Setumpuk Kenangan Diganti dengan Setumpuk Uang

Setumpuk Kenangan Diganti dengan Setumpuk Uang

Sedih Meninggalkan Kampung Halaman, Warga Mulai Kosongkan Rumah

Proses pencairan ganti rugi lahan dan bangunan untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Bakauheni-Terbanggibesar di Sidomulyo sudah selesai. Namun dibalik itu, ternyata menyisakan kenangan tersendiri bagi penghuni rumah yang terpaksa angkat kaki dan mencari hunian baru. Bagaimana situasi terkini pasca pelunasan oleh Kemenpupera? Berikut kisah selengkapnya. Laporan Veri Dial Ariyatama, SIDOMULYO. Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) sudah menyelesaikan tanggungjawabnya memberikan uang ganti rugi (UGR) kepada masyarakat selaku pemilik lahan dan rumah untuk dijadikan pembangunan JTTS Bakauheni-Terbanggibesar. Tim pembebasan lahan pembangunan mega proyek jalan tol memberikan waktu sepekan bagi penghuninya membereskan berbagai perabotan serta keperluan yang masih dibutuhkan. Meski ramai yang melakukan pembongkaran, namun suasana haru tampak terasa di Dusun Katibung, Desa Sidomulyo. Total 60 rumah didusun tersebut harus dikosongkan. Setumpuk uang sudah terbayarkan sementara setumpuk kenangan masih berserakan. Kisaran UGR yang didapat bervariasi dari yang ratusan juta hingga miliaran rupiah. Tergantung luas serta kondisi rumah tentunya. Namun dapat dipastikan dirumah-rumah itulah kisah tangis haru serta kebahagiaan tercipta dalam rentan waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya dipaksa mengalah untuk pembangunan Lampung yang lebih maju. Supriyono misalnya (40). Salah seorang warga Dusun Katibung, Desa Sidomulyo yang sedang membereskan rumahnya mengaku sudah menerima ganti rugi yang nilainya mencapai hampir Rp1 Miliar. Senang sudah pasti, karena dizaman sekarang siapa yang tidak mau menerima uang sebanyak itu. “Senang karena memang uang sudah ditangan, disisi lain rumah ini jadi saksi bisu masa kecil kami, sedih juga kalau diingat-ingat mas,” kata Supri kepada Radar Lamsel, Senin (30/1) kemarin. Pria dua orang anak ini mengaku berat hati untuk meninggalkan kediaman sederhana miliknya itu. Tapi demi kemajuan pembangunan yang ada di Lampung dirinya rela menukar setumpuk kenangan dengan setumpuk uang. “Ya mau bagaimana lagi semua sudah direncanakan. Toh ini juga demi kemajuan perekonomian masyarakat,” kata dia. Hal senada juga dikatakan Suroso (50) yang rumahnya juga terkena ganti rugi JTTS. Dia mengaku sempat bingung ketika hendak mencari hunian baru. Alhasil, uang pelunasan ganti rugi yang nilainya mencapai ratusan juta cepat-cepat dibangunkan rumah baru olehnya. Suroso enggan meninggalkan Sidomulyo tercinta. Dirinya lebih memilih kembali membangun rumah disekitar Sidomulyo. menurutnya jika hidup di desa yang baru tentu akan butuh proses penyesuaian kembali. “Mencari hunian tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak pertimbangan, meski uang sudah ditangan kadang masih bingung juga mau tinggal dimana,” ungkapnya. Terpisah, Kepala Desa Sidomulyo Sutanto membenarkan dari total 159 lahan yang dibebaskan oleh Kemenpupera, 60 bidang merupakan perumahan penduduk. “Sebagian memutuskan membangun kembali rumah baru disekitar Sidomulyo, sebagian lainnya masih menentukan pilihan,” kata Sutanto. Cerita yang dilontarkan Supriyono dan Suroso hanyalah sebagian cerita yang tersimpan dibalik ganti rugi JTTS. Kenangan, masa kecil hingga kebingungan mencari hunian baru adalah sekelumit kisah yang mau tidak mau, suka tidak suka harus ditinggalkan oleh para penerima ganti rugi. Yang pasti keduanya kini mendapat segepok uang untuk kembali manata kehidupan baru. Percepatan pembangunan yang dilakukan pemerintah diharapkan benar-benar berdampak pada Lampung yang lebih maju.(*)

Sumber: