Way Sekampung Terancam Seperti Bengawan Solo
Terancam Limbah, Setrum, Pukat hingga Putas
SRAGI – Ancaman kerusakan lingkungan di Way (sungai.red) Sekampung, di Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi tak banyak mendapat perhatian serius dari aparat Kabupaten Lampung Selatan. Alih-alih menjaga keragaman spesies ikan, sampai saat ini ancaman limbah hingga penangkapan ikan tak ramah lingkungan terus berlangsung tanpa adanya sanksi yang jelas pihak berwenang. Minimnya edukasi untuk menjaga Way Sekampung juga turut menambah ancaman. Itu terlihat pada dua pekan lalu, sejumlah masyarakat Desa Bandar Agung justru senang dengan matinya ribuan ikan Sungai Sekampung yang diracun. Ketua Kampung Siaga Bencana (KSB) Desa Bandar Agung Iskandar mengatakan, ancaman kerusakan lingkungan di sungai ternama di Provinsi Lampung ini semakin menjadi. Mulai dari limbah pabrik, serta penangkapan ikan tak ramah lingkungan seperti pukat, meracun ikan, dan setrum semakin tak terbendung. Semuanya ini berlangsung tanpa ada tindakan. “Kalau limbah sudah jarang, karena setiap pabrik di hulu sugai sudah dapat pegawasan ketat. Tapi putas (meracun ikan.red) dan setrum yang semakin tak terkendali, dan lagi-lagi kalau banyak ikan yang mati diracun dikatakan disebabkan oleh limbah pabrik. Sampai kini tak ada pengawasan sama sekali dari pemerintah,” kata Iskandar memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Rabu (22/9). Minimnya pengetahuan masyarakat untuk menjaga kelestarian Sungai Sekampung juga membuat aksi penangkapan ikan tak ramah lingkungan ini semakin manjadi. Matinya ribuan ikan dua pekan lalu justru membuat sebagian masyarakat senang karena bisa mendapat ikan dengan mudah. Sementara kasus meracun ikan mengendap begitu saja, tanpa adanya laporan dari warga. Pihak desa dan KSB baru mengetahui kasus matinya ribuan ikan setelah tiga hari kemudian. “Warga dapat ikan banyak di sungai berlangsung selama tiga hari, ada yang sehari dapat uang Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu. Ya mereka senang. Kami KSB dan pemerintah desa baru tahu setelah tiga hari itu karena tidak ada yang lapor,” ungkapnya. KSB sendiri, kata Iskandar, sudah banyak tahu bahkan kerap melihat langsung oknum yang melakukan penangkapan ikan tak ramah lingkungan di hilir Sungai Sekampung. Sayangnya pihaknya tak bisa mengambil tindakan sebab tak pernah pernah diberikan kewenangan untuk menjaga Sungai. “Sering kami lihat, orang yang nyetrum dan menjaring pukat. Tapi kami enggak bisa mengambil tindakan, karena tidak pernah diberikan kewenangan yang sah baik dari Pol Airud, Dinas Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup. Dan juga resikonya lebih besar, orang yang nyetrum ikan lebih siap mati, tak jarang mereka membawa senjata api,”tuturnya. Sungai Sekampung tak boleh senasib dengan Sungai Bengawan Solo, yang kini telah tercemar dan tak lagi memberi kehidupan untuk masyarakat. Kerusakan Sungai Sekampung tak hanya mengancam nelayan sungai saja, tapi juga akan membunuh sektor budidaya udang di Desa Badar Agung. Iskandar juga mengharapkan, pemerintah bisa membentuk tim untuk menjaga kelestarian Sungai Sekampung. “Kalau pemerintah enggak bisa melakukan pengawasan langsung. KSB siap ikut menjaga Sekampung, asalkan sudah diberikan wewenang dan wawasan betuk di tim ditingkat desa. Dan Masyarakat juga harus diberikan sosialisasi,” sambungnya. Muhammad Basri (65) , salah satu nelayan Sungai Sekampung asal Desa Kuala Sekampung manjadi salah satu masyarakat yang kerap merasakan dampak dari pembuangan limbah, meracun ikan, dan yang baru marak setrum ikan. Sejak tahun 75 menjadi nelayan di Sungai Sekampung, Muhammad sendiri tak pernah melihat pemerintah melakukan tindakan kepada oknum yang merusak sungai. “Dulu tahun 83 ada pabrik yang buang limbah, itu sudah ditangani pemerintah. Dan sekarang tidak ada lagi, bahkan saya sendiri menganggap tak ada pemerintah dan polisi, karena tidak ada penanganan sama sekali,” tutur Basri. Basri juga telah menjadikan Sungai Sekampung sebagai satusatunya sumber penghasilan keluarganya. Matinya ribuan ikan akibat racun itu juga ia saksikan dari halaman rumahnya yang berdiri di bantaran Sungai Sekampung. “Sungai Sekampung sudah jadi sumber pendapatan satu-satunya, sepetak tanah saya tidak punya. Rumah juga masih numpang di tanah pemerintah. Banyak ikan yang mati dihalaman rumah saya, tak ada yang saya ambil walau satu ekor. Karena saya sangat benci dengan meracun atau menyetrum. Harapan saya peristiwa dua pekan lalu menjadi yang terakhir kalinya di Sungai Sekampung,” harapnya. Radar Lamsel sudah menghubungi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lampung Selatan, Feri Bastian untuk meminta tanggapan terkait langkah apa yang bakal dilakoni DLHD. Namun nomor telepon yang bersangkutan dalam kedaan tak aktif siang kemarin. Sebelumnya, Tokoh masyarakat Desa Bandar Agung Numi Candra mengaku, kematian spesies ikan dan udang di Way Sekampung terjadi dua pekan lalu. Ulah manusia tak bertanggungjawab itu sempat menghentikan aktivitas nelayan Bandar Agung dan Kuala Sekampung. “Baru dua hari ini nelayan mulai turun ke sungai. Karena ikan laut kembali naik ke muara sungai, sebelumnya tidak ada ikan. Harapan kami pemerintah bisa turun tangan. Sebab ancaman ini sudah sering terjadi,” kata dia kepada Radar Lamsel, Selasa (21/9). Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Lampung Selatan angkat bicara soal ancaman kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Sekampung itu. Sekretaris DLHK Lampung Selatan Solikhudin mengatakan, ancaman kerusakan lingkungan di Sungai Sekampung ini tentunya akan menjadi perhatian pihaknya. Mengingat Sungai Sekampung telah menjadi ladang pengahasilan nelayan sungai di Kecamatan Sragi. “Belum ada laporan terkait ancaman kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah ini. Tapi masalah ini akan menjadi perhatian kita, sebab Sungai Sekampung sudah menjadi sumber penghasilan nelayan,” kata Solikhudin kepada Radar Lamsel, di Desa Palas Aji, Selasa kemarin. (vid/red)Sumber: