Bina Imajinasi dengan Seni Tari

Bina Imajinasi dengan Seni Tari

MEMBINA imajinasi dengan seni tari merupakan tantangan bagi Rahmawati (23). Dunia pendidikan dinilai sebagai lembaga yang pas, untuk mengenalkan tarian dikalangan pelajar. Tujuan utama pendidikan untuk menjadikan jasmani dan rohani yang baik dalam diri seseorang. Untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya menjadikan tarian sebagai media pembelajaran. “Berbagai pengalaman bisa diperoleh dari menari, selain membina imajinasi tarian juga dapat membantu perkembangan estetik,” ujar guru seni tari SMAN 1 Kalianda saat ditemui Radar Lamsel, Kamis (6/4) kemarin. Rupanya, kegigihan Rahma memperjuangkan seni budaya sudah dimiliki sejak usia tujuh tahun. Kala itu bakat Rahma kecil sudah mulai terlihat oleh orangtuanya. Cerita berlanjut panjang usai dirinya bergabung dengan Sanggar Seni Beringin Jaya. “Sejak kecil saya sudah belajar menari dan bergabung dengan Sanggar Seni Beringin Jaya,” ujar dia. Lulus SMA, Rahma benar-benar mantap untuk lebih mendalami seni tari. Hasilnya, gadis kelahiran 12 Desember 1993 itu mengenyam pendidikan di Universitas Lampung dan memilih Jurusan Seni Tari. “Keinginan saya sejak kecil menjadi guru, tapi passion saya adalah seni tari. Begitulah, saya mantap dan bertekad untuk melestarikan seni budaya dikalangan pelajar,” kata Rahma. Lebih dari itu Provinsi Lampung yang dikenal kaya budaya dan memiliki beragam jenis tarian. Mulai dari Tari Bedana, Sigekh Pengutton, Tari Sembah, Tari Melinting, hingga Cangget Agung. “Jangan sampai identitas daerah kita punah dengan sendirinya, perlu regenerasi untuk mengatasi hal tersebut,” kata anak keempat dari enam bersaudara ini. Melestarikan kesenian bukan perkara mudah, banyak halang rintang. Mulai dari individu yang ada didaerah tersebut. kesulitan terbesar ketika anak-anak sudah tak lagi berminat untuk mendalami kesenian ini dan cenderung memilih budaya barat. “Kembali pada ihwal dimana kita hidup dan berkembang, jika lingkungan tidak lagi menjajakan identitas sesungguhnya maka tinggal menunggu waktu kepunahan saja,” beber dia. Puteri dari pasangan Syarfin Azis, SE dan Misri Hayati, S.Pd itu juga blak-blakan ketika bercerita soal keluh kesah saat berjuang mentransfer seni tari pada anak didiknya. “Tidak mudah memang, apalagi tarian identik dengan lenggak lenggok perempuan, dampaknya sudah pasti para remaja laki-laki sedikit malu-malu untuk mendalami tarian,” katanya lagi. Padahal sambung Rahma laki-laki sekalipun memiliki tarian atau karakter tersendiri dalam gerakannya. Tari saman dari Aceh misalnya, jenis tarian ini justru tidak memperbolehkan anggota wanita dalam kelompok tari tersebut. “Jadi untuk anak laki-laki tak perlu minder, kalau memang punya passion dalam seni tari. Terus kembangkan, karena seniman sejatinya identik dengan totalitas dalam berkarya,” imbuhnya. (ver)

Sumber: