Lancang! PT SLL Terkesan Menyepelekan Persoalan, Tak Punya Itikad Baik
![Lancang! PT SLL Terkesan Menyepelekan Persoalan, Tak Punya Itikad Baik](https://radarlamsel.disway.id/uploads/Foto-4-2.jpg)
KALIANDA, RADARLAMSEL.COM – Komisi III DPRD Lampung Selatan meradang. Kemarahan itu dipicu ketidakhadiran PT. Sinar Langgeng Logistic (SLL) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPRD Lampung Selatan, Rabu (8/2) kemarin. Padahal DPRD Lampung Selatan sudah bersurat kepada stockpile batubara di Desa Rangai Tri Tunggal Kecamatan Katibung tersebut. Namun hanya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lampung Selatan yang menghadiri RDP tersebut.
“ Ketidakhadiran PT. SLL sepertinya menyepelekan persoalan yang terjadi. Padahal RDP dilakukan atas dasar laporan masyarakat yang menyoal keberadaan stockpile batubara tersebut,” kata Anggota Komisi III DPRD Lampung Selatan, Jenggis Khan Haikal kepada Radar Lamsel.Ketua Fraksi Demokrat DPRD Lamsel ini menilai lokasi stockpile batubara itu dinilai tidak tepat lantaran berada dekat dengan pemukiman warga. Dampak terburuknya kata dia bias mengancam kesehatan penduduk disana dalam jangka Panjang.
“Pendirian dan pelaksanaan stockpile batubara itu terkesan dipaksakan karena berada dekat dengan pemukiman penduduk. Lokasinya juga tak jauh dari rumah makan ikan bakar yang paling popular disana,” ujar Jenggis.Ketidakhadiran PT.SLL membuat Komisi III mengambil kesimpulan bahwa perusahaan tersebut tak punya itikad baik untuk meminimalisir masalah polusi udara yang muncul dari keberadaan stockpile batubara itu.
“ Sebagai wakil rakyat kami kecewa dengan ketidakhadiran perusahaan. Maka dari itu kami Bersama rekan-rekan di Komisi III DPRD Lamsel berencana melakukan sidak ke perusahaan itu dalam waktu dekat” ujar Deden, Anggota Komisi III dari Fraksi gabungan Perindo.Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lampung Selatan, Feri Bastian memberikan sanksi administratif kepada PT. SLL. Hasil dari RDP dengan Komisi III itu menyimpulkan Stockpile Batubara tersebut wajib memperbaiki enam hal.
“ Pertama, PT. SLL harus memperbaiki saluran drainase di sekililing lahan perusahaan. Kedua, mengatur elevasi drainase agar air dapat mengalir ke kolam penampungan sementara,” kata Feri Bastian.Feri bilang tujuan dari perbaikan drainase itu agar hal-hal yang dapat mengancam dan membahayakan warga sekitar perusahaan dapat diminimalisir.
“ Ketiga, PT. SLL harus membuat IPAL untuk mengelola air limpasan stockpile. Keempat, memperbanyak vegetasi penghijauan di sekeliling lahan stockpile,” ujarnya.Perusahaan itu juga diharuskan melakukan rekayasa pengelolaan lingkungan untuk meminimalisir dampak debu pada saat pemuatan batubara dari perusahaan ke kendaraan ataupun sebaliknya.
“ Terakhir, perusahaan harus mengadakan program pemeriksaan kesehatan dan bantuan pengobatan kepada masyarakat disana berkenaan dengan dampak dari kegiatan perusahaan tersebut,” pungkasnya.Sayangnya PT. SLL belum memberikan keterangan pers. Dalam RDP yang dilakukan Komisi III DPRD Lamsel, pihak perusahaan bahkan tak mengutus personil satu pun sebagai perwakilan. Radar Lamsel sudah berupaya mengonfirmasi PT. SLL namun di lokasi stockpile hanya ditemui satpam seorang diri. Penjaga itu bilang kalau PT. SLL sempat libur selama tiga hari namun ia tak menjawab secara detail apakah penutupan itu dilatarbelakangi kisrus yang dengan warga Rangai Tri Tunggal atau bukan.
“ Libur sudah beberapa hari, nggak tahu liburnya karena apa. Saya Cuma jaga saja di sini,” singkat juru jaga di stockpile batubara itu saat ditemui Radar Lamsel belum lama ini.Informasinya, PT. Sinar Langgeng Logistic diprotes warga Desa Rangai Tri Tunggal, Kecamatan Katibung karena dianggap tidak transparan dalam penyaluran kompensasi dari aktivitas stockpile batubara itu. Warga juga mengeluhkan adanya debu yang mengganggu pernafasan, dampak dari penumpukan batubara. Debu kian menyebar seiring berhembusnya angin dari berbagai penjuru. Akibatnya udara disana menjadi tercemar. Anggota Komisi III DPRD Lamsel, Hendra mengatakan protes warga dilatarbelakangi ketidaktransparansian kompensasi berupa beras dan uang tunai. Hendra bilang, kalau pihak perusahaan mengeluarkan beras satu ton per bulan untuk dibagi kepada warga, serta ada pula uang Rp 5 juta untuk Dusun Pulau Pasir dan Rp 3 juta untuk Dusun Gotongroyong.
“ Terungkap adanya uang setelah warga menjerit. Nah, realitanya uang itu tidak pernah sampai kepada warga. Dari situlah gejolak protes mulai mencuat warga merasa dibohongi oleh pihak-pihak yang meraup keuntungan pribadi dari situasi ini. Sementara pihak perusahaan bilang kalau kompensasi itu dikeluarkan secara rutin berbantun uang dan barang,” sebut Hendra.Lagislator dari Fraksi Demokrat Lampung Selatan ini menegaskan kehadirannya di tengah masyarakat untuk menjembatani dan mencari win-win solution dari persoalan itu. Dia bilang kalau Lampung Selatan tidak anti terhadap investasi, namun investor juga patut mengetahui masalah yang timbul dari kegiatan investasi tersebut. Terpisah, Kepala Desa Rangai Tri Tunggal Sopian mengatakan bahwa polemic ini sengaja dimunculkan untuk menggembosi kepemimpinannya di desa itu. Sopian membantah semua tudingan yang diarahkan padanya.
“ Kompensasi berupa beras 1 ton per bulan dibagikan ke warga terdampak, rata-rata dapat 3 kilogram. Sementara uang untuk Dusun Pulau Pasir Rp 5 juta dihimpun oleh Kadus untuk membeli sapi dan nanti disembelih pada hari raya Qurban, begitu juga Rp 3 untuk ring 2 Dusun Gotong-royong dikumpulkan juga,” sebut Sopian.Orang nomor satu di Rangai Tri Tunggal itu menampik kalau dirinya ogah memberi jalan mediasi antara warga dengan perusahaan. Dia bilang semua laporan dan keluhan disampaikan ke Kadus baru diterima olehnya.
“ Semua lewat kadus dulu baru kadus lapor ke saya. Bukan nggak ngasih jalan warga untuk mediasi tapi memang seperti itulah mekanismenya, soal uang kompensasi bukan saya yang pegang tapi dipegang oleh kadus,” katanya lagiBerbanding terbalik dengan keterangan Kades, warga Desa Rangai Tri Tunggal bernama Joko mengaku protes warga dimulai dari ketidaktransparanan pemerintah desa dalam melnyalurkan kompensasi berupa beras dan uang dari PT. SLL.
“ Warga Dusun Pulau Pasir dan Dusun Gotong-royong protes karena pemerintah desa dan perusahaan tidak terbuka soal penyaluran kompensasi. Sementara banyak warga yang terdampak tapi tidak menerima kompensasi berupa uang atau beras itu, seharusnya kalau ada dana kompensasi bagikanlah secara merata kepada warga yang terdampak debu stockpile batubara itu,” pungkasnya. (vid)
Sumber: