Kedelai Impor Naik, Produsen Tahu dan Tempe Kurangi Jumlah Produksi
PALAS – Sejumlah produsen tahu dan tempe di Kecamatan Palas harus memutar otak untuk mengantisipasi naiknya harga kedelai yang menjadi bahan utama pembuayan makanan tradisional tersebut. Naiknya harga bahan baku pembuat tahu dan tempe tersebut diakibatkan memelemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang berdampak naiknya harga kedelai impor. Gutomo (50) salah satu produsen tahu di Desa Sukaraja mengaku sudah merasa waswas atas melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang akan berdampak naiknya harga kedelai impor tersebut. “Sudah jelas berdampak. Kalau sebelum nilai rupiah melemah harga kedelai impor Amerika Rp 7.800 per kilogramnya. Namun kalau lihat berita di TV harga kedelai sekarang sudah naik Rp 800- Rp 1.000 per kilogramnya,” kata dia kepada Radar Lamsel, Minggu (9/9) kemarin. Meski belum merasakan dampak dari naik harga kedelai impor tersebut, namun Gutomo mengaku telah mengantisipasi dampaknya dengan mengurangi jumlah produksi. “Agar pabrik tetap berjalan sudah dua hari ini kami kurangi produksi dengan memanfaatkan stok kedelai lama. Biasanya sehari produksi 1 kuintal, sekarang cuma 75 kilogram saja,” paparnya. Hal senada juga diungkapkan Sunaryo (54) produsen tempe Desa Suka Mulya yang sudah lima tahun belakangan menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku pembuat tempe. “Melemahnya nilai tukar rupiah sangat berdampak dengan usaha yang saya jalani. Dan saat ini saya terpaksa mengurangi ukuran tempa yang saya buat,” ucapnya. Sunaryo berharap, dalam waktu dekat nilai tukar rupiah terhadap dollar kembali stabil. “Keuntungan saya selama dua hari ini berkurang, karena jumlah produksi dan ukurannya dikurangi. Harapan saya nilai tukar rupiah kembali stabil dalam waktu dekat,” harapnya. (Cw1)
Sumber: