Impor Beras Ancam Gabah Terjun Bebas
PALAS – Kabar impor satu juta ton beras yang akan dilakukan pemerintah pusat mulai membuat kalangan petani wilayah Palas resah. Mereka khawatir, dengan adanya impor beras tersebut membuat harga jual gabah turun pada musim panen. Saat ini harga jual gabah tingkat petani juga sudah menurun yaitu, diangka Rp 3.700 per kilogram merosot cukup jauh dibandingkan pada musim gadu lalu yang bertahan diangka Rp 4.000 per kilogram. Sekretaris Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bersama, Desa Bumidaya, Ulil Huda mengatakan, untuk saat ini harga jual gabah ditingkat petani sudah menurun jauh dibandingkan pada musim panen gadu lalu. Padahal musim panen rendeng baru dimulai pekan ini. “Petani khawatir harga gabah akan terjun bebas pada musim panen rendeng tahun ini. Pada awal panen ini harga sudah jatuh jika dibandingkan pada musim panen gadu lalu,” ujar Ulil memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Kamis (25/3) kemarin. Ulil mengungkapkan, keresahan petani makin bertambah dengan adanya rencana pemerintah pusat yang akan mengimpor satu juta ton beras yang akan mempengaruhi harga jual gabah di tingkat petani. “Sekarang harga gabah sudah diangka Rp 3.700 bahkan ada yang Rp 3.600. Ini baru awal panen, bagaimana kalau sudah masuk puncak panen. Belum lagi jika beras impor sudah masuk,itu akan sangat berpengaruh dengan harga gabah,” terangnya. Pada pekan pertama musim panen gadu ini, setidaknya sudah ada 35 hektar hamparan padi yang sudah dipanen. Ini baru 7 persen dari total luas tanaman padi di Desa Bumidaya yang mencapai 500 hektar. “Dan saat ini hasil produksi gabah juga menurun hanya 6 ton setiap satu hektar, kalau musim gadu lalu bisa dapat 7 sampai 8 ton. Petani akan merugi tentunya jika harga turun lagi,” sambungnya. Keresahan petani anjloknya harga gabah pada puncak musim panen musim rendeng tahun ini juga diutarakan oleh Ketua Gapoktan Bina Tani Mandiri, Desa Tanjung Jaya, Darsudin. Menurutnya pemerintah pusat tak perlu mengimpor beras sebagai upaya menjaga stok beras nasional. Sebab produksi beras nasiolah dirasa masih mencukupi, selain itu kualitas beras dalam negeri tak kalah dengan beras impor. “Untuk saat ini saja, harga sudah turun Mas. Apalagi kalau sudah masuk puncak dan beras impor sudah masuk. Produksi beras nasional sudah banyak, apalagi sekarang sedang musim panen raya. Harapan kami pemerintah tak perlu mengimpor beras dari luar negeri,” tuturnya. Sementara itu Plt. Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kecamatan Palas, Tarmija menuturkan puncak musim panen tiba pada pertengahan April mendatang. Ia juga mengaku belum mengetahui perkembangan harga gabah di tingkat petani saat ini. “Sekarang sudah ada 40 hektar yang sudah panen, puncaknya masuk pada pertengahan April nanti. Tapi untuk harga saya belum pantau, berapa di tingkat petani,” pungkasnya. Diketahui harga Gabah Kering Panen (GKP) pada musim tanam rendeng tahun ini, di tingkat petani mengalami kemerosotan. Dari tahun sebelumnya, harga GKP bertengger di kisaran Rp 4.000-4.200 perkilogramnya kini hanya Rp 3.600 perkilogramnya. Menurut salah seorang pemilik pabrik penggilingan padi di Desa Purwodadi, kecamatan setempat Rudi (50) mengatakan, merosotnya harga GKP di tingkat petani diwilayah Waysulan, dipengaruhi akibat waktu panen yang bersamaan di beberapa daerah di sekitar Lampung. \" Saat ini, di daerah seputaran Lampung dan Daerah Sumatera Selatan sedang panen raya. Sehingga, mempengaruhi harga GKP di tingkat petani,\" ungkap Rudi saat memberikan keterangan kepada Radar Lamsel. Disamping itu, menurut Rudi lagi, menurunnya harga GKP juga, akibat Perum Bulog belakangan, mengurangi aktivitas penyerapan beras hasil produksi dari pabrik penggilingan milik pengusaha lokal. Sehingga, memaksa para pengusaha lokal lebih memilih untuk menahan diri melakukan aktivitas penyerapan gabah para petani. Alhasil, penyerapan gabah ditingkat petani tidak terserap maksimal. \" Belakangan Bulog tidak lagi menyerap Beras dari pabrik-pabrik penggilingan padi milik lokalan. Sehingga, kami pengusaha terpaksa membatasi penyerapan gabah petani. Berakibat hasil produksi padi petani tidak maksimal dan berpengaruh terhadap haraga jual, karena stock berlimpah,\" katanya. Sementara, Mbah Wit (60) petani Desa Purwodadi menuturkan, dirinya sangat mengeluhkan, merosotnya harga GKP ditingkat petani tersebut. Dirinya tidak mengetahui apa penyebabnya harga GKP ditingkat petani mengalami penurunan. \" Ya, kalo harga gabah basah Rp 3.600, perkilonya jelas belum sesuai menutupi biaya oprasional. Belum lagi jika dihitung waktu pengerjaan mulai dari olah lahan sampai panen, harga ini belum bisa dikatakan dapat menutup rasa capek,\" kata Mbah Wit. Ia berharap, pemerintah dapat mememperhatikan keluhan petani tersebut. Yang menganggap harga GKP di tingkat petani yang belum ideal itu. \" Harapan kami, harga GKP setiap tahunya minimal bisa stabil. Saya berharap, pemerintah mendengar keluhan petani ini,\" harapnya.(vid/sho/red)
Sumber: