Konflik Buruh – PT.CAP Menjurus PHI
KALIANDA – Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) cabang Lampung Selatan menilai Pengadilan Hukum Industrial (PHI), adalah jalan terakhir penyelesaian konflik buruh dengan PT. Central Avian Pertiwi (CAP). Pasalnya, beberapa keterangan dari pihak Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lamsel dalam mediasi Kamis (20/9) lalu dianggap tidak pro buruh. Meski buruh memaparkan bukti kekeliruan perusahaan yang melanggar Undang-undang ketenagakerjaan. “Kami (FSBKU) sudah tak percaya lagi dengan mediator dari Disnakertrans,” kata Ketua FSBKU Lamsel Fadril Alexander kepada Radar Lamsel, Senin (24/9) kemarin. Dijelaskan, dalam UU ketenagakerjaan terkait kontrak kerja mesti dibarengi dengan penunjang sedangkan pekerja pokok statusnya tidak bisa dikontrak. Padahal terus Alex tujuh orang pekerja yang diberhentikan merupakan pekerja pokok. “ Contoh, pada mediasi di Pemkab Lamsel kami memaparkan ada slip gaji yang janggal di bulan Mei. Kalau ada pergantian vendor sejak bulan itu mestinya slip gaji juga berganti bukan atas nama PT. Berkat Karya Indonesia (BKI) alias vendor lama, tetapi berganti atas nama vendor baru PT. Terang Dunia Jaya (TDJ),” urainya. Artinya sambung Alex kekeliruan janggal itu berlanjut hingga bulan Agustus. Dimana perusahaan berdalih masih keliru dengan kesalahan tersebut. “ Mau bagaimanapun kami sudah tidak percaya dengan mediator yang seolah berat sebelah tidak pro buruh meski sudah dijelaskan bukti-bukti sahih saat dua kali mediasi sebelum aksi berlanjut,” sebut Alex. Pentolan FSBKU Lamsel itu menegaskan pihaknya masih terus mengupayakan penyelesaian dengan musyawarah mufakat. Akan tetapi bila cara itu juga tidak membuahkan hasil jalan terakhir adalah menempuh Pengadilan Hukum Industrial (PHI). “ Sebetulnya kami tak mau membawa kasus ini ke PHI. Kalau bisa diselesaikan ya sebisa mungkin diselesaikan disini saja. Tetapi kalau toh masih buntu mau tak mau akan diusung keranah PHI,” sebut dia. Terkait aksi massa? Alex menegaskan sejatinya FSBKU tidak akan terjun aksi bila persoalan tak mendesak. Namun mengingat tujuh orang pekerja ini menantikan kepastian hak mereka maka secara solidaritas FSBKU mesti turun aksi. “ Kalau masih belum selesai juga bukan tak mungkin ada aksi lanjutan, kita tunggu hasil keputusan minggu-minggu ini,” tandasnya. Pada bagian lain Ketua FSBKU wilayah Lampung Sepriyadi menegaskan empat poin tuntutan yang disuarakan tidak berubah. Diantaranya; menghapuskan sistem outsorcing, menolak pemutusan hubungan kerja sepihak oleh vendor, menolak pembungkaman demokrasi terhadap buruh serta mempekerjakan kembali tujuh orang buruh yang diberhentikan. “ Poinnya tetap sama dan sudah baku, FSBKU masih mengedepankan musyawarah dalam setiap persoalan tetapi kalau cara itu masih juga belum membuahkan hasil maka aksi lanjutan bisa muncul kembali. Soal ke ranah PHI itu jalan terakhir,” sebut Sepriyadi. Terpisah, Humas PT. CAP Rudi Sanana mengatakan bila persoalan ini diusung keranah PHI pihaknya mengaku siap. Sebab perekrutan ketenagakerjaan sudah bukan kewenangan PT. CAP melainkan wewenang vendor alias pihak ketiga. “Kalau mau diusung kesana (PHI) kami siap. Sebab aksi protes yang ditujukan kepada PT. CAP sudah jelas salah alamat kalau perekrutan serta detil tenaga kerja berada dibawah perusahaan tentu kami akan selesaikan, tetapi aturan vendor sudah jelas. Kalau perusahaan melanggar aturan tersebut justru perusahaan yang salah,” sebut Rudi. Dikabarkan terkait aksi buruh di Pemkab dan PT. CAP beberapa waktu lalu. Petinggi perusahaan bakal dipanggil Pemkab Selasa (hari ini ‘red) guna membahas kemaslahatan tujuh orang buruh yang merasa dirugikan. Diyakini pertemuan internal perusahaan itu buntut dari protes federasi buruh belum lama. (ver)
Sumber: