Olah Sampah Pasar Dengan Komposter

Olah Sampah Pasar Dengan Komposter

PENENGAHAN – Pemerintah Desa Pasuruan akhirnya angkat bicara mengenai sampah di pasar desa setempat. Pemerintah desa menyebut telah menemukan solusi pengurangan sampah dengan mengolahnya. Sampah yang ada di Pasar Pasuruan diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) seminggu sekali. Tepatnya pada hari Sabtu. Sesampainya di TPA, sampah-sampah organik ini diolah menjadi pupuk organik cair. Dalam pengolahannya, Pemerintah Desa Pasuruan bekerjasama dengan Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) Kabupaten Lampung Selatan. Ikatan antara keduanya terjalin setelah adanya MoU (Memorandum of Understanding). “Jadi sampah-sampah organik yang ada di pasar kami angkut, kemudian diolah,” kata Kepala Desa Pasuruan, Sumali, saat dikonfirmasi Radar Lamsel, Rabu (29/1/2020). Sumali mengatakan pihaknya sedang membuat tong komposter sebanyak 10 blong. Langkah pembuatan ini diharapkan bisa menampung sampah organik yang ada di pasar. Menurut Sumali, penanggulangan masalah sampah yang mengakar selama bertahun –tahun bisa diatasi dengan cara seperti ini. “Kami punya target supaya sampah pasar bisa teratasi, karena kami juga mau ikut lomba desa. Jadi penanganan sampah jadi hal utama,” katanya. Tokoh Pemuda Desa Pasuruan, Sugeng Haryono, mengatakan pengolahan sampah organik dengan komposter masih tahap sosialisasi. Sugeng mengatakan komposter ini dibuat untuk membasmi persoalan sampah di pasar tradisional itu. “Sampah pasar yang kita utamakan. Tapi prosesnya masih panjang karena komposter masih perlu pendampingan untuk pengimpelemtasiannya,” katanya. Diberitakan sebelumnya, bau menyengat dari tempat pembuangan sampah (TPS) Pasar Pasuruan sepertinya masih menjadi masalah tetap. Buktinya, bau sampah di pasar tradisional ini masih mengakar dari pemerintah yang sebelumnya, sampai pemerintah yang baru sekarang. Selasa (21/1/2020), sampah yang dibuang di TPS pasar ini sangat beragam. Mulai dari sayuran dan lain-lain. Padahal, pasar yang notabennya menjadi tempat jual beli makanan harus steril dari gangguan bau busuk. Tetapi pada kenyataannya keberadaan TPS ini sangat mengganggu penciuman. Warga yang sering berkunjung, atau melintasi pasar ini hampir setiap hari mencium bau busuk. Terutama menjelang sore hari. “Kalau pagi mah enggak. Mungkin sampahnya baru ya, jadi masih segar. Yang jadi masalah pas sore hari, mulai kerasa itu (baunya),” kata Mei (24), warga Kecamatan Penengahan. (rnd)

Sumber: