Kekurangan Tendik, SD di Rajabasa Rekrut Guru Honorer
RAJABASA – Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Rajabasa tengah melakukan perekrutan guru honorer. Ini terjadi lantaran minimnya jumlah tenaga pendidik (Tendik) diwilayah itu karena banyaknya guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memasuki masa pensiun. Khusus untuk SD di Kecamatan Rajabasa, tenaga pendidik juga lebih banyak didominasi guru honorer ketimbang PNS. Plt. Kepala UPTD Disdik Rajabasa Pris Rita Arief, S.Pd.,MM mengatakan, perekrutan tenaga pendidik honorer itu terjadi karena guru PNS meninggal dan pensiun disejumlah SD belum memiliki penggantinya. “Ya, yang meninggal dunia itu pun masih sangat kurang,” kata Pris kepada Radar Lamsel, Sabtu (27/1) lalu. Pris melanjutkan, meski sejumlah SD melakukan perekrutan, namun hal itu tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Karena perekrutan tenaga pendidik harus melihat kelas atau rombongan belajara (rombel) nya terlebih dahulu. Jika memiliki 6 rombel, idealnya, setiap SD harus memiliki minimal 6 guru kelas. Ditambah dengan 3 guru dibidang lain, yaitu guru olahraga, guru bahasa daerah dan guru agama. “Tapi paling tidak harus memiliki 6 guru,” lanjutnya. Untuk guru dibidang lain, Pris mengaku cukup kesulitan menemukannya. Khususnya guru agama yang dianggap masih banyak yang tidak relevan, karena guru agama harus benar-benar menerti apa yang diajarkan. “Karena kalau tidak, maka mengajarnya bisa asal-asalan. Kalau begitu dari awal bisa saja salah, sehingga sampai keatas juga akan salah. Maka itu, kami himbau khusus untuk guru agama yang benar-benar dari perguruan tinggi agama islam dan guru kelas utamakan dari PGSD,” jelasnya. Disisi lain, Ketua PGRI Lamsel M. Yamin Daud, S.Pd mendukung perekrutan guru honorer yang dilakukan di Kecamatan Rajabasa yang menurutnya memang dibutuhkan. Namun, Yamin berpesan perekrutan itu harus dikoordinasikan dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Lamsel supaya tak menyalahi aturan. Yamin pun turut menjelaskan soal perekrutan yang dibutuhkan oleh sejumlah SD di Kecamatan Rajabasa, yang menurutnya sebagai langkah tepat untuk mengisi kekosongan tenaga pendidik. “Setidaknya per SD memiliki 6 guru, sesuai dengan jenjang tingkatan. Ditambah dengan guru agama, guru olahraga dan guru bahasa daerah, jika dihitung secara keseluruhan maka idealnya per sekolah memiliki 8 guru,” katanya. Mengenai sulitnya melakukan perekrutan guru agama Islam, Yamin pun tak menampiknya. Bahkan Yamin turut berbicara mengani adanya kemungkinan guru agama Islam lebih banyak memilih menjadi guru ngaji. Secara finansial, menurut Yamin, lebih menguntungkan menjadi guru ngaji ketimbang guru honor di sekolah formal. “Secara hitung-hitungan itu jelas, andaikata dia menjadi guru ngaji dan mempunyai 30 orang murid. Kita kalkulasikan saja satu orang anak membayar perbulan Rp 10 ribu, hasil pendapatannya sama dengan guru honor. Dan dia punya waktu luang yang lebih banyak,” jelasnya. Yamin berpesan kepada guru-guru honorer di Kabupaten Lamsel untuk tetap bersabar dan ikhlas dalam menjalankan tugas mendidik anak-anak bangsa. “Mudah-mudahan Allah SWT mengabulkan harapan kita semua, sehingga masalah ini segera mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat,” harap Yamin. Berdasarkan rekapitulasi, jumlah guru PNS dan Non PNS di Kabupaten Lamsel memang tak berbanding sesuai. Dari rekapitulasi, jumlah guru SD Negeri dan Swasta yang berstatus PNS berjumlah 3429. Sedangkan jumlah guru non PNS 2562. Selanjutnya guru SMP Negeri dan Swasta jumlah guru PNS berjumlah 897, sedangkan jumlah guru non PNS 1408. (rnd)
Sumber: