Pandemi tak Halangi Khudad Akbar 

Pandemi tak Halangi Khudad Akbar 

Ikatan Muli-Mekhanai Desa Canti yang sukses menggelar kegiatan Halal bi halal bertajuk ‘Khudad Akbar’ yang menjadi ciri khas masyarakat Saibatin Marga Rajabasa, meski ditengah pandemi Covid-19. Seperti apa prosesinya di tengah pandemi ini?   Laporan IDHO MAI SAPUTRA, RAJABASA   Kabupaten Lampung Selatan memang dikenal sebagai miniatur Negara Indonesia. Sebab, di kabupaten yang terbilang cukup tua di Provinsi Lampung ini masyarakatnya terdiri dari berbagai suku yang hidup rukun berdampingan. Mulai dari Jawa, Bali, Sunda, Batak dan Lampung yang merupakan penduduk asli pribumi. Namun, tidak dipungkiri jika adat dan budaya belakangan ini hanya bisa ditemui pada saat acara besar seperti pernikahan atau sejenisnya. Sehingga, warga asli sendiri kurang begitu mengetahui kebudayaan warisan leluhur mereka. Sebab, saat ini tak jarang masyarakat pribumi yang pergi meninggalkan kampung halaman untuk menggapai mimpi dan cita-cita. Mereka, akan kembali ke kampung halaman pada saat momen mudik lebaran seperti saat ini. Akan tetapi, pandemi covid-19 lagi-lagi memaksa para perantau untuk pulang ke kampung halaman. Meski demikian, kesempatan momen lebaran tahun ini tidak di sia-siakan oleh Ikatan Muli – Mekhanai Desa Canti, Kecamatan Rajabasa untuk mengingatkan kembali ke-adatan yang ada di wilayah mereka. Meskipun terbilang sangat sederhana, kegiatan yang dibalut dalam halal bi halal lebaran itu sangat meriah dan tidak mengurangi nilai-nilai kebudayaan warisan leluhur. Alhasil, kegiatan yang sudah pernah digelar dua tahun silam itu mampu mereka gelar berjalan sukses dengan tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes). Berbekal semangat kebersamaan dan berangkat dari keprihatinan mereka terhadap adat-istiadat yang mulai luntur, Muli-Mekhanai Pekon Canti mampu mempersembahkan kegiatan ‘Khudad Akbar’ berikut 9 pasangan pengantin dari masing-masing ke-suku-an yang ada di Pekon Canti. Radar Lamsel yang berkesempatan mengikuti kegiatan itu melihat betul kemeriahan acara tersebut. Bahkan, dalam arak-arakan yang ditata mulai dari Tuping, Pencak, Khudad lalu diikuti 9 pasangan pengantin dari masing-masing ke-suku-an itu menarik perhatian warga setempat dan para pengguna jalan. Tak jarang dari mereka mengabadikannya ke dalam sosial media melalui ponsel pribadi. Bahkan, beberapa masyarakat yang paham dengan kebudayaan itu memberikan ‘saweran’ berupa permen dan uang recehan yang ditaburkan kepada pasangan pengantin yang kemudian menjadi rebutan seluruh peserta yang ikut arak-arakan. Ketua Pelaksana Khudad Akbar Ikatan Muli-Mekhanai Desa Canti Ridwan Kesuma mengaku, cukup puas dengan kegiatan yang telah sukses digelar. Dia mengatakan, hal ini menjadi awal menuju kebangkitan adat budaya khususnya wilayah Saibatin Marga Rajabasa. “Kegiatan ini sudah masuk dalam agenda tahunan Muli-Mekhanai Desa Canti. Mudah-mudahan di tahun-tahun berikutnya bisa lebih meriah. Karena tahun ini pandemi covid-19 maka tidak banyak masyarakat kita yang pulang kampung,” ungkap Ridwan Kesuma kepada Radar Lamsel usai kegiatan, Sabtu (15/5) pekan lalu. Mahasiswa semester akhir FKIP Sejarah UNILA ini menceritakan, sempat ada keraguan dan kekhawatiran dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Namun, setelah melakukan koordinasi dengan para ketua suku akhirnya mendapatkan restu. Di dalam wilayah Desa Canti Saibatin Marga Rajabasa sendiri terdapat 9 ke-suku-an adat. Mulai dari suku Dalom Kesuma Ratu, Radin Kesuma Negara, Batin Benawa Saka, Batin Simbangan, Khadin Ugokh, Khaja Ulangan, Khaja Ugokh, Khaja Mangkubumi dan Khaja Makuta. Yang masing-masing suku memiliki ciri khas tersendiri melalui busana yang mereka kenakan. “Seperti yang kita ketahui, khudad biasa tampil di acara perkawinan saja. Di Desa Canti sendiri, hampir semua kalangan suka dan sangat tertarik melihat khudat pada acara pernikahan. Dengan momen lebaran ini, perantauan bisa melihat kembali adat budaya mereka. Lengkap dengan 9 pasangan pengantin sesuai suku yang menjadi khas mereka. Yang sampai saat ini masih diterapkan kepada keturunan mereka saat pernikahan,” terangnya. Ridwan yang masih keturunan salah satu Khadin ini mengharapkan, kegiatan ini bisa menjadi contoh positif dan selalu digelar setiap tahun di Desa Canti. Bahkan, dia sangat mendambakan jika kegiatan ini bisa digelar dengan skala yang lebih besar lagi. Agar, adat dan budaya Lampung Pesisir sendiri tidak tegerus oleh perkembangan zaman yang semakin memprihatinkan. “Semoga langkah kecil yang kami perbuat bisa membawa hal besar. Khususnya untuk budaya Lampung. Semoga ini bisai menjadi awal kebangkitan adat Lampung kita untuk kedepannya,” pungkasnya. (*)    

Sumber: