Agustinus Oloan: Pilih Kualitas atau Kuantitas

Agustinus Oloan: Pilih Kualitas atau Kuantitas

Pambahasan Anggaran DPUPR di Komisi III

KALIANDA – Pembahasan anggaran belanja untuk Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan selesai dikupas di tingkat Komisi III DPRD Lampung Selatan, Selasa (18/10). Plt. Kepala DPUPR Lamsel Agustinus Oloan Sitanggang menegaskan banyak sekali masukan yang perlu direalisasikan bersama dalam pembahasan tersebut. Akan tetapi perlu diketahui kata dia beberapa faktor juga mempengaruhi situasi yang dialami saat ini. “ Faktor e-planning, di perubahan e-planning belum dipakai. Namun beberapa masukan bisa kami upayakan tapi saya tak janjikan itu bisa terwujud,” ujar Oloan saat pembahasan ihwal infrastruktur yang tidak tersentuh perbaikan. Kendala lainnya sambung Oloan, ketika menyusun RPJMD 2016 – 2021, kala itu Lamsel masih berada dalam masa keemasan alias masa kejayaan, sebab gelontoran dana meningkat drastis. Tren tersebut lanjutnya mendongkrak signifikan, namun realitanya semua target itu banyak yang gagal. “ Faktanya ya banyak yang gagal perencanaan. Kami mencoba komunikasi dengan Bappeda ternyata sampai sekarang sedemikian rupa. Kami tentu menolak ketika ada tudingan yang seolah menyudutkan kami (PUPR) sebab disana juga ada tanggungjawab pengawasan,” ujarnya. Masih kata Oloan, menyikapi keluhan kualitas jalan yang tak sebanding dengan ekspektasi rakyat. Tentu dilema ini menjadi beban, satu sisi ada kecemburuan sosial OPD lain disisi lain terdapat bebab kerja yang berlipat di DPUPR. “ Pilihannya ada dua. Tapi kita sepakat dulu, kalau mau kualitas bagus mari sepakat dan kompak artinya kuantitas berkurang. Tetapi kalau tujuannya kuantitas tentulah kualitas yang dikorbankan,” ucapnya menanggapi pertanyaan ihwal keluhan kualitas jalan yang sudah digelar pengerjaannya. Kendati tampak alot, namun Komisi III akhirnya menuntaskan pembahasan tersebut. Beberapa legislator kawakan seperti Sulastiono, Waris Basuki, Mohamad Akyas, Lukman, Jenggis Khan silih berganti melontarkan pertanyaan. Begitu juga dengan lagislator pendatang baru seperit Hierarki Revolusi, Farizal Purba, Syaiful Azzumar dkk juga terlibat disukusi alot dalam forum pembahasan tersebut. Sementara ketimpangan anggaran belanja langsung dan tidak langsung RAPBD Lampung Selatan Tahun 2020, menjadi pertanyaan kalangan akademisi. Dalih perubahan sistem administrasi anggaran serta alokasi untuk Pilkada oleh jajaran pemerintah dirasa tak signifikan dari selisih angka yang dinilai cukup besar. Menurut Dosen STIE Muhammadiyah Kalianda Zulfahmi Sengaji, semestinya pemerintah bisa lebih berpihak kepada rakyat dengan memprioritaskan belanja langsung yang lebih besar. Bahkan, jika memungkinkan perbandingannya di angka 3 : 1. “Kalau selisihnya sampai ratusan Miliar tentu saja patut di pertanyakan. Apalagi untuk keperluan Pilkada kan sudah ada pos anggarannya. Semestinya, bisa direncanakan sejak jauh-jauh hari agar tidak terjadi selisih anggaran yang cukup besar,” ungkap Zulfahmi kepada Radar Lamsel, Selasa (19/11) kemarin. Dia menambahkan, porsi belanja tidak langsung yang didalamnya meliputi anggaran gaji pegawai dianggap cukup besar. Terlebih, dalam pengadaan barang jasa yang dinilai riskan dengan kecurangan dan praktek mark-up. “Memang betul ada anggaran yang diporsikan untuk peningkatan gaji pegawai. Notabenenya mereka memang warga masyarakat yang juga perlu disejahterakan. Tetapi, alangkah lebih baiknya jika dialokasikan untuk belanja langsung yang bisa dirasakan oleh masyarakt secara luas. Seperti pembangunan jembatan dan jalan atau lainnya,” imbuhnya. Lebih lanjut dia mengatakan, pengawasan dari jajaran legislatif sebagai wakil rakyat serta masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam hal ini sangat perlu. Agar, anggaran daerah benar-benar digunakan untuk kepentingan berskala prioritas. “Kita wajib mengawasi dan mempertanyakannya. Karena, anggaran daerah merupakan uang milik masyarakat yang harus dikembalikan untuk kepentingan masyarakat secara luas,” tukasnya. Persoalan ini juga mendapat tanggapan serius dari anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Lamsel Dwi Riyanto. Dia menegaskan, dalam postur RAPBD idealnya belanja langsung bisa lebih besar ketimbang belanja tidak langsung. “Karena, dari dua hal ini (belanja langsung dan tidak langsung’red) tercermin anggaran lebih banyak dirasakan oleh masyarakat atau tidak. Dari situ saja kita bisa lihat. Maka, saat ini DPRD di tingkat komisi tengah melakukan pembahasan anggaran,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Pemkab Lampung Selatan buka suara terkait postur RAPBD tahun 2020 yang dinilai belum ideal oleh sejumlah jajaran Fraksi DPRD Lamsel. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berdalih adanya perubahan sistem administrasi dalam pengalokasian anggaran pada tahun ini. Selain itu, agenda Pilkada Serentak 2020 menjadi salah satu hal yang mempengaruhi porsi anggaran. Sehingga, belanja tidak langsung lebih besar ketimbang belanja langsung pada RAPBD 2020. Hal ini dikatakan Staf Ahli Bupati Lamsel Bidang Keuangan Akar Wibowo, SH, Senin (18/11) kemarin. Anggota TAPD Lamsel ini tidak menampik soal besaran belanja tidak langsung yang alokasinya melebihi belanja langsung. \"Perlu diketahui, sistem nya tahun ini berbeda dalam hal administrasi anggaran. Ditambah lagi, kita juga menganggarkan untuk Pilkada Serentak 2020. Ini salah satu contoh kenapa ada ketimpangan antara belanja langsung dan tidak langsung,\" ungkap Akar melalui sambungan telepon. Diketahui, ketimpangan dapat dilihat dari besarnya belanja tidak langsung Rp 1.424.495.976.185,40 dari pada belanja langsung Rp 1.040.944.111.664,60. Belum lagi, komponen belanja modal di dalam belanja langsung Rp 416.425.713.742, lebih kecil dibanding belanja barang dan jasa sebesar Rp. 487.329.673.795. (idh)

Sumber: