Syahroni dan Hermansyah Hamidi Saling Tuding

Syahroni dan Hermansyah Hamidi Saling Tuding

Sidang perkara suap fee proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan, atas dua terdakwa Hermansyah Hamidi dan Syahroni kembali digelar. Dalam persidangan kemarin, terdakwa saling bersaksi.   Dalam persidangan itu, terdakwa Syahroni bersaksi untuk terdakwa Hermansyah Hamidi. Di kesaksiannya itu Syahroni menjelaskan apabila ploting proyek pekerjaan di Lamsel sudah ada di masa kepemimpinan Rycko Menoza.   \"Ya terkait ploting sudah berjalan. Tapi fee nya hanya 13,5 persen,\" katanya, Rabu (5/5).   Pernyataan Syahroni itu pun ditimpali oleh majelis hakim anggota Edi Purbanus, bahwa memang benar apabila keterangan dari Syahroni itu dijelaskan juga oleh salah satu saksi ASN di Lamsel.   \"Ya benar intinya mereka menyampaikan bahwa tekanan setor itu sejak tahun 2013. Bahwa benar di zaman Menoza itu 13,5 persen. Dan naik di zaman Zainudin itu 20 persen,\" katanya.   Lalu Ketua Majelis Hakim Efiyanto pun bertanya ke Syahroni, bahwa di zaman Rycko Menoza dirinya (Syahroni) menyetor berapa di tahun 2013. \"Anda masih ingat berapa?,\" tanya Efiyanto.   \"Kalau itu saya lupa,\" timpal Syahroni.   Lalu terdakwa Hermansyah Hamidi pun berkata apabila Syahroni pernah mengantar uang di tahun 2013. \"Anda (Syahroni) pernah mengantar uang sebesar Rp300 juta,\" kata Hermansyah.   Lalu, Syahroni pun mengakui jika uang tersebut disetorkan ke Rycko Menoza yang saat itu menjabat sebagai Bupati Lampung Selatan. \"Ya benar uangnya Rp400 juta,\" timpal Syahroni.   Dan Syahroni pun menerangkan jika paket pekerjaan baik konsultan maupun fisik dilaksanakan dengan lelang. \"Ya enggak ada ditunjuk. Tetap dilelang,\" ucapnya.   Setelah itu, Syahroni pun mengungkapkan semua perusahaan yang mengikuti lelang wajib setor fee kecuali perusahaan PT KKI yang dipimpin oleh Bobby Zulhaidir. \"Saya enggak tahu (alasan tidak setor). Karena itu urusan Agus BN dan Anjar,\" jelasnya.   \"Tetapi saya menerima uang dari Bobby melalui Agus BN. Itu untuk operasional tim Pokja,\" pungkasnya. Menjadi saksi untuk terdakwa Hermansyah Hamidi di persidangan suap fee proyek Lamsel, Syahroni ungkapkan apabila dirinya pernah diperintahkan untuk mengumpulkan uang Rp4 miliar dalam waktu setengah hari.   \"Ya waktu itu ketika pagi hari saya ditelpon sama dia (Hermansyah Hamidi) untuk mengumpulkan uang Rp5 miliar,\" kata Syahroni, Rabu (5/5).   Lanjutnya, uang yang sebesar Rp4 miliar itu dari dirinya saja. Itu diambil dari sejumlah para rekanan. Sedangkan sisanya Rp1 milir dikumpulkan dari Desi Elmasari Rp700 juta dan Adi Rp300 juta. \"Kalau 4 miliar itu mereka (rekanan) datang ke saya. Terkumpullah segitu. Pak Herman yang meminta uang itu harus segera dikumpulkan,\" katanya.   Menurut Syahroni, uang Rp4 miliar yang ia kumpulkan sendiri itu hasil fee dari pekerjaan APBD murni tahun 2016. \"Yang belum berjalan,\" kata dia.   Sementara itu, Hermansyah Hamidi membantah apabila dirinya meminta Syahroni untuk menyerahkan uang Rp5 miliar. Pun juga dirinya tak pernah memerintahkan fee proyek dari para kontraktor. \"Pertemuan kami (Herman, Syahroni, Desi Elmasari dan Adi) hanyalah untuk berdiskusi semata,\" ujarnya.   Dirinya pun kembali menegaskan apabila uang fee proyek dari kontraktor itu tak pernah disetorkan melalui ia. \"Saya enggak pernah (perintah). Dan enggak pernah terjadi (penyetoran) ini,\" jelasnya.   Hermansyah pun berkilah apabila kedatangan Desi Elmasari untuk meminta rekomendasi pindah tugas ke Lampung Tengah. \"Ini perlu saya tegaskan kalau saya itu diberhentikan (sebagai Kadis PUPR) karena enggak pernah setor. Juga enggak pernah ikut dalam ploting,\" katanya.   Begitu juga lanjut dia, dirinya tak pernah bisa melaksanakan kebijakan Bupati saat itu. Yakni melakukan penarikan fee (proyek). \"Saya juga minta kepada majelis hakim agar mempertimbangkan menghadirkan saksi. Ini tentunya untuk membuktikan jika saya yang memerintahkan ploting,\" kata dia.   \"Dan permintaan ini semoga menjadi pertimbangan. Apabila pernyataan Syahroni itu hanyalah Halusinasi belaka,\" pungkasnya. (ang/rnn/red)

Sumber: