Harga Jual Hasil Tani Rendah Saat Panen
Petani Dorong BUMD Pertanian Segera Beroperasi
KALIANDA – Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bidang Pertanian yang masih berproses tengah ditunggu kehadirannya dari berbagai kalangan, khususnya para petani. Pasalnya, perusahaan ‘plat merah’ ini dikabarkan siap menjawab semua keluhan masyarakat dibidang pertanian khususnya soal rendahnya harga jual hasil pertanian disaat panen raya. Seperti halnya yang terjadi saat musim panen cengkih tahun ini. Harga jual komuditi rempah-rempah ini, hanya dibanderol dengan harga Rp47 ribu per kilogramnya oleh tengkulak. Kondisi ini, membuat para petani cengkih di Kecamatan Rajabasa menjerit. Sebab, biasanya mereka bisa menjual paling rendah dengan harga Rp70 ribu per kilogramnya. “Entah sudah nggak bisa ngomong apa-apa lagi sekarang ini. Kita sebagai petani dapat apa kalau harga jual hasil bumi terus merosot pada saat musim panen raya. Sudah habis semua hasilnya untuk biaya perawatan dan upah unduh,” ungkap Zaini (41) petani cengkih asal Desa Canti, Kecamatan Rajabasa, Minggu (9/8) kemarin. Dia menilai, adanya monopoli atau permainan harga dari kalangan tengkulak. Sebab, selama ini harga hasil bumi selalu merosot ketika musim panen tiba. “Kalau mau dibilang sih nggak sesuai hasilnya. Tapi harus bagaimana lagi. Karena, hitung-hitungannya pemilik kebun hanya memperoleh setengah dari harga jual itu setelah dipotong upah pekerja yang memanennya. Itu belum dengan biaya perawatan termasuk pupuknya,” cetusnya. Tak berbeda jauh dengan yang dikatakan Mukhtar (37), warga lainnya. Dia menyebut, pada musim panen cengkih tahun ini harga jual tertinggi hanya berada di angka Rp55 ribu per kilogramnya. “Belum ada satu bulan harga itu sudah turun jadi Rp47 ribu. Gimana nanti mau jadi berapa lagi harganya turun. Sekarang saja masih banyak hasil cengkih yang masih belum kering,” kata Mukhtar. Di bagian lain, rendahnya harga jual hasil pertanian pada saat musim panen juga dikeluhkan para petani buah melon di Kecamatan Palas. Mereka berharap BUMD di bidang pertanian yang tengah berproses bisa menjadi solusi yang selama ini dikeluhkan para petani. “Miris mas. Harga melon sekilo hanya Rp5 ribu. Padahal biasanya kita masih jual dengan harga kisaran Rp8-10 ribu per kilo nya. Sekarang ini pas panen besar lha kok harganya turun drastis. Tapi mudah-mudahan dengan terbentuknya BUMD pertanian seperti yang saya dengar bisa menjadi solusinya,” keluh Purwanto (43) petani melon di Kecamatan Palas, kemarin. Purwanto menjelaskan, informasi soal BUMD itu dia dengar dari kalangan petani lain diwilayah tersebut. Sari sepengetahuannya, BUMD itu bakal membeli hasil pertanian para petani dengan harga terbaik. “Semoga saya tidak salah mendengar informasi soal BUMD itu. Jangan hanya sebatas angin segar saja dan menyenangkan kami para petani. Karena, selama ini kami sangat menderita dengan rendahnya harga jual hasil pertanian saat musim panen besar tiba,” tukasnya. Terpisah, Kepala DTPHP Lamsel, Bibit Purwanto, SP enggan berbicara banyak soal BUMD tersebut. Sebab, pihaknya bukan leading sektor inti yang menangani soal pembentukan perusahaan daerah tersebut. “Yang jelas, kita sama-sama berharap semoga prosesnya segera rampung. Maka dari itu kita dorong bersama-sama agar pemerintah pusat segera mengeluarkan izin soal pembentukan BUMD di bidang pertanian ini,” kata Bibit via telepon. Meski demikian, Bibit tidak menampik, jika BUMD pertanian adalah salah satu perusahaan yang bakal menampung hasil pertanian warga diwilayah kerjanya. Hal itu tidak lain guna membantu meningkatkan perekonomian masyarakat dibidang pertanian. “Salah satunya benar soal itu. Tapi akan banyak hal positifnya dengan adanya BUMD pertanian itu sendiri. Mungkin kedepannya DTPHP bakal terlibat secara intensif di dalam BUMD itu sendiri,” pungkasnya. (idh)Sumber: