Harga Beras Tidak Stabil, Pengusaha Curiga Ada Campur Tangan Mafia
PALAS, RADARLAMSEL.COM – Sejak habis musim panen padi harga jual beras selama satu bulan bekalangan cenderung tidak stabil. Meski saat ini harga jual beras mengalami kenaikan, namun sejumlah pengusaha beras di wilayah Palas mengalami kesulitan dalam penjualan. Ali Hidayat pengusaha pabrik beras Desa Palas Pasemah mengatakan, saat ini harga jual beras sudah diangka Rp 11.000 per kilogram. Harga tersebut naik seribu rupiah di banding pada Desember tahun lalu.
“Sejak Desember kemarin harga jual beras dari pabrik ke agen memang mengalami kenaikan. Tapi selama satu bulan ini harga beras ini tidak stabil. Kadang kita jual Rp 10.500 kadang Rp 11.000 per kilogram. Harga naik turun,” kata Ali memberikan keterangan kepada Radar Lamsel, Selasa (17/1) kemarin.Ali mengungkapkan, meski harga jual beras mengalami kenaikan, namun hal tersebut tidak membawa keuntungan bagi pengusaha pabrik beras. Dengan naiknya harga beras, Ali justru mengalami kesulitan untuk menjual beras yang ia produksi.
“Biasanya beras kita buang ke wilayah Jawa Barat dan Jakarta. Tapi sekarang ini sudah berhenti. Sekarang kita hanya mengisi agen yang ada di Bandar Lampung tapi masih susah juga orang nerima beras dari kita,” sambungnya.Dua bulan yang lalu Ali biasanya bias menjual beras hingga 20 ton dalam sebulan. Namun sejak harga beras mengalami kenaikan ia hanya memproduksi beras sebanya 10 ton dalam sebulan.
“Sejak harga naik, paling tinggal paling 10 ton sebulan dua mingu sekali kita kirim. Bahkan sekarang produksi di pabrik sudah kita hentikan karena susah jual berasnya. Ditambah saat ini penyaluran BPNT juga macet turut berpangaruh penjualan beras dari pabrik,” ungkapnya.Salah satu pengusaha beras asal Kecamatan Sragi juga tak menepis kesulitan yang dialami para pengusaha pabrik di tengah kenaikan harga beras saat ini.
“Saat memang pemerintah telah mengimpor beras. Tapi ini tak ada hubungannya dengan kondisi saat ini harga jual beras yang naik atau tidak stabil. Bahkan pengusaha pabri kesulitan jual berasnya,” ungkapnya.Saat ini para pemilik pabrik menjual beras dikisaran Rp 10.600 hingga Rp 11.000 bergantung dari kualitas beras yang dijual. Harga tersebut sudah sesuai dengan harga beli gabah saat ini yang mencapai Rp 5.800 per kilogram.
“Tapi kenyataan dilapangan saat ini masih ada agen yang menerima beras di bawah harga jual pengusaha pabrik. Para tengkulak besar dan mafia beras masih menjual dengan harga Rp 10.400 per kilogram,” sambungnya.Beras dijual dengan harga miring tersebut merupakan beras hasil oplosan. Para tengkulak besar mengoplos beras yang dibeli murah dari Bulog seharga Rp 8.900 per kilogram kemudian dicampur dengan beras yang lebih berkualitas agar bisa mendapatkan untung meski dijual dengan harga Rp 10.400 per kilogram.
“Permainan tengkulak besar ini yang menjadi penyebab kenapa kita pengusaha pabrik beras di Lampung Selatan ini sulit jual beras ke Jakarta. Mereka membeli beras Bulog dengan harga murah kemudian dimix dengan beras yang bagus. Kalau kita mau jual Rp 10.400 ya rugi, karena kita beli gabahnya sudah mahal,” ucapnya.Menurutnya, persaingan kotor dari para mafia beras ini lebih berbahaya dibandingkan ekspansi perusahan besar seperti PT. Wilmar yang mulai membangun mitra dengan petani di wilayah Palas.
“Yang lebih berbahaya bukan ekspansi PT. Wilmar yang baru- baru ini ditolak pengusaha pabrik beras. Sebab Wilmar bersaing secara sehat dengan mengutamakan kualitas beras,” pungkasnya. (vid)
Sumber: