Pesisir Masih Tercemar Minyak

Pesisir Masih Tercemar Minyak

RAJABASA – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Provinsi Lampung menduga pencemaran laut di pesisir Rajabasa bukan disebabkan limbah aspal. Tetapi, limbah itu mulanya adalah minyak yang berubah menjadi gumpalan menyerupai aspal karena faktor suhu. Meski demikian, WALHI menyebut limbah tersebut tetap berbahaya karena kadar kandungannya masih sama. \"Tinggal takaran kadar kandungannya. Itu yang belum ketahuan kadar baku mutunya,\" ujar Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, saat dihubungi Radar Lamsel, Senin (18/10/2021). Lebih lanjut, Irfan mengatakan kerusakan ekosistem di laut sangat mungkin terjadi akibat dampak limbah itu. Karena, kata dia, limbah minyak masuk kategori B3. Jika terus menerus atau dalam kurun waktu tertentu, maka akan mematikan beberapa biota laut, terumbu karang, pencemaran air laut dan juga berpengaruh terhadap pariwisata jika terjadi di wilayah pesisir. \"Ya, tentu hal tersebut merupakan tambahan tamparan keras bagi Kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup, karena kasus serupa yang terjadi di tahun 2020 hilang tanpa berita dan status yang jelas,\" katanya. Kemudian, ditambah dengan kejadian tumpahan minyak yang terjadi di bulan September 2021 lalu. Irfan mengatakan sampai dengan hari ini hasil atau perkembangan masalah tersebut belum diekspos. Baik dari kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup. Menurut Irfan, kasus itu menimbulkan tanda tanya. Padahal sudah memakan waktu satu bulan lebih. \"Yang mana jika berbicara analisis laboratorium terkait tumpahan minyak tersebut tidak selama itu waktunya\" katanya. Menurut Irfan, kepolisian maupun dinas terkait lingkungan harus tegas dan transparan mengungkap kasus pencemaran minyak yang terjadi di perairan laut Lampung. Jangan sampai kasus yang terjadi di bulan September, dan saat ini mengambang begitu saja. Apabila tidak ada tindakan tegas, maka kejadian serupa akan terus-terusan terjadi. Buktinya, saat ini kejadian serupa masih ditrmukan pada wilayah pesisir Kabupaten Lampung Selatan. Apabila kepolisian, dan DLH tidak bertindak cepat, tegas dan transparan, bukan tidak mungkin nantinya akan menimbulkan persepsi buruk oleh publik, serta rasa tidak percaya publik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Selatan bersama Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 Ditjen PSLB3 KLHK, ITB, DLH Provinsi Lampung, DLH Kabupaten Lampung Selatan, serta PHE OSES telah memferivikasi di lapangan pada lokasi tumpahan minyak bumi di Pesisir Lampung. Kabid Pengembangan Dinas Pariwisata Kabupaten Lampung Selatan, Saepudin, mengatakan bahwa tim gabungan itu telah melakukan identifikasi dampak tumpahan minyak bumi pada lokasi-lokasi yang relay dilaporkan/disurvei. Di antaranya melakukan penghitungan estimasti luasan sebaran dampak sebagai dasar pelaksanaan pembersihan. Lalu memastikan kegiatan pembersihan yang dilakukan oleh masyarakat secara swadaya dilakukan sesuai ketentuan tim yang turun. Lokasi yang dicek tersebar di beberapa tempat, yaitu Pantai Sebalang, Pantai Marina, Grand Elty, Pantai Kedu Warna, Pantai Semukuk, Pantai Guci Batu Kapal, dan Pulau Mengkudu. \"Masih ditemukan adanya limbah di bebearpa pantai. Sementara di Pantai Semukuk dan Pantai Guci Batu Kapal sudah tidak ditemukan lagi,\" ujarnya. Kegiatan pembersihan yang dilakukan masyarakat, dalam hal ini pengelola destinasi adalah dengan dikubur dan dibakar. Sementara ini Dinas Pariwisata belum bisa mengambil banyak langkah terkait persoalan limbah minyak bumi. Saef mengatakan pihaknya masih menunggu hasilnya. \"Kalau hasil identifikasi awal dari tim sih katanya limbah minyak bumi gitu. Sementara ini kita wait and see, karena tim saat ini sedang bekerja,\" katanya. (rnd)

Sumber: