Punya Rumah Bagus kok Dapat PKH – BPNT?

Punya Rumah Bagus kok Dapat PKH – BPNT?

JATI AGUNG – Sejumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Jatiagung jadi sorotan. Musababnya, sejumlah penerima PKH dan BPNT di Desa Purwotani memiliki rumah bagus lengkap dengan ruangan menyerupai ruko juga garasi. Rumornya, penerima bantuan pusat itu enggan graduasi dari PKH – BPNT,  jika pendamping PKH tak mau disebut asal mendata.           Hunian mereka (Penerima) yang masuk kategori laik itu distempel bertuliskan ‘keluarga miskin’ didinding di muka rumah, beberapa kalangan menilai rumah tersebut tidaklah laik menjadi pelanggan bantuan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia.           Kapolsek Jati Agung Iptu A. Mayer Siregar menilai ada banyak kesalahan data penerima PKH dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di desa-desa. \"Saya minta babinkhamtibmas koordinasi dengan pendamping PKH, kenapa bisa terjadi begitu. Bahkan ada rumah yang miris kondisinya malah tidak dapat bantuan,\" ungkapnya, Senin (2/12).           Sementara, Kades Purwotani Sutrisno mengaku pihaknya sudah berkali-kali meminta agar penerima bantuan dari pemerintah baik itu PKH maupun BPNT agar berkoordinasi dengan pihaknya terkhusus Ketua RT dan Kepala Dusun. \"Memang catatan saya ada warga yang layak dapat bantuan sementara yang secara kasat mata miskin malah tidak dapat,\" tuturnya.           Ia menambahkan, bantuan salah sasaran itu tidak akan terjadi jika ada koodinasi yang baik, apalagi saat ini koordinasi tidak perlu bertemu. \"Yang menjadi perhatian kami adalah banyak warga yang memang kurang mampu malah tidak dapat, jadinya kami yang menjadi tempat mengeluh dan mengadu,\" terangnya. Disisi lain, Kepala Dinsos Lampung Selatan Dul Kahar mengatakan persoalan kelaikan menerima bantuan memang kerap terjadi, namun ia hanya berpesan kepada warga jika merasa sudah mampu dan tidak berhak, lalu sadar itulah masyarakat yang baik. \"Itu jujur, saya acungkan jempol. Jangan hanya nunggu pendataan ulang baru sadar,” ungkapnya kepada Radar Lamsel.           Menurut dia, KPM pada PKH bisa saja dikeluarkan dari penerima bantuan program. Karena syarat mendapatkan bantuan PKH memiliki ibu hamil/nifas/anak balita, memiliki anak usia lima sampai tujuh tahun yang belum masuk pendidikan dasar (anak pra sekolah), anak usia SD/MI/Paket A/SDLB (usia 7-12 tahun), anak usia SLTP/MTs/Paket B/SMLB (usia 12-15), anak usia 15-18 tahun, yang belum menyelesaikan pendidikan dasar, termasuk anak dengan disabilitas.           Bila KPM tidak lagi memenuhi kriteria sebagai penerima dana PKH, maka ia bisa dicoret atau dikeluarkan (non eligible). “Pendamping akan melaporkan kalau KPM tidak layak lagi menerima bantuan program,\" tuturnya.           Ihwal ada keluarga tidak layak menerima bantuan PKH, sedangkan yang lebih laik justru luput dari pendataan? Mantan Camat Natar ini menjelaskan, mereka yang tidak laik bisa diusulkan agar dikeluarkan dari daftar nama penerima bantuan.           \"Mereka yang laik menerima bantuan juga bisa diusulkan. Mereka diusulkan melalui sistem layanan dan rujukan terpadu (SLRT). “Ada SLRT,” tambahnya.           Pada bagian lain, Pemerintah Desa Pasuruan Kecamatan Panengahan membuat terobosan baru dalam menandai rumah warganya yang mendapat bantuan dari pemerintah pusat. Aparatur desa setempat melabeli rumah si penerima dengan tulisan ‘keluarga pra sejahtera penerima PKH-BPNT’.           Langkah yang dilakukan Pemerintah Desa Pasuruan ini sebagai bentuk kampanye untuk menyadarkan masyarakat. Sebab, banyak masyarakat yang tergolong mampu namun masih percaya diri menerima bantuan untuk masyarakat miskin. Ada 77 rumah milik keluarga penerima manfaat (KPM) yang diberi label itu. Tentu label tersebut tak menyalahi aturan karena sesuai dengan arahan Dinas Sosial Kabupaten Lampung Selatan. Dinas yang menangani masalah kesenjangan sosial ini memang menekankan pemberian label atau tanda di rumah warga yang menerima bantuan KPH dan BPNT.           Kepala Desa Pasuruan, Sumali, mengatakan pemberian label itu dilakukan atas inisiatif aparatur desanya. Semua pembiayaan juga ditanggung oleh desa. Ketika melabeli 77 rumah warga yang tersebar di 4 dusun itu, aparatur desa dibantu anggota Polsek dan Koramil Penengahan.           “Sementara itu dulu. Kalau ada tambahan, kami bakal memberi label lagi di rumah warga yang mendapat bantuan itu,” kata Sumali kepada Radar Lamsel, Senin (2/12/2019). Kepala Dinas Sosial Kabupaten Lampung Selatan, Dul Kahar, A.P.M.Si mengamini jika labelisasi rumah warga di Desa Pasuruan merupakan tindaklanjut dari surat edaran yang disebar ke desa-desa. Tetapi, kata Dul Kahar, sampai saat ini masih banyak desa yang belum melaksanakan. “Tentu kami sangat mendukung langkah-langkah seperti itu. Dan harapannya bisa dilakukan oleh semua desa sebagai salah satu solusi untuk gradasi mandiri,” katanya. Meski begitu, mantan Camat Palas ini tak bisa berharap terlalu banyak mengenai target labelisasi di rumah warga desa. Sebab, Dinas Sosial tidak memiliki anggaran khusus yang diberikan kepada pemerintah desa. “Itu masalahnya. Kita tidak memiliki anggaran buat itu (label). Jadi kita harapkan dari desa atau pihak-pihak lain yang tidak mengikat,” katanya.  (kms/rnd)

Sumber: