Padi Ribuan Hektar Tumbang, Petani Panen Dini
SRAGI – Sekitar 1.400 hektar tanaman padi di wilayah Kecamatan Sragi pada musim panen rendeng tahun ini terpaksa panen lebih awal dengan cara manual, tanpa menggunakan mesin Combine. Hal tersebut terpaksa dilakukan petani lantaran, mendekati masa panen tanaman, padi tumbang akibat diterpa hujan angin pada satu pekan belakangan. Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penyuluh Pertanian Kecamatan Sragi Eka Saputra mengatakan, tanaman padi yang roboh akibat diterpa hujan angin di wilayah Sragi telah mencapai 1.474 hektar. Pada awal Mei lalu, hujan disertai angin kencang menyebabkan 410 hektar tanaman padi tumbang. Kemudian pada akhir Mei bencana tersebut kembali terulang dan menyababkan 1.064 hektar tanaman padi roboh. “Dari total luas 2.532 hektar tanaman padi, yang roboh mencapai 1.474 hektar, hampir 60 persennya. Pertama pada awal Mei seluas 410 hektar, kemudian satu pekan belakangan bertambah 1.064 hektar,” ujar Eka Saputra memberikan keterangan Radar Lamsel, Senin (1/6) kemarin. Eka menjelaskan, hujan deras disertai angin kencang pekan kemarin, menyebabkan tanaman padi seluas 1.474 hektar yang tersebar di enam desa roboh. Ke enam desa tersebut yakni, Desa Sukapura 395 hektar, Mandalasari 165 hektar, Kuala Sekampung 320 hektar, Kedaung 133 hektar, Baktirasa 10 hektar, dan Desa Margasari 41 hektar. “Kalau sudah roboh, padi tidak bisa dipanen dengan Combine. Petani terpaksa memanen padi dengan cama manual mengunakan tenaga manusia, harus diarit,” ucap Eka. Eka mengaku, hingga saat ini petani juga mengalami kesulitan mencari tenaga buruh untuk memanen padi yang telah roboh. “Selain hasil panen berkuarang, saat ini masalahnya petani juga kesuliatan mencari buruh tani. Padahal padi yang sudah roboh harus segera dipanen, sebelum mengalami kerusakan,” sambungnya. Hat tersebut juga diamini oleh Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Makmur Desa Kuala Sekampung, Wanto. Ia mengaku diwilayahnya terdapat 320 hektar tanaman padi yang roboh. Saat ini petani juga kesulitan mencari tenaga buruh untuk memanen padi yang telah roboh. “Cari buruhnya susah, akibat petani harus ngantri jika ingin memanen padi. Belum lagi upah saat ini sudah tinggi yakni Rp 80 – Rp100 ribu perorang. Untuk satu hektar biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 6 juta, kalau pakai mensin paling Rp 3 juta” terangnya. Akibat bencana ini, sambung Wanto, meski hasi penen berkurang hingga 30 persen namun sebagian besar petani di Kuala Sekampung juga lebih memilih menyimpan hasil panen. “Ada hikmahnya juga, sekarang hasil panen disimpan atau ditimbun oleh petani, ini sudah jarang dilakukan petani. Nanti kalau harga padi sudah membaki hasil panen akan dijual,” pungkasnya. (vid)
Sumber: