Mutu dan Kualitas Beras di Lamsel Belum Terjamin
KALIANDA – Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Lampung Selatan berupaya meningkatkan kualitas pangan khususnya beras agar aman dikonsumsi konsumen. Pasalnya, sejauh ini Lamsel dinilai belum memiki jaminan keamanan soal standart mutu dan kualitas beras yang dijual dipasaran. Kepala DKP Lamsel Ir. Yansen Mulya menegaskan, peningkatan kualitas pangan dilakukan melalui pembinaan gabungan kelompok tani (gapoktan) dan kelompok tani (poktan) pelaksana kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) serta pelaku usaha penggilingan padi yang sudah berjalan sejak beberapa tahun terakhir. Namun, bukti kongkret dari pembinaan tersebut belum tampak terlihat. Sebab, dari seluruh elemen pertanian khususnya tanaman padi masih melakukan pengolahan, pendistribusian sampai dengan penjualan ke pasaran yang tidak sesuai dengan standar sertifikasi Pemenuhan Sanitasi dan Hygien (PSH). “Tidak kita pungkiri selama ini pembinaan yang dilakukan DKP Provinsi Lampung kepada gapoktan dan poktan PUPM di Lamsel belum diterapkan. Sebab, ada banyak ketentuan yang harus dilakukan para pelaku usaha pertanian padi ini untuk menjamin beras yang dihasilkan memenuhi standart layak konsumsi. Selasa (27/3) lalu, kami bersama DKP Provinsi Lampung juga kembali melakukan sosialisasi atau pembinaan agar mereka bisa mulai mengarah pada ketentuan yang berlaku,” ungkap Yansen di ruang kerjanya, Rabu (28/3) kemarin. Dia menjelaskan, pada tahun ini pihaknya menargetkan ada 1 pelaku usaha penggilingan padi yang diarahkan menuju standar sertifikasi Pemenuhan Sanitasi dan Hygien (PSH) yang dibuktikan dengan registrasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Sebab, hal itu mengacu pada pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. “Tidak menutup kemungkinan 2 tahun kedepan usaha penggilingan padi yang tidak memiliki registrasi PSAT akan ditutup aktifitasnya. Maka, kami terus mensosialisasikan hal ini kepada gapoktan dan poktan supaya mereka memberi informasi kepada pemilik usaha penggilingan padi agar menyiapkan diri. Karena, tempat penggilingan padi harus benar-benar bersih dan aman agar bisa memperoleh registrasi tersebut,” imbuhnya. Selain itu, semua beras kemasan yang dikeluarkan oleh penggilingan padi harus mencantumkan kelas mutu beras dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada kemasannya. Termasuk, jenis beras curah yang wajib menjelaskan kelas mutunya, medium atau premium. “Kalau semua penggilingan padi sudah memiliki registrasi, tentu mereka memiliki alat untuk memilah mutu beras yang mereka produksi. HET nya juga sudah diatur berdasarkan mutu dan kualitas beras tadi. Sehingga, konsumen tidak perlu khawatir untuk memilih beras yang mereka konsumsi,” bebernya. Pihaknya tidak menampik jika selama ini beras yang dijual dipasaran belum masuk dalam standart sertifikasi Pemenuhan Sanitasi dan Hygien (PSH). Sebab, masih banyak ditemukan kemasan yang tidak sesuai dengan isi beras yang diperjualbelikan dipasaran. “Mudah-mudahan, kedepan kita bisa menuju ke arah standart PSH ini. Karena tidak kita pungkiri, selama ini beras dari wilayah kita belum ada yang masuk ke pasar modern. Kita tertinggal dengan kabupaten lain seperti Metro, Lampung Tengah dan lainnya,” pungkasnya. Untuk diketahui, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017, HET Beras Medium semestinya dijual dengan harga Rp 9.450,- perkilo dan Beras Premium dijual dengan harga Rp. 12.800 perkilo. (idh)
Sumber: