SPRI Desak Pemerintah Rubah Data Usang
Dorong Perubahan Kriteria Penerima Bantuan
KALIANDA – Efektivitas bantuan sosial untuk masyarakat miskin terus menuai sorotan. Ketimpangan antara kuota penerima manfaat dan jumlah masyarakat miskin terus menggelinding. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) wilayah Lampung menilai pemerintah hanya menggembar-gemborkan bahwa program kerja mereka sudah sangat baik. Namun nyatanya itu semua belum mengentaskan kemiskinan. “ Bantuan bersubsidi dari pemerintah semisal BPNT, PKH, KIS hingga KIP dianggap sudah baik. Padahal itu semua tidak membantu mengentaskan kemiskinan,” kata Sekretaris SPRI Lampung Arneli Yayat, Kamis (30/8) kemarin. Yayat mencontohkan bantuan dari PKH. Misalnya berkisar Rp 1.800.000,- bagi penerima manfaat yang punya anak sekolah. “ Tidak peduli berapa anak yang dimiliki dan ditingkat apa anak mereka (penerima manfaat ‘red) bersekolah,” sebut dia. Contoh lain, bantaun Rastra yang sedang bertransformasi menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) berkisar Rp 110.000 per bulan yang tak dapat diuangkan. Artinya, sembung dia, warga penerima manfaat hanya menerima bahan pangan dengan nilai tersebut. “ Jadi pandangan SPRI sejauh ini perlu menyadarkan pemerintah melalui gerakan pendataan yang sesuai kriteria. Jangan sampai tidak tepat sasaran atau bahkan tidak tersentuh bantuan bersubsidi,” ungkapnya. Masih kata Yayat, SPRI menyarankan pemerintah daerah, provinsi dan pusat untuk melakukan pemutakhiran data dan merubah kriteria yang telah ditetapkan selama ini. Karena data tersebut dianggap data usang yang mempengaruhi efektivitas sasaran bansos. “ Saat ini data yang dipakai itu belum efektif, mesti ada keseragaman data agar persoalan ini selesai. Tentunya apabila dilakukan pemutakhiran ribuan masyarakat yang terancam tak dapat bantuan bisa terangkul tanpa mesti mengantre untuk didata sebagai KPM,” urainya. Diberitakan sebelumnya, belum juga terealisasi, transformasi program Beras Sejatera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sudah terasa timpang. Penyebabnya, jarak yang terlampau jauh antara kuota BPNT dengan jumlah penduduk miskin di kabupaten ini. Yakni, sebanyak 79 ribu penerima manfaat dengan penduduk miskin yang jumlahnya mencapai 150 ribu jiwa lebih. Ketua Komisi D DPRD Lamsel Yuli Gunawan angkat bicara perihal bantuan sosial bagi masyarakat miskin tersebut. Ia menilai salah satu penyebab tertabraknya aturan bahwa penerima PKH sudah mesti menerima BPNT belum benar sepenuhnya. “ Ini jadi salah satu faktor penyebab Bansos tidak menyasar masyarakat yang tepat. Ada ketimpangan yang cukup menonjol dari kuota KPM dan jumlah masyarakat miskin,” kata Yuli kepada Radar Lamsel, Rabu (29/8). (ver)Sumber: