Menggeser Liburnya, Bukan Maknanya

Menggeser Liburnya, Bukan Maknanya

Oleh: Agus Amriza S.Pd.I Wakil Kepala SMA Kebangsaan, Alumni Universitas Darussalam Gontor   Kalender merah Peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW digeser menjadi perbincangan. Padahal pemerintah menggeser hari liburnya, bukan menggeser makna peringatannya. Tentu saja ada alasan lain dibalik pergeseran tanda merah pada tanggal 19 menjadi tanggal 20 dalam almanak itu. Dirjen Bimas Islam mengemukakan alasan pemerintah merivisi tanggal merah sebagai bentuk antisipatif terhadap munculnya kasus baru covid-19. Publik tak perlu khawatir, sebab libur yang diharap-harapkan sama sekali tak dihilangkan, melainkan diganti. Disatu sisi ada yang perlu direnungi ihwal maulid, maulud dan milad. Barangkali tanpa sadar, kita sering kebingungan mesti menggunakan kata yang mana antara maulid, maulud (muludan) atau idul milad (milad). Sebelum masuk pada bahasan hukum, alangkah baiknya kita mengetahui definisi dari tiga kata tersebut secara ilmiah dalam mendifinisikannya secara jami’ (menghimpun unsur definisi) dan mani’(mengeluarkan yang diluar definisi). Maulid dalam nahwu sharaf  kaidah dalam bahasa arab merupakan ismu zaman (waktu) dan ismu makan (tempat) dengan kata lain bahwa definisi Maulid ialah waktu kelahiran. Sedangkan maulud didefinisikan sebagai yang dilahirkan atau dalam kaidah bahasa arab disebut ismun maf’ul dengan kata lain maulud adalah (bayi) yang dilahirkan. Sedangkan jika bicara peringatan, dalam bahasa arab disebut sebagai idul milad (milad). Ihwal hukum perayaan atau peringatan itu sendiri, konteksnya diibaratkan seperti golok. Kapan golok itu haram atau kapan golok itu sunnah? Jawabannya golok tak ada hukum. Tetapi ketika golok digunakan untuk memotong hewan kurban, maka jatuhnya sunnah, berpahala. Tetapi jika golok digunakan untuk membunuh maka hukum dari pada pembunuhan tak dibenarkan. Artinya hukum itu terletak dan melekat pada perbuatan, bukan pada tempat dan waktu. Lalu bagaimana minyikapi kelahiran Nabi Muhammad SAW; Dalam Q.S Yunus: 57-58 umat islam diperintahkan bergembiralah. Bahkan rasullallah sendiri mengekspresikan hari kelahirannya dengan berpuasa. Mari melatih ekspresi dengan menahan sabar ditengah gempuran pandemi yang belum barakhir. mempuasakan dari kerumunan, puasa dari keluyuran dan puasa dari hal-hal yang menyebabkan mudarat bagi diri sendiri dan orang lain barang sejenak. Tabik. (*)    

Sumber: