3 Situs di Lampung Diakui Istimewa Layak Jadi Cagar Budaya Nasional
-- Istimewa -- --
RADARLAMSEL.COM -- Pakar Kebudayaan Nasional (TACBN) mengatakan ketiga situs yang diusulkan TACB Lampung merupakan cagar budaya yang luar biasa, unik dan khas.
Ketiga situs tersebut adalah Prasasti Batu Bedil, Prasasti Palas Pasemah, dan Situs Batu Brak.
Ketiga cagar tersebut termasuk dalam poin e Pasal 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, yaitu:
contohnya penting kawasan permukiman tradisional, lanskap budaya, dan/atau pemanfaatan ruang bersifat khas yang terancam punah
TACBN percaya bahwa ketiga situs ini harus dipromosikan di tingkat nasional. Namun, 13 ahli dari berbagai bidang keilmuan meminta dukungan administratif seperti pembentukan TACB dan Bupati Kabupaten Lampung Selatan dan Tanggamus.
“ ketiga situs unik tersebut, tidak ada di daerah lain, Misalnya, di antara batu-batu megalitik tersebut terdapat prasasti yang menjadi saksi kesinambungan sejak zaman prasejarah, Hindu, Budha, dan Islam,” kata Presiden TACBN Dr. Junus Satrio Atmodjo di Jakarta, Jumat (11/3/2023).
Seperti yang terungkap dalam sidang, Dr. Ninie Susanti, ahli Epigarfi dan Prasasti, mengatakan bahwa tulisan khas Lampung sangat istimewa, baik huruf maupun kalimatnya. “Nenek moyang orang Lampung telah memiliki literasi yang bagus," katanya.
Anggota TACB Lampung yang memperjuangkan ketiga situs tersebut bisa masuk ke tingkat nasional adalah ketua TACB Lampung Anshori Djausal, Oki Laksito, Heni Astuti, Hermansyah dan Riady Andrianto dari Kabupaten Lampung Barat (Lambar).
Di Lampung yang dikenal dengan nama Bang An, julukan Anshori Djausal, situs Pugung Raharjo sudah lama ditetapkan sebagai warisan budaya nasional. Padahal, tiga situs yang akan diusulkan Lampung akan masuk dalam kategori situs nasional.
TACB Lampung bersyukur Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Direktorat Jenderal Kebudayaan kemudian mengundangnya untuk menyelenggarakan kajian penentuan perencanaan cagar budaya nasional pada tahun 2023.
Mereka menunjukkan kekuatannya di hadapan 13 ahli, selain Dr. Junus Satrio Atmodjo, pakar lain yang menanggapi ketiga situs tersebut adalah:
(1). Dr. Surya Helmi (arkeolog bawah air).
(2). M. Natsir Ridwan Muslim, S.T., MSM (Registrasi Nasional).
(3). Prof. Harry Truman Simanjuntak (Multikulturalisme Prasejarah dan Austronesia).
Sumber: