Breakwater Buat Pesisir Becek dan Berdebu
PT.BRP: Batu Sudah Dicek PU, Debu Disiram kok
RAJABASA – Pengerjaan proyek breakwater (tanggul pemecah ombak’red) oleh PT. Basuki Rahmantra Putra (BRP) yang berada di wilayah Pesisir Desa Rajabasa hingga Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa sarat akan pelanggaran. Mulai dari aktifitasnya yang menyisakan polusi udara dan mengancam pengguna jalan hingga pengerjaannya tak sesuai teknis mengisyaratkan proyek puluhan miliar ini digarap asal jadi. Berdasarkan penelusuran Radar Lamsel, proyek dari Kementerian PUPR tahun 2021 ini dikerjakan oleh PT. BRP dengan nilai Rp67,7 Miliar lebih dari pagu anggaran sebesar Rp92 Miliar. Namun sayang, dalam pengerjaannya banyak dugaan pelanggaran teknis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Padahal, secara gamblang Kementerian PUPR telah menerbitkan acuan petunjuk teknis (juknis) dalam kegiatan breakwater tersebut. Mulai dari spesifikasi umum yang meliputi lingkup pekerjaan hingga pelaksanaan teknis kegiatanya. Namun, faktanya dilapangan justru ditemukan banyak persoalan yang berbanding terbalik dari apa yang dijelaskan pada juknis kegiatan yang diterbitkan oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) ini. Sehingga, banyak persoalan yang menjadi keluhan masyarakat akibat aktifitas pengerjaan tanggul penahan ombak di kawasan pesisir pantai Kecamatan Rajabasa ini. Salah satu hal yang paling mencolok adalah polusi udara akibat debu yang ditimbulkan dari truk pengangkut batu material breackwater. Selain itu, sisa tanah dari lokasi yang terbawa oleh dumptruck juga jatuh dan menempel pada jalan provinsi yang sangat membahayakan pengendara lainnya. Bahkan, dari informasi yang dihimpun sudah sering mencelakai pengguna jalan yang melintas di wilayah Kecamatan Rajabasa khususnya Desa Canti. “Kalau kita tidak hati-hati sangat bahaya. Karena, jalan berlumpur akibat tanah liat menempel kemudian disiram air jadi becek dan licin. Mestinya tanah yang mempel itu dicongkel dulu. Sudah banyak kejadian kecelakaan karena jalanan becek ini,” ungkap Rival (28) pengusaha heatcry di Desa Canti, Kecamatan Rajabasa, Minggu (25/4) kemarin. Masyarakat juga menyangkan lantaran jalan raya pesisir yang baru diperbaiki kembali hancur. Padahal, mereka sangat mendukung pembangunan proyek tersebut dengan catatan perusahaan sebagai rekanan profesional mengelola dampak lingkungan akibat aktifitas perusahan. “Jujur kami selalu menunggu proyek ini karena untuk kebaikan masyarakat pesisir. Tapi profesionalitas rekanan tolong ditunjukan. Mestinya secara teknis perusahaan bisa mengantisipasi debu dan jalan berlumpur. Apalagi dalam juknisnya jelas. Setiap perusahaan wajib menyediakan ABCD-Z itu dijelaskan sebagai antisipasinya. Kalau seperti ini PT. BRP mau untung sendiri dan warga sini yang di korbankan,” tukasnya. Pada hari sebelumnya, Radar Lamsel sempat melihat langsung ke lokasi pengerjaan di Desa Rajabasa hingga Way Muli. Benar saja, sepanjang jalan provinsi itu penuh dengan lumpur dan becek. Di beberapa titik lokasi yang tidak terkena penyiraman air kondisinya lebih parah karena sangat berdebu. Lalu, dalam pengerjaannya PT. BRP diduga melakukan banyak penyimpangan. Sebab, penyusunan batu material terkesan di akal- akali. Padahal, dalam juknis kegiatan sudah ditentukan spesifikasi dan jenis batu yang harus disusun di setiap lapisannya. Terlebih, susunan bebatuan tanggul penahan ombak itu tampak renggang dan longgar. Antara batu satu dan lainnya tidak nampak kokoh dan saling menopang. Saat dikonfirmasi, Pengawas Lapangan PT. BRP, Tambunan terkesan buang badan dan tidak mau disalahkan. “Kalau soal teknis batu ukurannya tanyakan saja ke PU nya pak. Semua sudah dicek. Kalau urusan debu ini sudah disiram terus kok,” singkat Tambunan seraya meninggalkan awak media, Sabtu (24/4) lalu. (idh)Sumber: