dan tidak merekomendasi berkenaan dengan hal tersebut. “Sesuai aturan yaitu perda yang harus dipatuhi. Kita akan lihat dulu perizinan yang sah dari perusahan tersebut,” pungkasnya. Sementara Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lampung Selatan Feri bastian mengatakan dari sisi lingkungan hidup harus ada semacam kajian Amdal dan itu tertuang dalam dampak cemaran. “Nanti kita lihat dari mana bahan material dan dampak yang terjadi akibat penimbunan tersebut. Dan itu dilegalkan oleh DLHD, karena ini tidak berizin harus ditutup sementara sambil menunggu izin izinnya lengkap,” ungkapnya. Dikatakan jika perusahaan hendak membangun lahan persawahan seyogyanya mesti melalui aturan alih fungsi lahan. Feri juga menjelaskan setiap pembangunan semestinya sesuai dengan RTRW. “ Acuannya sebelum melakukan pembangunan adalah penataan ruang. Kalau tidak sesuai dengan RTRW maka tidak diperkenankan melaksanakan pembangunan karena itu menyalahi aturan tataruang,” sebut dia. Pemkab Lampung Selatan memastikan wacana pembangunan pabrik atau gudang makanan ringan (snack’red) di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar sarat pelanggaran. Selain mengangkangi zona Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), perusahaan tersebut juga tak mengindahkan peraturan daerah (perda) tentang alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Khagom Mufakat ini. Kepala BAPPEDA Lamsel Wahidin Amin menegaskan, berdasarkan perda nomor 15 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Lamsel, wilayah Kecamatan Natar tidak diperuntukan sebagai kawasan industri. Namun, bagi perusahaan industri yang telah berdiri sebelum RTRW ditelurkan tidak dipermasalahkan dengan catatan tidak melakukan pengembangan dalam kegiatannya. “Untuk kawasan industri sendiri telah ditetapkan di Kecamatan Tanjungbintang, Katibung dan Ketapang. Tiga kecamatan ini yang diizinkan oleh perda RTRW,” ungkap Wahidin kepada Radar Lamsel di Sekretariat DPRD Lamsel.           Komisi III DPRD Lampung Selatan merekomendasikan agar aktivitas Penimbunan lahan pertanian di Desa Tanjung Sari Kecamatan Natar dihentikan sementara. Hal itu karena pihak perusahaan dinilai belum melengkapi perizinan. Lahan seluas 5 hektar tersebut diduga akan dijadikan pabrik makanan ringan oleh PT Cinta Food.                 Anggota Komisi III DPRD Lamsel Mohammad Akyas mengatakan Berdasarkan  perda nomor15 tahun 2012 tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kahupaten Lamsel menyebutkan bahwa wilayah Kecamatan Natar tidak diperuntukan sebagai kawasan industri. \"Sesuai perda itu yang ditetapkan sebagai kawasan industri adalah Kecamatan Tanjung Bintang, Katibung dan Ketapang. Jadi jika ada industri di Kecamatan Natar maka sudah menyalahi RTRW itu,\" katanya kepada Radar Lamsel, Rabu (13/11).           Ia berharap, Pemkab Lamsel harus bertindak tegas terkait aktifitas penimbunan lahan pertanian itu, sebab dampaknya sangat merugikan masyarakat apalagi yang masih konsisten bertani. \"Lahan ini kan termasuk daerah yang dialiri irigasi, seharusnya tidak segampang itu dapat izin mendirikan bangunan,\" ucap dia.           Dengan alasan beberapa pertimbangan itu, Pihaknya merekomendasikan dan meminta kepada Pemkab Lamsel agar memberhentikan aktifitas penimbunan yang dilakukan perusahaan itu. \"Kami sudah sepakat agar aktifitas penimbunan dihentikan dulu,\" tuturnya.           Sementara itu Ketua Komisi III DPRD Lampung Selatan Sulastiono mengatakan penghentian kegiatan itu atas dasar tidak adanya surat Izin dari dinas terkait. “Bahkan kami tidak mendapat kejelasan akan digunakan untuk apa lahan pertanian yang ditimbun ini,” Kata dia.           Ia menilai ada kesewenangan dari pihak pengusaha yang ingin mendirikan bangunan, meski begitu pihaknya tidak mempermasalahkan usaha apa yang akan didirikan tetapi lebih memperhatikan dampak yang ditimbulkan. \"Apalagi ini diduga menutup jalur irigasi, kemudian dinilai warga akan menyebabkan banjir,\" ucapnya.           Disisi lain, Anggota DPR Provinsi Lampung Wahrul Fauzi Silalahi mendukung langkah Komisi III DPRD Lamsel itu, bahkan dirinya juga akan berjuang melalui DPRD Lampung jika pihak perusahaan tetap melakukan aktifitasnya. \"Kalau pemkab lamsel tidak melakukan rekomendasi dewan tersebut maka saya akan berusaha melalui Pemprov Lampung,\" tegasnya. (idh/kms/ver)

Sumber: