Banjir Bandang Kalianda Adalah Puncak Ulah Masa Lampau

Banjir Bandang Kalianda Adalah Puncak Ulah Masa Lampau

Pembalakan Hutan Berlangsung Puluhan Tahun

KALIANDA – Banjir bandang yang melanda Kota Kalianda Selasa – Rabu (3 – 4/4) dini hari merupakan bencana yang memukul semua pihak tak terkecuali Bupati Lampung Selatan Zainudin Hsan dan Ketua DPRD Lampung Selatan H. Hendry Rosyadi. Bupati Lampung Selatan H. Zainudin Hasan mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. Menurut orang nomor satu di kabupaten berjuluk Bumi Khagom Mufakat ini banjir disebabkan beberapa hal. Diantaranya, adanya kerusakan lingkungan yakni penggundulan hutan di Gunung Rajabasa yang menyebabkan air tak terbendung lagi menyapu kota. “Ini (banjir bandang, red) belum pernah terjadi seperti ini. Hal ini akibat gunung gundul, yakni Gunung Rajabasa. Sementara itu kita tak punya kewenangan untuk mengawasinya,” ungkap Zainudin kepada radarlampung.co.id grup Radar Lamsel. Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Lampung itu juga mengungkapkan,  selain adanya hutan gundul di Gunung Rajabasa, masyarakat juga diimbau untuk tidak membangun di bantaran sungai. “Saya mengimbau agar masyarakat tak membangun di bantaran sungai. Ini sungai diuruk untuk membangun rumah karena dulu mungkin tidak pernah ada air besar. Jadi ada penyempitan ujung sungai. Dari ujung sungai gunung itu menyempit jadi air nabrak. Dulu kan sungai lebar-lebar sekarang penyempitan. Apalagi di daerah Canggu, itu rumahnya menutup sungai jadi air nabrak rumah. Ini kesalahan masyarakat jadi bukan salah alam. Jadi alam meminta untuk jalurnya lagi,” tandasnya. Terkait solusi penataan agar air bisa mengalir sesuai alurnya, Zainudin mengeluhkan sulitnya mengatur masyarakat. “Masalahnya masyarakatnya kita nggak mudah diatur. Membangun tanpa memakai Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) kita tegur saja susah kadang-kadang. Apalagi banyak pejabat juga takut negur mereka. Masak semua-semua bupati juga kan nggak mungkin kan. Kita akan terus memberikan kesadaran,” tandasnya. Atas terjadinya musibah ini, menurut Zainudin Hasan, agar bisa menjadi hikmah bagi semua untuk sama-sama melakukan penataan. “Semoga musibah ini menjadi hikmah dan pembelajaran buat kita semua. Itulah gunanya pemerintah itu memberikan aturan  itu menjaga dampak di kemudian hari,” ungkapnya. Sedangkan menurut Ketua DPRD Lamsel Hendry Rosadi, dalam sejarahnya tak pernah terjadi banjir bandang di Kota Kalianda yang sampai merenggut korban jiwa. “Saya rasa kita semua berempati atas musibah ini. Tidak ada yang menginginkan semua ini terjadi. Tetapi kedepan kita harus mencari solusi untuk mengatasinya,” kata Hendry Rosyadi kepada wartawan saat meninjau lokasi banjir di lingkungan Wayurang, Kelurahan Wayurang, Kecamatan Kalianda, Rabu (4/4) malam. Ketua DPC PDIP Lampung Selatan dua periode ini mengungkapkan, sejak dia kecil, Kota Kalianda tak pernah dilanda banjir sedahsyat ini. Bahkan, kata dia, kebanyakan korban banjir merupakan masyarakat yang tidak berada di bantaran sungai. “Ini (bencana) menandakan gunung kita (Rajabasa’red) sudah kritis. Tidak ada lagi pohon besar yang mampu menyerap debit air yang banyak dan besar,” ungkap Hendry. Dia berharap pemerintah pusat untuk dapat meninjau kembali pengalihan kewenangan urusan kehutanan yang tadinya bisa diawasi Pemkab kini hanya bisa dilakukan oleh Provinsi. Sementara, kebijakan tersebut tidak terakomodasi oleh Dinas Kehutanan Provinsi untuk mengawasi seluruh hutan yang ada di Lampung. “Saya kita perlu ada satuan kerja yang dikhususnya untuk daerah-daerah yang memiliki hutan lindung. Pemkab Lamsel misalnya yang memiliki Gunung Rajabasa. Kalau tidak, gunung akan semakin gundul dan kritis,” ungkap Hendry. Langkah tersebut, kata Hendry, merupakan langkah cepat yang harus dilakukan. Selain itu, program reboisasi dan menyadarkan masyarakat disekitar Gunung Rajabasa untuk menanam pepohonan besar harus segera dilakukan. “Misalnya dengan membagikan pohon durian yang bisa bernilai ekonomis. Alih fungsi lahan hutan yang kini menjadi perkebunan bisa ditanami durian. Bibitnya yang bagus supaya bisa bernilai ekonomis,” ungkap dia. Kepada korban banjir Hendry mengungkapkan belasungkawa. Terlebih kepada keluarga Muhammad Yusuf (65) yang anaknya, Syamsul Bahri (25) tewas terseret arus banjir bandang. Bahkan, orang nomor satu dilingkungan DPRD Lampung Selatan ini juga memberikan tempat hunian yang layak untuk keluarga M. Yusuf dengan memberikan uang santunan dan rumah kontrakan yang layak. “Kalau mau terus-terusan tinggal di tenda darurat kan tidak mungkin. Jadi kita harus berikan tempat yang layak,” ungkap Hendry. Dibagian lain, anggota Kelompok Pencinta Alam Gunung Rajabasa Pandaros Junies Maulius mengungkapkan, banjir bandang yang meyapu sejumlah desa di Kecamatan Kalianda merupakan akumulasi pembalakan hutan di Gunung Rajabasa yang sudah berlangsung puluhan tahun. Hingga saat ini, kata dia, jika masyarakat yang naik ke Gunung Rajabasa akan terdengar suara chainsaw yang bisa didengar dari sisi manapun. “Ya, dicoba saja naik. Yang namanya di gunung suara chainsaw itu nyaring sekali. Wong suara beruk (monyet’red) saja bisa kita dengar, apalagi chainsaw,” ungkap Pandaros kepada Radar Lamsel di Kalianda kemarin. Dia juga mengamini banyaknya alih fungsi lahan hutan menjadi hutan produksi dan perkebunan di Gunung Rajabasa. “Musibah ini adalah ulah masa lalu sampai sekarang. Nggak mungkin nebang hari ini langsung banjir hari itu juga. Di atas itu (Gunung Rajabasa) kini sudah menjadi kebun cokelat, kopi, dan cengkeh. Paling tinggal seperempat lahan lagi yang merupakan hutan. Kalau kita nyasar, itu bukan nyasar dihutan. Tapi nyasar dikebun orang,” ungkap dia. Karena hal itu ia berharap pemerintah dan seluruh elemen tidak tutup mata dengan apa yang terjadi di Gunung Rajabasa. Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah dengan program reboisasi hutan dan peningkatan pengawasan yang benar-benar maksimal. “Saya rasa tidak ada kata terlambat jika kita ingin melakukannya. Jauh lebih baik daripada tidak sama sekali,” pungkas Pandaros. (edw/gus/rnn)

Sumber: