Bantah Keterlibatan Sengketa Tanah JTTS

Bantah Keterlibatan Sengketa Tanah JTTS

Imam Subkhi: Lahan Tanjungsari eks N.V Prayadipa

KALIANDA – Polemik panjang sengketa kepemilikan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar terus menggelinding. Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lampung Selatan Imam Subkhi akhirnya buka suara perihal posisinya pada pusaran masalah tersebut. “ Sebetulnya akar permasalahannya terjadi saat pengguguran eks lahan N.V Prayadipa seluas 400 hektar di Desa Tanjungsari. Kalau keterkaitan saya tidak ada,” kata Imam Subkhi ditemui Radar Lamsel di Kantor DPC PKB, Jum’at (8/2). Legislator yang kini duduk di Komisi C DPRD Lamsel ini membantah bahwa dirinya tak pernah mendapat panggilan Polda Lampung perihal masalah tersebut. Namun ia membenarkan Kepala Desa Tanjungsari Robbani lah yang sempat memenuhi panggilan kepolisian. “ Nggak. Kalau saya nggak pernah dipanggil. Yang dipanggil Polda Lampung itu Kades Robbani dan Kades Tanjungsari sebelum Robbani,” ucap Imam. Pengguguran sebagian hak guna usaha di afdeling Tanjungsenang, kata Imam, diterbitkan pada 26 September 1975 silam. Namun kata Imam, Abbas Hadi Sunyoto yang dikasih kuasa untuk mengurus sertifikat 200 orang itu tidak sesuai aturan sehingga menyulitkan proses adminstrasi seperti yang sekarang terjadi. “ Aturan yang termaktub bahwa tidak dibenarkan penggarap asli lahan dipindahkan kepada orang lain karena akan menyulitkan proses administrasi. Namun Sunyoto yang dikasih kuasa pada waktu itu belum menjadi Ketua DPRD Provinsi Lampung tidak mengurus sesuai aturan sehingga yang muncul justru kolega-kolega dia,” ungkap Anggota DPRD Lamsel dua periode ini. Imbasnya lanjut Imam, orang yang turun temurun menggunakan HGU lahan itu justru tidak sesuai dengan ekspektasi. Karena nama-nama yang muncul dari sertifikat tersebut justru bukan dari kalangan masyarakat lokal yang puluhan tahun hidup disana. “ Kalau kuasa mengurus sertifikat oleh Sunyoto sesuai prosedur maka tidak akan terjadi hal-hal seperti ini. Kalau ini sudah banyak juga masyarakat yang mengadu kepada saya minta didorong penyelesaiannya,” ujar Politikus PKB ini. Untuk diketahui, N.V Prayadipa itu sejatinya merupakan perkebunan karet semacam PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). Namun menurut pengakuan Imam tidak seluruhnya 400 hektar itu ditanami karet. Hanya sebagian saja. Terpisah, Suroyo (40) salah satu warga yang gigih memperjuangkan hak kepemilikan tanah di Desa Tanjungsari menegaskan ada keterlibatan anggota DPRD Lamsel dalam pusaran kasus tersebut. Sebab, Kades Tanjungsari saat ini merupakan saudara dari oknum anggota DPRD Lamsel. “ Kades dan Dewan itu juga belum lama ini dapat panggilan polisi. Karena kami yang melaporkan langsung ke Polri soal dugaan data-data fiktif yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat tanah,” ungkap Suroyo. Sementara jawaban Kantah BPN Lamsel atas pertanyaan warga Tanjungsari perihal dasar validasi penerbitan sertifikat belum sesuai ekspektasi masyarakat. Jawaban yang diambil sendiri oleh Suroyo cs di BPN Lamsel itu hanya mengarahkan mereka untuk menyelesaikan kasus ini ke meja hijau. “ Jawaban sudah kami terima tapi ya itu tadi, kami belum dapat jawaban yang memuaskan. Suara daripada jawaban itu hanya mengarah kepada pengadilan untuk penyelesaiannya. Sementara kalau ke pengadilan kami sebagai penggugat bukan tergugat, warga tidak mau itu terjadi karena sudah pasti kami kalah,” ungkapnya. Suroyo yang sempat mendekam kurungan lima bulan penjara akibat sikapnya yang menentang eksekusi lahan JTTS itu mengatakan akan kembali melayangkan pertanyaan ke BPN Lamsel. “ Kami bakal kirim pertanyaan lagi ke BPN Lamsel, karena jawaban yang ada saat ini belum maksimal. Kami ingin BPN menjabarkan dasar validasi diterbitkannya sertifikat, bukan malah mengarah ke pengadilan,” tandasnya. (ver)

Sumber: