Sengketa di Ladang, BPN Ukur Ulang
David Zulkarnain – Jajaran BPN Lampung Selatan saat melakukan pengukuran ulang titik koordinat lahan petani di Desa Marga Catur dan Desa Bangunan, Kamis kemarin.--
PALAS, RADARLAMSEL.DISWAYI.ID – Kantor Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Lampung Selatan (ATR/BPN) akhirnya menggelar pengukuran ulang lahan petani yang bersengketa di Desa Bangunan, Kecamatan Palas dan Desa Marga Catur Kecamatan Palas, Kamis (16/11).
Pengukuran 44 hektar lahan itu diikuti oleh tiga belah pihak yang besengketa yakni, masyarakat Desa Bangunan, Masyarakat Desa Marga Catur, dan Pihak Ahyat Syukur yang mengklaim ladang warga.
Staf Pengukuran dan Pemetaan Kantor ATR/BPN Lampung Selatan Afden mengatakan, upaya pengukuran ulang ladang warga ini merupakan lanjutan dari mediasi masyarakat Desa Bangunan dan Desa Marga Catur, serta pihak penyengketa Ahyat Sukur pekan lalu.
“Kegiatan pengukuran ulang dan penentuan titik koordinat ini merupakan hasil FGD ke tiga belah pihak yang dilaksanakan di Polres Lampung selatan beberapa hari lalu,” kata Afden usah melaksanakan pengukuran ulang, Kamis sore kemarin. Guna menentukan kecocokan titik koordinat lahan dengan sertifikat yang dipegang oleh masyarakat dan pihak penyengketa.
BACA JUGA:Tiga Desa di Kabupaten Lampung Selatan Belum Cairkan DD, Begini Kata Kadis DPMD
Afden menjelaskan, hasil pengukuran titik koordinat ini akan menjadi bahan pengkajian BPN Lampung Selatan.
“Hasilnya belum ada, namun hasil pengukuran ini akan segera kita kaji hasilnya juga secepatnya kita keluarkan. Harapan kita masyarakat bisa sabar menunggu hasilnya,” sambungnya.
Sementara itu kuasa hukum masyarakat Desa Marga Catur, Gunawan mengungkapkan, secara keseluruhan ada 44 hektar ladang warga yang diklaim oleh pihak ahyat sukur.
“Di Marga Catur itu ada delapan petani yang kita damping. Secara keseluruhan Desa Marga Catur dan Bangunan semuanya ada 44 hektar ladang yang diklaim,” terangnya.
Kasus sengketa yang mencuat sejak September lalu ini juga telah menimbulkan kerugian terhadap petani Desa Marga Catur. Sebab, sejak lahan diklaim pihak Ahyat Sukur petani tak lagi diizinkan menggarap lahan.
“Petani sudah tidak diizinkan lagi menggarap atau mengambil hasil ladang. Ini berlangsung sejak pihak penyengketa memasang papan kepemilikan,” terangnya.
Sementara itu Kuasa Hukum Ahyat Syukur, Saiful menerangkan, kepemilikan lahan seluas 44 hektar ini berdasarkan hasil keputusan sidang tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
“Pada prinsipnya apa yang disampaikan oleh pemilik (Ahyat Syukur) bahwa ini ada hasil gugatan, ketika sidang tingkat pertama, banding, kasasi, PK bahkan eksekusi sudah jelas secara admistrasi lahan ini milik Ahyat Sykur,” ucapnya.
Saiful menuturkan, pihaknya juga membuka diri kepada masyarakat yang mengklaim kepemilikan lahan, namun itu harus diikuti dengan bukti-bukti administrasi kepemilikan.
Sumber: