Pembantu PPN Hanya di KUA Terpencil

Pembantu PPN Hanya di KUA Terpencil

Kemenag Lamsel dan KUA Kalianda Saling Silang

  KALIANDA - Keberadaan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (PPN) masih ditemukan justru pada wilayah yang tidak terpencil. Perpanjangan tangan penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan yang seharusnya tidak bertugas lagi, ternyata masih memiliki peran penting dalam keterlibatannya dalam sebuah pernikahan. Khususnya akad nikah di rumah calon pengantin. Keberadaan Pembantu PPN sudah tidak berlaku lagi, atau tidak boleh mencatatkan pernikahan di desanya terhitung sejak pertengahan Juli 2014. Aturan ini mengacu pada Regulasi PMA No. 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Nikah antara lain Pasal 17 Ayat 1, yaitu akad nikah dilaksanakan di hadapan Kepala KUA Kecamatan/Penghulu/PPN LN yang mewilayahi tempat akad nikah dilaksanakan. Usut punya usut, KUA Kecamatan Kalianda masih memberdayakan Pembantu PPN dalam melaksanakan akad nikah di wilayahnya. Informasinya, ada sekitar 5 sampai 7 Pembantu PPN yang masih bertugas. Mereka menyebar di beberapa desa. Sejauh ini mereka juga getol mengurus pernikahan masyarakat. Tapi siapa nyana, adanya peran Pembantu PPN malah membuat pengeluaran biaya akad nikah membengkak. Hal itu cukup masuk akal mengingat Pembantu PPN yang mengurus semuanya. Sedangkan penghulu, dan kepala KUA hanya menandatangani surat yang diserahkan oleh Pembantu PPN. Sumber ini mengatakan meski keberadaan Pembantu PPN sudah ditiadakan sejak 7 tahun lalu, KUA Kecamatan Kalianda tak mengindahkannya. Parahnya lagi, ternyata tugas pencatatan nikah angkanya masih 75 persen dilaksanakan oleh bekas Pembantu PPN. Sementara kepala KUA/penghulu yang memiliki legalitas resmi dari Kementerian Agama tidak memiliki tugas pokok, dan fungsi seperti yang seharusnya mereka jalankan. Karena kurang kesempatan melangsungkan proses sakral bagi kedua insan. Sebagaimana Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor DJ.II/1 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah dalam rangka mengoptimalkan layanan nikah, atau merujuk pada kantor urusan agama kecamatan yang berada pada daerah pedalaman, dan atau wilayah pegunungan, daerah terluar/perbatasan negara dan atau kepulauan, serta adanya keterbatasan PPN. Instruksi yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama se-Indonesia mempunyai empat poin. Pertama, pengangkatan Pembantu PPN agar dilakukan secara selektif dengan mengacu kepada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah. Kedua, rekomendasi pengangkatan Pembantu PPN dari kepala Seksi yang membidangi urusan agama harus memperhatikan; KUA kecamatan masuk dalam tipologi D1 (daerah di pedalaman dan atau pegunungan), dan D2 (daerah terluar/perbatasan negara, dan atau kepulauan) yang ditetapkan oleh Kakanwil Kemenag Provinsi, dan tidak dapat dijangkau oleh PPN karena terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dibanding dengan luas wilayah. Pembantu PPN berdomisili di desa yang dimaksud. Kemampuan dan kompetensi calon pembantu PPN di bidang hukum dan administrasi pernikahan. Poin ketiga, memantau dan melaporkan pelaksanaan Instruksi pengangkatan Pembantu PPN kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Keempat, melaksanakan instruksi ini dengan tanggung jawab. Radar Lamsel kemudian menghubungi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Lampung Selatan, H. Ashari, S.E.,M.Pdi untuk mengkonfirmasi kebenaran perihal adanya pembantu PPN dalam mencatat pernikahan. Ashari menegaskan tidak ada lagi pembantu PPN yang boleh mencatat pernikahan, kecuali di KUA yang memiliki wilayah terpencil atau terluar. \"Kecamatan Rajabasa ada daerah Pulau Sebesi. Iya (boleh), karena terpencil. Dasar aturan tidak ada karena banyaknya yang mau nikah dengan wilayah yang luas, sedangkan pegawai di KUA terbatas. Itu ranahnya kepala KUA,\" katanya, Selasa (6/4/2021). Radar Lamsel kembali bertanya sebagai bentuk penegasan, bahwa beberapa pembantu PPN masih mencatatkan akad nikah, apakah hal seperti itu masih dibolehkan?. Sebab, legalitas para pembantu PPN tidak ada. Kalau pun ada, harus ada SK yang dikeluarkan dari Kakanwil Kemenag. Ashari pun mengamini. \"Betul, yang memerintahkan pembantu PPN itu siapa, coba konfirmasi sama kepala KUA-nya,\" katanya. Saat dikonfirmasi Radar Lamsel, Kepala KUA Kecamatan Kalianda, Zainudin, mengklaim bahwa pembantu PPN masih dibolehkan bertugas di KUA. Dengan catatan statusnya merupakan Pembantu PPN yang lama, bukan pengangkatan yang baru. Apalagi jika penghulu yang dimiliki KUA jumlahnya terbatas. \"Artinya kalau memang tidak ter-cover, terus jamnya sama, yang penting masyarakat terlayani. KUA punya tugas mengawasi, kita sifatnya insidentil, yang penting lapor ke kantor,\" katanya. Dalam urusan pembantu PPN yang bertugas mencatat pernikahan, Zainudin mengaku hanya memberikan surat tugas. Mengenai nikah, biayanya di kenakan sebesar Rp600 ribu, yang masuk ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Agama. (rnd)

Sumber: