Penampung Mata Air Belum Selesai jadi Alasan

Penampung Mata Air Belum Selesai jadi Alasan

KALIANDA – Aksi protes warga akibat pembangunan penampung mata air di Desa Tengkujuh mendapat tanggapan dari Pemerintah Kecamatan Kalianda. Pihaknya, mengaku telah memanggil aparat desa terkait untuk mengklarifikasi persoalan tersebut, Senin (2/3) kemarin. Pembangunan penampungan mata air yang masih dalam tahapan penyelesaian akhir menjadi dalih. Sehingga, sebagian besar air dialirkan ke areal persawahan yang saat ini tengah mulai memasuki musim tanam. “Sudah kami panggil kepala desa (kades) yang bersangkutan. Setelah kami konfirmasi, masalahnya penampungan mata air yang dibangun belum selesai 100 persen. Tapi warga ingin buru-buru dipergunakan. Sehingga, resikonya air kecil dan keruh,” kata Camat Kalianda Zaidan, SE meneruskan hasil klarifikasi dari Kades Tengkujuh Bustami, kemarin. Dia menambahkan, pembangunan penampungan mata air itu menjadi permintaan warga setempat. Bahkan, dia mengaku juga berdasarkan hasil musyawarah desa untuk membanguan bak penampungan air dilokasi yang memang menjadi sumber mata air warga sejak dulu. “Kalau kata kades, bak penampungan air itu dibangun karena permintaan masyarakat. Apalagi, lokasinya juga berada di tempat yang selama ini menjadi sumber air mereka. Tentu saja hal biasa, jika dalam suatu pembangunan ada pro kontra. Tapi, kami sudah meminta untuk segera menyelesaikannya,” imbuhnya. Dia berharap, pihak desa segera merampungkan proses pembangunan yang bersumber dari anggaran desa tahun 2019 itu. Sehingga, bisa segera melaporkan hasil realisasi pembangunan sebagai dasar pengajuan DD di tahun 2020 ini. “Kami sudah minta cepat diselesaikan dalam waktu dekat. Supaya persoalan ini tidak menjadi berlarut-larut. Apalagi, sekarang sudah memasuki periode tahun anggaran baru,” pungkasnya. Sebelumnya diberitakan, bangunan penampung mata air milik Desa Tengkujuh, Kecamatan Kalianda, diprotes warga. Sebab, keberadaan infrastruktur penyokong sumber daya alam ini dianggap justru menyebabkan warga keterbatasan air. Pada Jumat (28/2/2020) lalu, warga dari Desa Tengkujuh, dan Desa Pauh Tanjung Iman melakukan aksi protes di lokasi bangunan penampung mata air itu. Warga dari dua desa menduga bangunan itu menyebabkan air yang mengalir di wilayah mereka menjadi keruh. Tak hanya itu saja, dampak bangunan itu juga meluas. Sawah milik warga di sekitar bangunan itu sudah lama kering karena air sulit mengalir. Padahal sebelum bangunan itu ada, air yang mengaliri sawah warga lancar-lancar saja. Beberapa hal inilah yang membuat warga melakukan aksi protes. Banyak pihak menduga pembangunan penangkap air itu tak melibatkan masyarakat. Baik dari Desa Tengkujuh, maupun Desa Pauh Tanjung Iman. Karena hal ini, masyarakat meminta penjelasan kepada Pemerintah Desa Tengkujuh selaku pihak yang menggagas pembangunan itu. “Kami ingin tahu saja, supaya jelas. Karena selama ini banyak warga yang mengeluh. Kalau dulu airnya lancar, tapi pas ada pembangunan itu ada kendala,” kata salah satu warga kepada Radar Lamsel, Jumat (28/2/2020). Radar Lamsel menerima fotokopi yang memuat laporan rencana anggaran biaya (RAB) penangkap air yang dibangun pada 2019 itu. Pembangunan/rehabilitasi peningkatan sumber air bersih milik desa (mata air/tandong penampungan air hujan/sumur bor dan lain-lain) menelan biaya sebesar Rp479.045.500.00.- Namun RAB tersebut tidak mencantumkan berapa jumlah penangkap air yang dibangun. Jika melihat ke lapangan, hanya ada 3 bangunan penangkap air. Pertama volume bangunan mencapai 23 meter menelan anggaran sebesar Rp47.369.500,-. Bangunan selanjutnya memiliki volume 32 meter persegi. Penangkap mata air yang dibangun di dusun 2 ini menelan anggaran sebesar Rp42.282.900,-. Terakhir pembangunan bak bagi 5 unit dengan volume 140 meter persegi. Bangunan yang berlokasi di dusun 1, 2, 3, dan 4 ini menelan anggaran sebesar Rp190.254.250,-. Jika dijumlahkan, maka total biaya dari 3 bangunan itu sebesar Rp279.906.650. Nominal ini masih kurang dari separuh anggaran yang ada di RAB. Jika anggaran di dalam RAB Rp479.045.500.00.-. kemudian biaya yang di lapangan hanya Rp279.906.650.- kemana sisa duit Rp199.138.850.- yang ada dalam RAB itu. Biaya pembangunan penangkap air yang ada di dalam RAB itu juga mendapat sorotan warga. Jika yang dibangun ada di dusun 1, 2, 3, dan 4. Mengapa hanya ada 3 bangunan penangkap air. Selain itu, warga juga menduga ada yang salah dengan volume bangunan penangkap air itu. “Ukuran baknya paling 2 atau 3 meter. Tapi, kok volumenya besar sekali ya. Saya juga dapat informasi kalau TPK (tim pengelola kegiatan) tidak dilibatkan. Jadi pembangunannya borongan, yang mengerjakannya aparat desa semua,” katanya. Radar Lamsel menghubungi Kepala Desa Tengkujuh, Bustami, untuk menanyakan anggaran pembangunan penangkap air itu. Namun yang bersangkutan tidak menggubris pertanyaan yang diajukan dalam pesan WhatsApp. Meski dibaca, Bustami tak menjawabnya. Minggu (1/3/3030), Radar Lamsel kembali mengonfirmasi Bustami. Namun kali ini telepon genggamnya dalam keadaan tidak aktif. (idh)

Sumber: