Gaduh Penculikan Rekayasa

Gaduh Penculikan Rekayasa

Dinas PPA: Yang Berhak Menentukan Kebenaran Adalah Polisi

RAJABASA – Pengakuan mengejutkan keluar dari mulut RO (12), bocah yang menjadi korban percobaan penculikan. Setelah dipaksa gurunya, RO mengakui bahwa percobaan itu hanya karangan belaka. Selain penculikan, kaki yang dari semula pengakuannya dipukul oleh penculik ternyata sakit karena jatuh dari pohon yang dipanjatnya. RO terpaksa berbohong lantaran takut dimarahi orang tuanya karena menghilangkan uang Rp10 ribu yang dipakai untuk membeli nasi uduk di sekolah. Salah seorang guru memaksa RO mengakui jika percobaan penculikan itu bohong. Setelah dipaksa, dengan berat hati RO mengakuinya. “Iya, Bu. Bohong. Kakinya jatuh, Bu. Jatuh dari pohon (buah) seri,” kata RO dihadapan gurunya di salah satu ruangan, Rabu (5/2/2020). Awalnya, lanjut RO, dia membeli uduk di sekolah bersama adiknya, Dira. Tanpa disadari, duit Rp10 ribu yang dipegang Dira hilang. Dari situ, Dira mengajak RO menggagas kebohongan. Mereka berdua sepakat jika duit Rp10 ribu itu dicuri oleh orang yang memakai penutup wajah, atau penculik. “Kak, kata Dira, kenapa enggak pura-pura diculik aja. Terus uangnya diambil katanya. Saya bilang, terserah kamu. Terus Dira bilang dipukul penculik, yaudah saya bilang ayuk (bohong),” katanya. Dari pengakuannya, RO merasa kasihan kepada Dira. Tapi guru tersebut menanyakan alasannya kenapa RO bisa memikirkan kebohongan semacam itu. RO mengatakan jika dia merasa kasihan kepada Dira. Sebab, Dira menangis setelah uangnya hilang. “Enggak ada,” ucapnya. Saat dikonfirmasi mengenai viralnya video itu, Camat Rajabasa, Sabtudin, S. Sos bersikap bijak. Sabtudin belum mau memberikan penilaian apakah keterangan dari RO itu bohong, atau benar. Menurut dia, yang pantas menilai kebenaran percobaan penculikan itu adalah pihak kepolisian. “Kita belum tahu juga gimana kebenarannya. Pihak berwajib yang menilai, kita tidak bisa nge-judge. Kita sudah lapor soal pengakuannya, tapi nanti kebenarannya biar polisi yang menentukan,” katanya. Menurut Sabtudin, sementara ini masyarakat jangan menaruh presden buruk terhadap pengakuan RO. Sabtudin mengatakan ada siasat yang harus dilakukan untuk mengetahui kebenaran dari pengakuan RO itu. “Jangan buru-buru. Tapi kita ada rencana sama aparat desa, kita mau jenguk dia. Supaya semuanya jelas. Kita jangan menghakimi dulu,” katanya. Di sisi lain, Kepala Dinas PPA Lampung Selatan, Anasrullah, S. Sos mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menentukan pengakuan dari RO. Pria yang akrab disapa Anas ini menegaskan yang berhak menentukan kebenarannya adalah polisi. Terlepas dari benar atau tidak informasi itu, Anas mengatakan bahwa anak-anak tetap memiliki hak. “Jangankan berbohong, melakukan pidana saja dia dilindungi undang-undang. Tapi yang saya sayangkan di sini kenapa gurunya mengintrogasi anak itu, tidak pantas seorang guru megintrogasi anak muridnya. Kenapa baru sekarang, awal-awalnya ke mana guru itu. Kenapa sudah beberapa hari baru diintrogasi, itu kan tidak elok. Masa sama anak muridnya seperti itu,” katanya. Anas sangat menyayangkan sikap guru yang dinilai berlebihan mengintrogasi RO. Menurut Anas, guru tersebut terlalu keras. Jika memang ingin mennayakan masalah penculikan itu, kata Anas, guru tersebut harusnya bergerak sejak awal. Bukannya jadi pahlawan kesiangan. “Ngomong sama anak enggak begitu caranya. Ngomong baik-baik. Kamu cerita, kenapa. Inilah divideokan, sekarang dia sudah di-bully, mungkin orang mengira dia berbohong. Bisa saja itu betul terjadi, bukan tugas guru menanyakan hal itu. Serahkan saja sama polisi. Guru itu bisa kena UU ITE. Kalau mau, silakan bicara baik-baik, jangan divideokan. Saya kecewa,” katanya. Anas meminta masyarakat mengesampingkan masalah uang yang hilang. Tetapi, yang harus dicari adalah kebenaran tentang penculikan itu. Jadi, kata dia, langkah terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah menyerahkan saja sama pihak kepolisian. “Tapi sekali lagi, jangan sampai anak introgasi seperti itu. Bisa saja psikis anak itu terganggu. Dia bisa saja dalam tekanan. Kita akan lakukan pendampingan. Kami melindungi, bukan mengintrogasi anak-anak. Jaksa dan hakim saja tidak berhak mengintrogasi. Saya selaku orang tua anak-anak se-Lampung Selatan, saya merasa kecewa dengan sikap guru itu,” katanya. (rnd)

Sumber: