Akademisi Minta Berlakukan Kembali Diklat Cakep

Akademisi Minta Berlakukan Kembali Diklat Cakep

Komisi D Sebut 26 Kepsek Lewati Batas Usia

KALIANDA – Kontroversi pelantikan 295 Kepsek Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah tingkat Pertama (SMP) terus berlanjut. Komisi D DPRD Lamsel menilai 10 persen dari 295 Kepsek yang didefinitifkan ternyata melebihi batas usia. Tak hanya itu Komisi D juga mencium indikasi pendefinitifan golongan yang belum cukup namun didefinitifkan. Anggota Komisi D DPRD Lamsel Waris mengatakan, setelah melakukan pengecekan terdapat 21 Kepsek SD dan 5 Kepsek SMP yang melebihi batas usia 56 tahun seusai dengan Permendiknas nomor 13 tahun 2007. “Kalau dijumlahkan seluruhnya 26 Kepsek yang tidak sesuai Permendiknas. Sebab kalau pelantikan sesuai aturan dan kualifikasi ketat maka Kepsek tersebut tak akan didefinifkan tentunya,” kata Waris kepada Radar Lamsel, Rabu (28/3) kemarin. Kondisi itu lanjut dia tentu saja mencengangkan sebab hampir 10 persen yang masuk usia senja kembali didefinitifkan. Sementara keterangan Disdik ada beberapa namun nyatanya kata dia terdapat 26 orang. “Kalau beberapa itu jumlahnya berkisar antara 1 – 9 tetapi kalau sudah 26 artinya Permendiknas yang dibuat itu tidak ada artinya bagi kualifikasi umum,” ungkapnya. Hal senada dikatakan Anggota Komisi D Sugiarti, menurutnya Komisi D sudah menerima beberapa laporan masuk tentang batas usia tersebut. Disisi lain juga ada indikasi golongan yang belum cukup tetapi sudah dilantik. “Sudah ada yang laporan ke kami (Komisi D) bahwa ada golongan yang belum sampai tapi sudah dilantik. Padahal minimal golongan harus III C,” ujarnya. Politisi dari Fraksi Hanura ini melanjutkan bila benar informasi tersebut maka ini menjadi cambuk bagi dunia pendidikan Lamsel. Pasalnya verifikasi tidak fair untuk para guru lainnya. “Ada yang belum sampai III C tapi dilantik sedangkan banyak guru-guru lain yang sudah masuk III C bahkan lebih,” terangnya. Sementara Anggota Komisi D Akyas menyayangkan pelantikan yang terkesan dipaksakan oleh Disdik Lamsel yang membawahi urusan tersebut. “Kalau begitu banyak yang nabrak aturan dong, mulai dari usia hingga golongan,” ucap politisi dari Fraksi PKS ini. Prosesi seleksi umum untuk penempatan jabatan kepala sekolah dasar dan SMP di Kabupaten Lampung Selatan yang baru dilantik beberapa waktu juga mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Ketua STIE Muhammadiyah Kalianda Tamam, SE, MM mengaku prihatin atas kondisi yang terjadi pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Khagom Mufakat ini. Meski tidak mengetahui secara gamblang prosesi penunjukan Kepala SD dan SMP itu, namun Tamam menilai perlu diterapkan kembali regulasi pendidikan dan pelatihan (diklat) karier calon kepala sekolah (cakep) seperti tempo dulu. Sebab, seiring berjalannya waktu penunjukan kepsek tingkat pendidikan dasar (Dikdas) ini berdasarkan hak preogratif pimpinan. “Kalau jaman dahulu, yang bisa jadi kepsek itu mereka yang memiliki sertifikat cakep yang diterbitkan provinsi. Beda dengan sekarang di era otonomi daerah ini. Siapa saja dia yang kenal dekat dengan pimpinan bisa dapat SK untuk duduk menjadi kepala sekolah. Saya sendiri kurang mengikuti prosesnya di Lamsel ini. Tapi, dengar dari teman-teman di kalangan pendidikan garis besarnya seperti itu,” kata Tamam melalui sambungan telepon, kemarin. Semestinya, Kementerian Pendidikan RI mengembalikan regulasi tersebut di daerah. Sebab jika tidak, dunia pendidikan dasar akan semakin terpuruk dengan dipimpin orang-orang yang bisa dikatakan belum layak menjadi pemimpin. “Memang benar, jenjang jabatan dan kepangkatan mereka sudah memadai. Tetapi, apakah mereka sudah memiliki sertifikat diklat untuk menjadi pemimpin atau kepala sekolah. Apakah yang ditunjuk itu punya pengalaman memimpin. Kalau terus-menerus seperti ini, mau jadi apa generasi penerus kita. Karena, pendidikan dasar ini sangat penting untuk menyiapkan generasi penerus,” imbuhnya. Lebih lanjut dia mengatakan, orang-orang yang memiliki potensi besar dan mumpuni untuk menjadi pemimpin di suatu sekolah akan terseingkir dengan mereka yang memiliki hubungan emosional dengan para pemangku kepentingan. “Yang layak nanti hanya bisa gigit jari. Tidak bisa kita pungkiri, kalau pengalaman itu adalah guru yang paling berharga. Lalu jadinya,  yang layak dibiarkan tidak terpakai karena tidak disukai pimpinan dan yang tidak tahu apa-apa bisa duduk meimpin karena kedekatan itu tadi,” tukasnya. Pernyataan serupa juga dikemukakan Ketua Federasi Guru Independent Indonesia (FGII) Provinsi Lampung Ishanurhamid, M.Pd. Insident pengunduran diri sejumlah jabatan Plt. Kepsek tingkat pendidikan dasar yang terjadi sebelum pelantikan menunjukan adanya kejanggalan dalam proses penunjukan kepsek di kebupaten ini. “Saya pernah mengeluarkan stetmen panjang lebar mengenai peristiwa ini. Dan sekarang kita lihat saja, seperti apa kualitas pendidikan dasar di kabupaten kita ini kelak. Apakah semakin baik atau sebaliknya,” kata Ishanurhamid kepada Radar Lamsel. Menurutnya, sejumlah Kepsek yang ditunjuk bahkan ada yang memiliki riwayat kurang terpuji semasa menjadi tenaga pendidik di sekolahnya. Namun, yang bersangkutan justru memperoleh jabatan kepala sekolah dan dilantik belum lama ini. “Kita tidak perlu menyebutkan nya di publik. Kita bicara seperti ini karena memang tahu persis kondisinya. Mudah-mudahan, peristiwa ini jadi pelajaran berharga buat dunia pendidikan kita untuk kedepannya lebih baik,” pungkasnya.(idh/ver)

Sumber: