Sorry Valentine, Nyak Muslim

Sorry Valentine, Nyak Muslim

Tanggal 14 Februari yang biasa diperingati sebagai hari Valentine tidak seheboh dan meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Muda-mudi masa kini seolah menyadari jika hari kasih sayang yang dikemas dalam ‘Velentine’ memang bukan budaya dan karakter anak muda Inedonesia. Ada yang menolak terang-terangan, ada juga yang merayakan. Bahkan ada pula yang mengaku tidak respect namun tetap menerima setangkai bunga mawar dan sebungkus coklat dari sang kekasih. Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah, jika masing-masing mengklaim ini benar dan itu benar. Mungkin tidak akan habis pembahasan tentang memaknai hari kasih sayang. Bagi seorang Devi Pravika toleransi paling bijak menyikapi hal itu adalah dengan tidak ikut-ikutan budaya barat tersebut. Sebab, kata dia, budaya barat tidak pas jika diterapkan di negeri ini. “Muda-mudi cenderung ikut-ikutan biar dikatakan hits, tapi sorry nyak muslim, dan saya rasa itu toleransi paling bijak,” ujar muli asal Desa Gayam, Kecamatan Penengahan, kepada Radar Lamsel, Selasa (14/2). Memaknai kasih sayang terhadap orang-orang terdekat, lanjut Devi adalah hal yang mutlak dilakukan setiap orang. Berbagai perayaan yang menjadi keyakinan merupakan hak setiap orang untuk merefleksi diri. Pantaskah kita merayakan hal tersebut? sudah pas kah dengan budaya kita di Indonesia? Tentu pertanyaan diatas menggelitik kita semua, ada banyak versi yang menerangkan asal mula valentine’s day. Yang diusung bangsa romawi kuno. Menelisik sejarah tersebut lanjut Devi kurang pas kalau muda-mudi ikut-ikutan tanpa menyadari latar belakang valentine’s day. “Dari versi yang saya baca sih, valentine adalah rangkaian upacara pensucian bangsa romawi kuno atau lebih dikenal dengan sebutan ‘Lupercalia’,” ujar Mahasiswi Hukum STIH Muhammadiyah Kalianda itu. Terlepas dari kontroversi perayaan hari kasih sayang itu, anak bungsu dari pasangan H. Saleh Kesuma dan Hj. Nazuariyah itu mengaku juga sempat ikut-ikutan hari valentine dengan bertukar coklat dengan teman sejawat pada saat masih duduk dibangku SMP. Setelah banyak baca tentang pengertian valentine, kini dirinya menyatakan toleransi dengan tidak lagi ikut-ikutan tradisi tersebut. “Dulu sempat ikut-ikutan bertukar coklat, tapi dulu memang belum tahu benar. Hanya sekedar ikut-ikut saja, bahkan sampai membanding-bandingkan antara kawan sebaya, siapa yang paling banyak mendapatkan coklat,” kenangnya. Lebih lanjut Mahasiswa semester IV itu mengatakan kasih sayang terhadap orang-orang terdekat seharusnya dirayakan setiap hari. Bukan hanya 14 Februari saja, karena di negeri ini banyak sekali persoalan yang harus dibereskan dari pada merayakan valentine’s day. (ver)

Sumber: