Harga Terus Merosot, Petani Jagung Terancam Merugi

Harga Terus Merosot, Petani Jagung Terancam Merugi

PALAS - Menjelang masa panen jagung, petani di Kecamatan Palas menjerit. Itu dikarenakan harga jagung di tingkat petani lokal terus mengalami penurunan sejak satu bulan terahir. Margono (47) petani jagung Desa Suka Mulya Kecamatan Palas mengatakan memasuki masa panen raya di Kecamatan Palas semua petani terancam merugi. Pasalnya setiap hari harga jagung di tingkat petani terus mengalami penurunan. “Harga jagung saat ini terus merosot sampai dibawah Rp 2.000 per kilonya. Untuk musim panen ini saya bisa dikatakan merugi,” ujarnya, Minggu (11/2) kemarin. Menurutnya harga jagung pipil di tingkat petani saat ini berkisar Rp 1.700 - 2.100 dari harga pada musim panen sebelumnya Rp 2.500 - 3.000.  Harga tersebut tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani. “Biaya upah petani saat ini berkisar antara Rp 50.000 – 70.000 tak sebanding dengan harga jual saat ini. Bila hal tersebut terus terjadi petani bisa bangkrut. Harapan saya Dinas terkait dapat memberikan harga standar jagung di tinggkat petani,” kata dia. Hal serupa juga dialami Sulaiman petani jagung asal Kalianda, sejak dua minggu yang lalu ratusan karung jagung hasil panennya masih menumpuk belum ada calon pembelinya. “Saat ini para pembeli banyak yang ogah-ogahan untuk membeli jagung saya. Saya terancam merugi lantaran jagung yang sudah dipanen makin buruk kualitasnya,” Terangnya. Joko pemilik gudang penggilingan jagung di  Desa Bumi Daya, anjloknya harga jagung sudah berlangsung sejak satu bulan terahir disebabkan saat ini Pringsewu dan Lampung Tengah sedang panen raya yang berdampak merosotnya harga jagung di Lampung Selatan. “Saat ini harga jual di pabrik pengolahan jagung Rp 3.500 sedangkan akhir desember tahun lalu harganya  Rp 4.500 – 5.000,” ujarnya. Selain itu, lanjut Joko, penyebab terus merosotnya harga jagung di tingkat petani di Kecamatan Palas disebabkan karena kualitas jagung yang kurang bagus. “Kebanyakan petani saat ini ingin cepat-cepat memanen jagung mereka, padahal jagungnya masih basah. Mungkin karena takut hargany terus merosot,” pungkas Joko. (Cw1)

Sumber: