’Jeritan’ di Pengosongan Lahan
JATIAGUNG - Sebanyak 300 personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dikerahkan untuk melakukan pengosongan lahan, di Desa Way Hui, Kec. Jati Agung, Kab. Lampung Selatan. Atau tepatnya di jalur dua kota baru, didepan Mapolda Lampung. Adi Giwox Saputra (46) warga yang mendiami lahan tersebut menjelaskan, bahwa dirinya sangat kecewa terhadap apa yang dilakukan oleh Pemprov Lampung. Apalagi pihaknya melalui kuasa hukumnya telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Kalianda, Lampung Selatan. \"Tapi tetap ada penggusuran. Dan suara kita juga enggak pernah didengarkan. Diundang rapat pun enggak boleh ngomong. Diundang rapat cuma sekali. Mau kita juga kan mediasi. Bagaimana bagusnya,\" katanya, Senin (19/4). Menurutnya, sampai langkah penggusuran ini dilakukan pihak Pemprov Lampung sendiri tidak pernah memberikan jalan tengah. Pun solusi. \"Tidak ada. Kita tetap akan melakukan proses hukum kita lakukan gugatan ke pengadilan. Dan kami tidak tahu mau kemana. Hingga saat ini sudah banyak ruko yang digusur. Juga tidak diberikan kompensasi. Tidak ada kebijakan bantuan. Kami dianggap sampah,\" kata dia. Apalagi lanjut dia, pemberitahuan untuk pengosongan lahan ini pun dikesankan secara mendadak. \"Undang rapat dikasih surat besok harus dikosongkan. Saya sudah menempati lahan tersebut sejak tahun 2013. Ada pemberitahuan itu di tahun 2019. Tapi itu juga enggak sampai ke kami. Itu hanya sampai Sudaryanto sama Abas. Saya hanya pembeli,\" pungkasnya. Kepala Bidang Peraturan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Provinsi Lampung Lakoni menjelaskan, selain personel dari Satpol PP pihaknya juga meminta bantuan dari Polda Lampung, dengan jumlah 110 personel. \"Ada juga dari pihak TNI AD sebanyak satu pleton. Kita mulai eksekusi sejak pukul 09.00 WIB tadi pagi. Karena kita menunggu alat berat masih dalam perjalanan. Alat berat ada dua ekskavator kita kerahkan,\" katanya. Menurut Lakoni -sapaan akrabnya- dalam pengosongan lahan ini, ada sekitar 17 unit bangunan rumah toko (ruko) yang dirobohkan. \"Itu diantaranya ada ruko sekaligus tempat tinggal. Juga ada rumah tadi,\" katanya. Ditanya tadi sempat ada sejumlah perlawanan dari masyarakat, yang menempati lahan tersebut, Lakoni pun menjelaskan apabila itu hal yang sah-sah saja. \"Ya namanya orang memperjuangkan hak. Tapi kita sudah yakin apa yang dimiliki dan mereka juga sudah menyadari kok semestinya eksekusi itu hanya 3 kali peringatan. Ini sudah 7 kali. Dan mereka mau menggugat tetapi enggak jadi lalu tertunda,\" kata dia. Karena pihaknya masih mementingkan rasa kemanusiaan, akhirnya pun piha Satpol PP pun menunda jadwal pengosongan lahan tersebut. \"Ya mereka minta itu (untuk menunda) makanya kita tunda lagi. Tapi ternyata enggak juga (dikosongkan),\" ucapnya. Lalu ketika pihaknya memutuskan dan memberikan peringatan untuk segera mengosongkan dan mengeksekusi pada Senin (19/4), barulah pihak masyarakat pada Jumat (16/4) lalu melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Kalianda. \"Ya kalau gugatan itu silahkan saja. Nanti kalau Pemprov Lampung kalah kita untuk menanggung konsekuensinya. Pemprov akan mengganti kerugian mereka,\" jelasnya. Menurutnya lagi, pihak Pemprov Lampung melakukan eksekusi ini tidak semerta-merta tak mempunyai alasan. Karena atas dasar adanya sertifikat nomor 3 tahun 2014 itulah pihaknya berani melakukan pengosongan lahan tersebut. \"Memang betul mereka sudah ada AJB di tahun 2017. Tapi sebelumnya di tahun 2014 mereka sudah punya AJB. Tetapi AJB itu sudah dibatalkan oleh pihak kecamatan dan sporadiknya sudah dibatalkan oleh pihak kelurahan. Ya karena bertentangan bahwa tanah ini sudah mempunyai sertifikat,\" ujarnya. \"Karena sudah mempunyai sertifikat tersebut kita lakukan pengosongan hari ini. Kita bukan eksekusi tetapi pengosongan. Kalau eksekusi itu keputusan pengadilan. Karena kita pengosongan aset Pemprov Lampung karena sudah akan dibangun fasilitas umum,\" pungkasnya. Pihak kuasa hukum yang mendiami lahan di Desa Way Hui, Kec. Jati Agung, merasa kecewa atas keputusan pengosongan lahan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. \"Ya kami selaku kuasa hukum dari pada penggugat merasa kecewa. Kami sudah memasukan gugatan ke PN Kalianda. Tetapi mereka tetap tidak mengindahkan dan melakukan pengosongan secara paksa. Kami berharap agar pemerintah provinsi itu pada awalnya itu bisa mendengar klien kami tidak pernah diundang untuk mediasi,\" katanya, Senin (19/4). Sementara klien nya mempunyai atas hak atas lahan ini. Dari beberapa bukti. karena memang berawal bahwa tanah ini milik Hi.Djamsari telah dikuasai 1960. Dan dihibahkan kepada putranya Sudaryanto pada tahun 1983 itu ada proses jual beli ke beberapa orang. \"Pembeli yang beritikad baik itu dilindung undang undang. Makanya kita ada bukti alas hak. Sementara pemerintah mengklaim ada bukti serupa yakni sertifkat hak pakai 03. Tetapi itu belum pernah diperlihatkan. Kami sudah menyurati BPN Lamsel perihal kedudukan tanah ini. Tetapi sampai sekarang tidak ada balasan,\" ungkap dia. Untuk itulah pihakny, tetap akan melanjutkan proses hukum dan korodimasi dengan tim bagaimana langkah selanjutnya. \"Karena pemerintah tidak menghormati proses hukum yang telah terdaftar di pengadilan,\" kata dia. Sementara itu, Qodratul Ikhwan Asisten I menjelaskan, tahap untuk pengosongan lahan ini sudah dilakukan sejak lama. Bahkan sejak tahun 2015. \"Termasuk mengingatkan masing-masing pihak yang menempati lahan ini. Ya kita sudah melakukan berkali-kali pertemuan. Sampai datangnya kesimpulan sekarang. Ini semata-mata kita menegakkan peraturan. Baik perundang-unfangan maupun peraturan daerah,\" jelasnya. Lalu ditanya mengenai adanya gugatan ke PN Kalianda. Dirinya hanya menanggapi dingin. \"Ya itu juga kan prosesnya baru hari Jumat kemarin mereka melakukan. Sementara ini kita akan melakukan eksekusi tanggal 12 Senin lalu ini pun kita tunda. Baru hari ini kita lakukan. Ya nanti kita tanggapi di pengadilan prosesnya apa,\" katanya. Menurutnya lagi, pihak masyarakat tersebut menempati secara tidak benar dan bukan milik per orangan. \"Kan sudah kita ingatkan. Dan mestinya mereka terimakasih dong sekian lama menempati enggak dia apain. Seharusnya terimakasih. Jangan udah diberi kelonggaran lantas mau melakukan ini. Dan ini bukan milik pemerintah. Dan ini milik semua warga yang dikuasai oleh mereka. Untuk kepentingan kita bersama,\" tegasnya. Lanjutnya, lahan ini nantinya akan dibangun untuk pelebaran jalan. Pun untuk tempat putar balik para kendaraan. \"Ya rencana memang akan digunakan untuk pelebaran,\" ungkap dia. Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung Fahrizal Darminto mengatakan, setiap orang dapat mengklaim dengan cara masing-masing. Namun, Pemprov Lampung telah memiliki Sertifikat resmi lahan itu. \"Setelah dilakukan proses sesuai dengan tehapannya. Pertama warga-warga yang bersangkutan telah diberikan surat teguran. Kedua, warga sudah diberikan penjelasan. Ketiga, pembersihan lahan oleh provinsi,\" ujarnya saat ditemui di DPRD Lampung, Senin (19/4). Karena bangunan ilegal dan telah dikuasai secara ilegal, lanjut Fahrizal, pemprov perlu melakukan teguran secara fisik. \"Oleh karena itu, Pemprov Lampung telah legal menguasai, tapi kita juga harus menguasai secara fisik. Alhamdulilah tadi sudah kita bersihkan,\" jelasnya. Ditanya terkait luas lahan dan akan digunakan menjadi apa kedepan, Fahrizal mengaku akan dijadikan tempat fasilitas umum, bisa taman, bisa jalan. \"Kalau luasnya saya kurang hafal bisa tanya pak Asisten I. Yang jelas aset Provinsi Lampung harus dikuasai. Sama kita punya tanah tapi dikuasai orang,\" terangnya. Kemudan terkait ganti rugi, kata Fahrizal Pemprov tidak akan memberi ganti rugi. \"Tidak ada, oleh karena saat membangun mereka juga tidak izin ke kita (Provinsi Lampung,red),\" ucapnya. (rnn)
Sumber: