Efek Harga Tomat Kena Babat, Petani Lirik Tanaman Lain
KALIANDA , RADARLAMSEL.COM – Panen bersamaan tanaman tomat di wilayah Lampung menjadi penyebab utama hancurnya harga jual tomat di wilayah Lampung Selatan. Saat ini sentra tanaman holtikultura di wilayah pegunungan dan dataran rendah sedang memasuki puncak musim panen tanaman tomat. Kepala Unit Pelaskana Teknis (UPT) Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kecamatan Kalianda, Purwaji mengatakan, musim panen tomat yang berlangsung bersamaan di wilayah Lampung penyebab utama hancurnya harga tomat di tingkat petani. Seperti di dataran tinggi wilayah Sekincau, Liwa, Gisting sedang memasuki puncak musim panen.
“Bukan hanya didataran tinggi saja, tapi di dataran rendah seperti di Lampung Selatan juga sedang memasuki musim panen tomat. Hal menyebabkan harga tomat anjlok secara drastis,” kata Purwaji kepada Radar Lamsel, pekan lalu.Purwaji mengungkapkan, untuk di wilayah Kalianda tomat dari petani hanya dibeli pedagang di kisaran harga Rp 800 hingga Rp 900 rupiah per kilogram. Sementara jika sudah dalam peti tomat dibeli dengan harga Rp 1.000 per kilogram.
“Dari pematauan kita di lapangan harga tomat hanya Rp 800 rupiah. Namun ketika sudah dikemas dalam peti tomat dibeli pedangan dengan harga Rp 1.000 per kilogramnya,” sambungnya.Untuk diwilayah Kalianda sendiri setidaknya ada lima hektar tanaman tomat. Sementara yang sudah memasuki musim panen seluas 1,5 hektar berada di wilayah Desa Sukatani dengan sekali panen mencapai enam ton. Meski begitu, merosotnya harga tanaman tomat tersebut merupakan hal yang wajar dalam pertanian holtikultura. Satu-satunya jalan agar harga tetap stabil petani harus membangun kerjasama dengan perusahaan besar.
“Kalau holtikultura memang harga lebih fluktuatif dibanding tanaman pangan. Satu-satunya cara supaya mendapat harga yang stabil petani harus kerjasama dengan perusahaan, tapi pasti ada kreteria tomat yang mau dibeli,” pungkasnya.Anjloknya harga jual membuat Abdullah (55), petani tomat Desa Sukatani, Kecamatan Kalianda terpaksa membabat habis tanaman tomat miliknya. Ia membabat tanaman tomatnya lantaran harga jual saat ini sudah tidak sebanding dengan perawatan tanaman tomat yang membutuhkan banyak biaya. Abdulah mengatakan, bisanya harga tomat tingkat petani berada dikisaran Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu per kilogram. Namun selama satu bulan belakangan harga jual tomat merosot hingga Rp 1.000 per kilogramnya.
“Hampir satu bulan ini, Mas harga tomat terus turun. Bahkan sekarang sudah seribu rupiah per kilogramnya. Sebelumnya kita jual tomat diangka RP 3 ribu sampai Rp 5 ribu,” kata Abdullaah, kemarin.Abdullah mengungkapkan, anjloknya harga jual tomat membuatnya mengalami kerugian hingga Rp 10 juta. Bahkan setengah hektar tanaman tomat miliknya yang masih memproduksi buah terpaksa dibabat habis lantaran harga jual yang tak mengungtungkan.
“Terpaksa tanaman tomat kita babat, meskipun masih berbuah. Kita jual buahnya juga tetap masih enggak balik modal. Bahkan kita rugi sampai Rp 10 juta,” sambungnyaMenurutnya, anjloknya harga jual tomat ditingkat petani kemungkinan disebabkan panen tomat yang serentak serta gempuran tomat dari luar daerah. Meski begitu, anjloknya harga jual tomat saat ini tak membuat Abdullah jera untuk kembali menanan tomat.
“Walaupun sekarang anjlok kita tetap akan tanam tomat, karena ini hal yang biasa naik turun. Sudah lama tanam tomat, sudah lebih dari lima tahun. Tapi untuk saat ini kita ganti tanaman lain dulu karena harga sedang anjlok. Harapan kita harga bisa cepat membaik,” pungkasnya. (vid)
Sumber: