Pilkades: Martabat dan Modalnya

Pilkades: Martabat dan Modalnya

Oleh: Pramudya Wisesha M.H, Dosen STEBIS Nur Ilmi Al-Ismailiyun   Seperti membangun usaha kecil menengah yang perlu modal, sistem demokrasi juga memerlukan ongkos. Semuanya butuh anggaran, sampai Pilkades sekalipun. Pemerintahan daerah saja bisa tak berjalan kalau tidak ada anggaran. Sialnya, ongkos-ongkos itulah yang kelak menempatkan kades pada godaan. Godaan mengelola anggaran bukan demi tujuan membangun kampung halaman, melainkan disisipi upaya terselubung mengmbalikan modal yang telah digelontorkan untuk menjaga martabat dan menyandang predikat. Jabatan kepala desa menjelma sebagai jabatan strategis dalam pengelolaan keuangan, dalam aturannya dana-dana itu untuk membangun desa. Mekanisme pilkades dengan pemilihan secara langsung pada umumnya akan menciptakan persaingan yang ketat di antara para calon kepala desa, memunculkan sensitivitas tinggi antar pendukung, tentu saja berpotensi besar menimbulkan konflik di masyarakat desa tersebut. Persaingan politik uang di antara para calon kepala desa tidak bisa dihindari. Karena, itu salah satu cara pragmatis agar calon kepala desa memperoleh dukungan suara dari pemilih meskipun tidak semua pemilih akan memilih calon kepala desa dengan iming-iming uang. Modal uang yang dikeluarkan untuk memenangi pertarungan pilkades terkadang tidak rasional dan tidak sebanding dengan penghasilan yang diterima kepala desa saat menjabat. Kita dapat menilai penghasilan kepala desa selama enam tahun menjabat tidak dapat mengembalikan modal politik ketika bertarung di pilkades. Oleh sebab itu, kesempatan kepala desa memainkan anggaran dana desa menjadi salah satu cara untuk mengembalikan modal besar yang dibelanjakan saat pilkades. Sejatinya politik uang hanyalah alat untuk memperoleh kekuasaan. Politik uang pada pilkades seolah-olah menjadi hal yang biasa, padahal  politik uang berbahaya dan mengancam integritas pilkades. Ada beberapa cara mencegah politik uang yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum dan masyarakat. Pertama, perlu pembentukan lembaga pengawasan pilkades di bawah koordinasi camat, bupati/wali kota, dan penegak hukum yang dapat diatur peraturan bupati/wali kota. Pada Perarturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa masih terdapat kelemahan perihal pengawasan, khususnya untuk mencegah politik uang. Kedua, masyarakat, tim sukses, dan para calon kepala desa perlu bersama-sama membangun budaya hukum antikorupsi melalui pembuatan pakta integritas antikorupsi. Terdapat sanksi tegas apabila ada calon kepala desa melakukan kegiatan yang mengarah pada politik uang, misalnya langsung didiskualifikasi. Ketiga, terkait substansi hukum, ancaman sanksi pidana dari kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 149 ayat 1 dan 2 dimana berbunyi: (1) “Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling lama empat ribu lima ratus rupiah.” (2) “Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap” itu dapat dijadikan sebagai alat hukum untuk memberantas politik uang dalam pilkades. Dari semua cara itu, pendidikan dan kesadaran politiklah yang harus dibangun oleh masyarakat dan calon kepala desa di tengah pelaksanaan demokrasi langsung yang diamanahkan oleh UU Desa. Kepala Desa yang terpilih dengan cara-cara yang tidak demokratis, tentu akan melahirkan kebijakan yang ambigu, tidak tegas, kurang kreatif, dan tidak inovatif dalam memimpin masyarakatnya. Jika itu terjadi, maka akan melahirkan celah dari luar sehingga kepentingan masuk ke desa dan memaksa kepala desa melakukan hal-hal yang tidak lagi berdasar pada regulasi dan tidak lagi bersandar pada kebutuhan membangun desanya. Jika semua perangkat dan instrumen digunakan dengan baik dalam proses pemilihan, maka tentu masyarakat di desa dapat tenang dan cermat dalam menentukan pilihannya, dan yang tidak kalah penting pihak keamanan, Polri serta TNI akan turut bangga atas terciptanya situasi dan kondisi yang aman. (*)

Sumber: