’Gertak Sambel’ Penghapusan Modal BUMDes
KALIANDA – Penghapusan alokasi anggaran penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang kurang produktif sebatas ‘gertak sambel’. Sebab antara pimpinan dan bidang di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lampung Selatan seperti miskomunikasi ihwal rencana utak-atik modal untuk BUMDes yang tak produktif. Kepala DPMD Lamsel Rohadian membantah, akan serta-merta melakukan penghapusan anggaran yang penyertaan modal BUMDes yang dialokasikan melalui Dana Desa (DD) itu. Namun, pihaknya bakal melakukan kajian berdasarkan data dan fakta di lapangan. “Tidak ada itu dihapuskan. Masih kita telaah dan bahas lebih jauh lagi. Kita akan kumpulkan data dari fakta yang ada. Sebab akibat nya apa akan kita dalami dulu. Karena, meskipun sedikit persentase nya masih ada BUMDes yang memberikan keuntungan dan masuk PADes,” ungkap Rohadian kepada Radar Lamsel, Selasa (17/12) kemarin. Meski demikian, pihaknya tidak memungkiri jika alokasi anggaran yang diperuntukan permodalan usaha desa itu diminimalisir. Bahkan, pada tahun ini setiap desa hanya boleh menganggarkan maksimal 5 persen dari DD yang diterima. “Kita hanya membatasi alokasi anggarannya saja. Itu yang bisa kita lakukan. Karena, ketentuannya jelas dalam DD itu sebagian harus digunakan untuk modal usaha desa supaya memberikan keuntungan bagi desa demi mensejahterakan masyarakatnya. Tahun depan kita lihat dulu setelah ada kajian yang mendalam,” imbuhnya. OPD yang membidangi urusan desa ini, mengaku tidak ingin ada BUMDes yang sampai gulung tikar lantaran salah memilih jenis usaha. Maka dari itu, kedepan pihaknya bakal mendorong setiap desa membangun usaha berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masing wilayah. “Seperti contoh di Kecamatan Bakauheni. Potensi nya di bidang pariwisata, maka BUMDes nya kita dorong untuk mengembangkan usaha itu. Kalau toh perkembangannya tidak cepat, minimal ada investasi dari anggaran desa dari perbaikan kawasan wisata tersebut,” lanjutnya. Tak hanya itu, Rohadian juga menegaskan bakal mengevaluasi jajaran pengurus BUMDes yang saat ini mati suri. Langkah ini menjadi salah satu upaya untuk memastikan usaha milik desa bisa berjalan dengan baik ke depannya. “Harapan kita pengurus BUMDes adalah orang-orang yang memiliki latar belakang bisnis. Termasuk juga personel atau anggota dibawahnya juga memiliki jiwa marketing. Karena, dapat dipastikan mereka memiliki relasi yang mampu memberikan sumbangsih dalam mengembangkan usaha tersebut,” pungkasnya. Terpisah, Kabid BUMdes DPMD Lamsel Sampoerno dalam pemaparannya saat kegiatan Bimtek pengembangan dan pelaporan BUMDes bagi pengurus BUMDes dari empat kecamatan yakni, Waypanji, Sidomulyo, Candipuro dan Katibung di balai Desa Sidomulyo Kecamatan Sidomulyo, mengatakan, salah satu pemicu belum produktifnya BUMDes menjadi sumber pendapatan asli desa diantarnya, masih ditemuinya politik kepentingan oleh aparatur desa. “ Disinyalir, selama proses pembentukan dan perencanaan unit usaha yang dituangkan kedalam penyertaan modal melalui anggaran Dana Desa (DD) oleh pemerintah desa, pihak desa belum maksimal melibatkan para pengurus BUMDes dan pemangku kepentingan didesa dalam upaya mengali potensi unit usaha didesa dengan baik,” paparnya. Sehingga, terkesan pemerintah desa dan pengurus asal-asalan dalam mengelola BUMDes. Hal itu dapat terlihat dengan banyaknya ditemui BUMDEs didesa-desa yang belum beroperasi secara maksimal. “ Untuk itu kedepanya, melalui Bimtek ini kami berharap kepada pemerintah desa, para pengurus BUMDes dan pemangku kepentingan didesa dapat bersinergi bersama. Sehingga dengan demikian keberadaan BUMDes yang sehat dan sesuai dengan kebtuhan desa mampu berkontribusi aktif dalam sumber PADes,” harapnya. Ia berharap, kedepanya BUMDes yang telah disetuji penyertaan modalnya oleh pemerintah desa dan sudah melalui analisis unit usaha dengan baik. Maka akan dilakukan monitoring oleh DPMD secara berkala. “ Bila dalam monitoring oleh DPMD dan Inspektorat masih ditemui unit usaha BUMDes belum mampu berkontribusi dalam PADes, maka DPMD akan mengevaluasi dan menunda penyertaan modalnya sementara,” tandas Sampoerno. Sementara, salah seorang pengurus BUMdes yang berasal dari Kecamatan Sidomulyo Sanusi (50) mengakui, belum adanya sinergitas dan komunikasi yang baik antar pemerintah desa dan pengurus BUMDes, dalam perencaan dan pembentukan unit usaha menjadi sebuah kendala yang tidak dipungkirinya. Meski demikian ia berharap, melalui Bimtek sekaligus pencerahan itu oleh DPMD dan para narasumber yang dihadirkan. Baik pemerintah desa, pengurus BUMDes dan masyarakat bisa duduk bersama dalam proses pembentukan dan perencanaan unit usaha didesa. “ Harapanya, kedepan dalam perencanaan pembentukan unit usaha sebelum di masukan kedalam penyertaan modal. Baik pemerintah desa, pengurus BUMDes dan masyarakat harus dilibatkan dalam musyawarah untuk menggali potensi unit usaha didesa. Agar, keberadaan BUMdes dapat berkontribusi dalam PADes,” pungaksnya. Sebelumnya diberitakan, keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Lampung Selatan bak hidup segan mati tak mau. Dari 256 BUMDes dikabarkan 15 persennya mati suri kerena tak menjadi sumber Pendapatan Asli Desa (PADes). Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Lampung Selatan akhirnya menggaungkan rencana yang tak populer demi menghindari bertambahnya jumlah BUMDes yang mati suri. Pada tahun 2020 mendatang penyertaan modal BUMDes untuk desa yang Bumdesnya tak berjalan akan segera dihentikan. Sejak bergulirnya penyertaan modal BUMDes yang bersumber dari Dana Desa (DD) pada 2017 silam, hingga saat ini hanya 97 BUMDes dari 256 desa di Lampung Selatan yang mengucurkan PADes. Itu diutarakan Kepala Bidang Perekonomian, Dinas PMD Lampung Selatan, Sampurno pada saat menggelar Bimbingan Teknis Pengembangan dan Pelaporan BUMDes, di Desa Bandan Hurip, Kecamatan Palas, Senin (16/12). Sampurno mengatakan, lemahnya pengetahuan pengurus BUMDes dalam mengembangkan dan memberikan laporan menjadi kendala utama yang menyebabkan badan usaha yang diperutukan mengembangkan perekonomian desa itu tidak berjalan. “Permasalahannya pengurus BUMDes tidak bisa mengembangkan usah dan memberikan laporan, pengurus BUMDes masih semau-mau. Itu yang akan kita benahi melalui bimbingan Teknis ini,” ujar Sampurno kepada Radar Lamsel di sela kegiatan tersebut. Sampurno menjelaskan, sejak tahun 2017 penyertaan modal BUMDes sudah menyeluruh di 256 desa. Namun hingga saat ini hanya segelintir desa yang sudah cukup berhasil menjalankan usaha dan memberikan PADes, yakni sebanyak 97 desa. Artinya 159 BUMDes lainnya tidak memberi pengaruh signifikan untuk PADes. Ratusan BUMDes lainnya, meski sudah berjalan namun tidak bisa memberikan PADes. Bahkan, tak sedikit BUMDes mati suri atau tidak berjalan karena pengurus BUMDes tidak bisa menganalisis usaha yang akan dijalankan. “Baru 97 desa yang sudah memberikan PADes dari kisaran Rp 700 ribu hingga Rp 34 juta.Semetara desa lainnya pendapatan habis untuk upah pengurus BUMDes. Bahkan sekitar 15 persen (38 desa ‘red) BUMDes di Lampung Selatan mati suri, tidak berjalan,” papar Sampurno. Lebih lanjut Sampurno menjelaskan, kenyataan ini terus menjadi pertimbangan Dinas PMD Lampung Selatan. Bahkan untuk tahun 2020 mendatang bagi BUMDes yang belum bisa berjalan akan dihentikan untuk mendapatkan penyertaan modal usaha. “Kami akan terus membenahi. Untuk tahun 2020 mendatang bagi BUMDes yang tidak berjalan, penyertaan modal tidak akan kita setujui, atau dihentikan. Upaya ini juga akan dituangkan dalam Perbup APBDes,” pungkasnya. (idh/CW2)
Sumber: