Imam Rojali Sang Musisi Gitar Tunggal yang Terlupakan

Imam Rojali Sang Musisi Gitar Tunggal yang Terlupakan

Mengenal sosok Imam Rojali (46), maestro gitar tunggal merupakan kesenian asli daerah Lampung yang seolah terlupakan ditengah era musik modern saat ini. Bagaimana kehidupan sang musisi gitar tunggal itu sekarang? Berikut kisahnya. Laporan Veridial Ariyatama, SIDOMULYO Kesadaran untuk melestarikan seni budaya Lampung tak mematahkan semangat Imam Rojali (46) pria kelahiran Desa Babatan Kecamatan Katibung yang kini menetap di Desa Sidomulyo untuk tetap berkarya. Sebanyak 13 album yang terdiri dari 104 lagu menjadi bukti nyata atas kecintaannya terhadap kesenian gitar tunggal. Kesenian asli daerah Lampung itu memang sudah jarang tertangkap telinga kita. Pasalnya, di era musik modern petikan gitar tunggal dikalahkan oleh dentuman musik ber genre barat yang menguasai panggung hiburan hingga ke pelosok desa yang ada di bumi Khagom Mufakat ini. Melihat kondisi ini Radar Lamsel tertarik untuk mencari sosok musisi daerah yang seolah redup ditelan zaman. Dialah Imam Rojali sosok yang pas untuk mengangkat kembali kesenian gitar tunggal. Tidak sulit mencari kediaman maestro gitar tunggal yang sudah mengoleksi 13 album tersebut. Ia tinggal di Dusun Jogja, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo, hanya saja kediamannya sedikit masuk dari jalan poros kecamatan tersebut. Saat Radar lamsel tiba dikediamannya, pria dua orang anak ini hendak pergi menggunakan celana training dan baju batik dengan membawa arit yang diikatkan dipinggangnya. “Cari siapa ya mas” Tanya Imam Rojali. Seketika itu ia langsung mempersilahkan wartawan untuk masuk kedalam rumah yang belum diberi cat, sebab rumah itu nampak usang dan memprihatinkan. Bahkan didalam rumahnya hanya berisikan sofa yang papannya sudah terasa saat diduduki. Imam rojali mengatakan dirinya sudah menyukai gitar tunggal saat usianya baru tujuh tahun. Dimasa itu ia kerap mengikuti sang nenek yang juga seorang seniman sekaligus musisi yang cakap melantunkan puisi tanpa nada, atau lebih dikenal masyarakat lampung dengan sebutan “Segata”. “Barulah ketika usia saya menginjak remaja saya sudah menguasai 26 petikan gitar tunggal,” ujar anak kedua dari tujuh bersaudara ini. Imam Rojali menghabiskan masa remajanya dengan merantau ke jakarta. Kehidupan di ibu kota yang keras membuat dirinya harus bertahan hidup dengan cara mengamen. “Saya bertahan hidup dengan mengamen di Jakarta. Namun tetap melantunkan lagu daerah menggunakan gitar tunggal,” ungkapnya, Senin (3/10) kemarin. Meski hidup di Jakarta sebagai seorang pengamen. Imam Rojali tidak pernah lupa tentang seni budaya kampung halamannya tersebut. Terbukti, dari tiga lagu yang dinyanyikan, Rojali kerap menutup lagu ketiganya dengan nyanyian gitar tunggal. “Jika ada orang Lampung yang mendengarkan gitar tunggal dibwakan, pasti saya diberi uang lebih. Biasanya kalau satu daerah memberikan Rp 50 ribu, sangat besar jumlahnya pada saat itu,” kenang Rojali. Kenyang dengan pengalaman hidup di Jakarta yang sulit, suami dari Waljian itu memutuskan untuk melestarikan kesenian gitar tunggal di Lampung Selatan. Total sudah 13 album ia lahirkan, menjadi bukti totalitasnya sebagai musisi daerah Lampung. Dikatakannya, sederet prestasi sudah dikantonginya. Mulai dari manggung didesa-desa hingga pada tahun 2008 dirinya diundang untuk memainkan gitar tunggal dihadapan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. “Pernah diundang manggung dihadapan duta besar dari asia bahkan eropa, saat itu saya diundang untuk mentas dihadapan pak SBY,” terangnya. Meski pernah manggung dihadapan orang nomor satu di Indonesia, namun kehidupan Imam Rojali saat ini sungguh memprihatinkan. Kini ia bertahan hidup dengan menjadi seorang buruh tani dikebun milik orang lain. 13 album gitar tunggal miliknya ternyata tak mampu mengubah hidupnya. “Sudah habis tanah saya jual, untuk biaya rekaman. Ini bukti kecintaan saya terhadap kesenian gitar tunggal,” ungakpnya. Saat ditanya apakah dirinya masih mencintai kesenian gitar tunggal meski hidupnya kini sulit. Pria ini dengan tegas menjawab. “Sampai mati saya akan tetap mencintai gitar tunggal, meski hidup sulit yang penting gitar tunggal harus terus dilestarikan,” tegasnya. Lebih lanjut Imam Rojali mengatakan, meski dirinya kini menjadi buruh tani sebagai pekerjaan sampingan. Namun tiap malam ia tak lupa melantunkan 3 hingga 4 lagu ciptaanya sembari berlatih jika sewaktu-waktu ada job manggung. “Tiap malam selalu saya petik gitar, 3 – 4 lagu sebelum tidur,” kata dia. Pria kelahiran Desa Babatan ini mengharapkan kesenian gitar tunggal jangan sampai punah. Sebab, gitar tunggal merupakan identitas musisi daerah Lampung. “Saya sangat berharap agar gitar tunggal jangan sampai punah. Untuk musisi daerah, jangan patah semangat meski dalam memperjuangkan kesenian tak semudah yang dibayangkan,” paparnya. (*)

Sumber: