Tidak Perlu Subsidi, Asalkan Pupuk Tersedia

Tidak Perlu Subsidi, Asalkan Pupuk Tersedia

Pupuk Mahal dan Susah, Petani Jagung Mengeluh

KALIANDA – Keluhan soal kelangkaan pupuk bagi para petani jagung yang tidak tergabung dalam suatu kelompok tani (poktan) masih terjadi di Lampung Selatan. Mereka berharap, pemerintah mengambil langkah kongkret terkait permasalahan tersebut yang hampir terjadi setiap musim tanam. Bahkan tidak hanya soal pupuk yang sulit mereka peroleh. Bibit jagung terbaik juga tidak mudah di dapat di toko-toko pertanian. Para petani mandiri ini tidak mempermasalahkan soal harga pupuk asalkan mudah diperoleh. Keluhan ini disampaikan Herli (43) warga Kecamatan Penengahan. Dia yang mengelola lahan provinsi ‘Jaka Utama’ yang berada di Desa Karangsari, Kecamatan Ketapang ini harus berani membeli kebutuhan pupuk dengan harga tinggi kepada para pedagang. “Tidak semua petani ini tergabung dalam poktan. Lantas, jika kami tidak memiliki poktan apakah kami bukan petani yang perlu difasilitasi ? Toh kami juga tidak begitu mempersoalkan apakah pupuk yang dijual kepada kami ini bersubsidi atau tidak. Karena, selama ini kami membeli dengan harga diatas HET,” keluh Herli kepada Radar Lamsel di seputaran Pasar Inpres Kalianda, Rabu (25/7) kemarin. Dia menjelaskan, pupuk yang diperlukan para petani jagung antara lain adalah jenis SP-36 dan urea. Mereka, biasanya memperoleh pupuk tersebut dengan harga minimal Rp2.400 perkilogramnya. Harga tersebut ternyata memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pupuk bersubsidi. “Kami tidak pernah mempersoalkan mengenai harga. Selagi kami anggap masih wajar dan biaya produksi tercukupi, tidak menjadi soal. Yang penting, pupuk mudah didapatkan. Apa karena kami tidak tergabung di poktan jadi kami diacuhkan oleh pemerintah,” tegasnya. Semestinya, lanjut dia, petugas dari dinas terkait memberikan arahan dan bimbingan kepada para petani untuk membuat sebuah poktan agar bisa mendapatkan pupuk bersubsidi. Atau, stok pupuk non subsidi yang didistribusikan untuk wilayah Lamsel diajukan penambahan. “Kami ini hanya petani dan orang bodoh. Tidak mengerti apa itu poktan. Toh ada juga beberapa teman petani lain yang gabung dalam poktan masih kesulitan pupuk. Kalau kami sekolah tinggi dan punya gelar sarjana tidak mau juga kami menjadi petani. Yang petani minta hanya ketersediaan pupuk yang cukup,” tukasnya. Terpisah, Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Lamsel Puji Lestari menjelaskan, penyaluran pupuk bersubsidi di setiap kecamatan telah melalui pola billing system.  Namun, petani yang bisa memperoleh pupuk tersebut harus tergabung dalam poktan. Pola ini, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menghindari terjadinya praktek kecurangan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. “Sejauh ini tidak ada petani yang masuk dalam poktan mengeluh soal pupuk. Harganya juga sesuai dengan HET,” kata Puji. Bagaimana jika tidak tergabung dalam poktan ? Puji mengharapkan para petani bisa membentuk poktan agar mudah memperoleh pupuk subsidi setiap tahunnya. Sebab, para poktan telah mengajukan kebutuhan pupuk anggotanya dalam rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) sebelum memasuki musim tanam ditahun berikutnya. “Memang ini menjadi tugas penyuluh pertanian yang ada di setiap kecamatan jika ada persoalan seperti ini. Meskipun, distributor sebenarnya juga memberikan stok pupuk non subsidi disetiap toko-toko. Tetapi, kita tidak tahu berapa banyak jumlahnya. Kami akan minta penyuluh pertanian segera menyikapi persoalan ini,” pungkasnya. (idh)

Sumber: