Petani Jagung Merugi Rp 300 Ribu Per Hektar

Petani Jagung Merugi Rp 300 Ribu Per Hektar

PALAS – Panen raya jagung di Lampung Selatan di tengah pandemi Covid-19 mebuat harga jagung kian terpuruk. Saat ini harga jagung di tingkat petani jatuh hingga Rp 1.800 per kilogram. Harga jagung di masa pandemi Covid-19 merupakan harga terburuk selama lima tahun terakhir. Dimana harga jagung terendah hanya mencapai Rp 2.000 per kilo gram, maka tak heran pada musim ini petani jagung mengalami kerugian. Ketua Gabungan Kelompok Tani  Karya Rejo Desa Rejo Mulyo Kecamatan Palas Kodir mengaku, penyebab merosotnya harga jagung saat ini dipengaruhi dua sebab. Pertama musim panen jagung yang serentak, dan menurunnya produksi perusahaan pakan di masa pandemi Covid-19. “Saat ini harga jagung sudah sangat jatuh, ditingkat petani sudah Rp 1.700 – 1.800 per kilo gram. Penyebabnya karena Covid-19 serta penen jagung yang serentak di Lampung Selatan,” ujar Kodir memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Selasa (21/4). Kodir menjelaskan, jika dilihat dari biaya sewa lahan hingga biaya panen rata-rata petani mengeluarkan modal mencapai Rp 12,9 juta untuk satu hektar lahan dengan hasil panen 7 ton jagung. Dibandingkan dengan harga saat ini, sambung Kodir, maka tak ayal kebanyakan petani di wilayah Kecamatan Palas terutama di desannya sebagian besar mengalami kerugian. “Saya juga pernah menganalisa, rata-rata petani disini mengeluarkan modal Rp 12,9 juta untuk satu hektar lahan dengan hasil panen 7 ton, satu musim panen. Jika jagung dijual dengan harga Rp. 1.800 petani hanya dapat uang sebesar Rp 12,6 juta, artinya petani merugi sebesar Rp 300 ribu untuk musim panen saat ini,” jelas Kodir. Kodir mengatakan, harga jagung musim ini merupakan terburuk selama lima tahun terakhir. Saat ini, ucap Kodir, di gudang penggilingan jagung yang dikelola oleh Gapoktan juga masih menumpuk 40 ton jagung lantaran belum bisa dijual ke pabrik. “Kalau engga ada Covid ini, biasanya menjelang akhir musim panen saat ini harga mulai naik, tapi sekarang harga makin jatuh, gudang di pabrik penuh, antriannya lama kalau mau jual,” ucapnya. Kodir juga mengharapkan pemerintah untuk dapat mengendalikan harga jagung saat ini. Namun kata dia tersebut sulit dilakukan lantaran harga jagung dikendalikan oleh pegusaha pabrik. “Sebenarnya petani memang sangat mengharapkan pemerintah bisa menstabilkan harga, tapi saya rasa sulit. Karena yang mengendalikan harga jagung itu pabrik, pemerintah sulit kalau mau menaikan harga,” ujarnya. Hal tersebut juga diamini oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penyuluh Pertanian Kecamatan Palasa, Agus Santosa. Saat ini musi panen jagung di wilayah Palas sudah mencapai 70 persen dari 3.600 hektar lahan, dimana seharunya grafik harga jagung sudah mengalami kenaikan. “Banyak petani yang merugi, belajar dari musim-musi sebelumnya kalau panen sudah 70 persen biasanya harha mulai naik, tapi sekarang tidak. Kami juga enggak bisa berbuat apa-apa terkait masalah harga mungkin dinas perdagangan bisa,” terangnya. Sementara itu Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Lampung Selatan Bibit Purwanto mengaku, pihaknya sudah melakukan konsultasi terkait merosotnya harga jagung di Bumi Khagom Mufakat ini. “Kalau Dinas Pertanian enggak bisa mengotrol harga,  tapi Kamis pekan kemarin sudah kami komunikasikan dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi agar harga jagung  bisa dikendalikan dengan menggandeng dinas perdagangan,” pungkas Bibit. (vid)

Sumber: