Usaha Ayam Potong Lesu, Pedagang Menjerit
SIDOMULYO - Lesunya transaksi jual beli di masa pandemi Covid-19 saat ini, berpengaruh menurunnya omset penjualan hampir disemua sektor usaha akibat rendahnya daya beli masyarakat. Bahkan, tidak sedikit pelaku usaha yang terpaksa memutar otak dengan beralih profesi usaha, guna mencari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluaraganya, ditengah ketidak pastian kapan berakhirnya masa pandemi virus berbahaya tersebut. Seperti halnya yang diutarakan oleh seorang pedagang ayam di Desa Sidowaluyo, Kecamatan Sidomulyo, Yuni (28) mengatakan, semenjak adanya pembatasan kegiatan warga di tengah pandemi Covid-19, dirinya terpaksa membatasi serapan ayam jenis broiler (paren\'red) dari pihak suplier. \" Biasanya, serapan ayam meningkat drastis ketika memasuki bulan Januari-Juli. Karena di bulan tersebut banyak kegiatan masyarakat seperti, acara nikahan, pengajian dan lain-lain. Sementara semua kegiatan itu sekarang ditiadakan. Sehingga, banyak orang membatasi pembelian,\" kata Yuni kepada Radar Lamsel, dilokasi usahanya, Minggu (3/5). Sebelum adanya pembatasan kegiatan yang melibatkan banyak orang ujarnya, setiap harinya ia mengaku mampu menyerap ayam dari pihak distributor mencapai 120 ekor perharinya, untuk memenuhi kebutuhan konsumenya diwilayah Sidomulyo dan sekitarnya. \" Namun, sekarang saya hanya mampu menjual sebanyak 15 ekor ayam dari sebelumnya mencapai 30-40 ekor perharinya. Terpaksa saya harus membatasi serapan ayam dari pihak agen, \" terang Yuni. Kondisi itu sambungnya, diperburuk dengan maraknya para pedagang pengecer dadakan menjual ayam jenis serupa dengan harga dibawah pasaran melalui medsos, sehingga merusak harga pasaran ditingkat pengecer. \" Sebelum pandemi Covid-19, saya menjual harga eceran dikisaran Rp. 110-120 ribu untuk ukuran ayam seberat 4 kilogram lebih perekornya. Tapi semenjak ramainya pengecer ayam paren melalui medsos, yang menjual ayam jenis serta bobot yang sama dengan harga jauh dibawah harga pasaran, saya terpaksa menjual harga mengikuti trend yakni, Rp. 65 ribu perekornya. Bila tidak maka usaha yang saya geluti ini akan merugi akibat sepi pembeli,\" ucapnya. Yang demikian sangat dirasakan oleh para pedagang pengecer. Dimana mereka mengaku kesulitan untuk mengelola modal usaha agar dapat bersaing dan bertahan selama melakoni usaha. \" Kondisi ini, sangat menyulitkan bagi kami pengecer, dalam mengelola modal usaha agar tidak merugi. Karena, dalam hal ini kami yang paling sangat merasakan dampaknya,\" tutur Yuni. Ditengah ketidak pastian pendapatan usaha tersebut, dirinya bersama suaminya Sariman (36), terpaksa menyambi usaha menjadi petani di sawah, demi memenuhi kebutuhan keluarganya. \" Sementara, usaha penjualan ayam broiler sedang lesu, tidak lagi menjanjikan. Untuk menopang pendapatan keluarga, saya dan suami kini menggarap sawah milik orang tua. Besar harapan usaha ini dapat memenuhi kebutuhan kami sekeluarga, serta berdo\'a semoga wabah Covid-19 segera berakhir, agar kami dapat kembali usaha dengan wajar, tanpa dihantui merugi,\" pungkasnya. (CW2)
Sumber: