Potensi Lapangan Kerja dari Pengrajin Capela
KALIANDA – Produk alat tangkap nelayan asal Lampung Selatan memang memiliki kualitas yang bersaing. Seperti jala yang di produksi di Desa Kuala Sekampung, Kecamatan Sragi hingga capela yang dipasarkan oleh pemancing asal Desa Merak Belantung, Kecamatan Kalianda berhasil menembus pasar nasional. Sayangnya, para pengrajin alat tangkap nelayan ini jauh dari perhatian Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Baik dari Dinas Kelautan dan Perikanan, atau dari Dinas Koperasi dan UMKM. Dialami oleh Abdul Jalil (47) pengrajin capela asal Desa Merak Belantung, Kecamatan Kalianda. Yang telah berhasil memasarkan produk umpan memancing cumi hingga ke luar Lampung. Jalil menceritakan, profesi pengrajin umpan tiruan persis menyerupai udang itu sudah ia geluti sejak 17 tahun yang lalu. Meski telah banyak pengrajin, namun Jalil sebagai salah satu perintis di Lampung Selatan. “Saya juga dulunya memang hobi memancing, untuk mengisi waktu luang. Tapi sambil belajar membuat upan sendiri, dan sampai sekarang. Termasuk yang pertama di Lampung Selatan pembuat capela,” ujar Jalil kepada Radar Lamsel, saat ditemui di kediamannya Dusun Muing, Desa Merak Belantung, Minggu (26/9) kemarin. Jalin menuturkan, hasil produksi usaha yang dirintisnya sejak 17 tahun itu kini telah tembus di pasar nasional. Dalam sebulan tak kurang dari seribu capela yang ia produksi untuk memenuhi pesanan dari wilayah Lampung, hingga Anyer dan Sulawesi. Omzet yang peroleh juga mencapai belasan juta. “Bahkan dulu saya sempat memproduksi sampai dua ribu capela dalam sebulan, sekarang turun jadi seribu. Dijualnya pun ke seluruh Lampung, bahkan distributor dari Sulawesi Tengah sampai saat ini masih banyak jadi pelanggan kita,” ungkapnya. Turunnya angka produksi capela buatannya bukan disebabkan minimnya minat pembeli. Sampai saat capela buatannya dengan bentuk yang khas masih banyak diminati oleh para pemancing. Selain sulit mencari pekerja, keterbatasan alat produksi juga menjadi kendala utama yang ia alami sampai saat ini. “Pernah punya karyawan sebelas, sekarang sisa tiga orang lagi kebanyakan ibu rumah tangga. Sekarang sulit cari orang yang mau bekerja ditambah peralatan yang serba manual. Jadi sekarang ini banyak pesanan yang tidak terpenuhi,” sambungnya. Meski telah menjalani profesinya selama 17 tahun, namun usahanya ini belum pernah mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Bantuan modal ataupun pelatihan tak pernah ia dapatkan. Padahal menurutnya usahanya ini memiliki potensi yang cukup besar untuk untuk medorong ekonomi masyarakat dan meyerap tenaga kerja. “Sangat mengharapkan dukungan dari pemerintah seperti bantuan modal atau pelatihan pemasaran. Sudah pernah mengusulkan tapi enggak tembus. Dinas perikanan atau koperasi memberikan bantuan padahal usaha saya ini memiliki potensi,” pungkasnya. (vid)
Sumber: