Keberatan Warga Dikenai Pungutan Janggolan

SRAGI – Pungutan bakti pamong atau janggolan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Kuala Sekampung, Kecamatan Sragi menuai protes dari masyarakat setempat. Pungutan telah menjadi tradisi turun-temurun sejak era 70-an itu digunakan sebagai bakti pamong atau perangkat desa itu dinilai terlalu besar dan memberatkan masyarakat. Masyarakat menilai jika dilihat untuk saat ini insentif aparatur desa sudah tergotong dengan adanya Dana Desa (DD). Berdasarkan informasi yang dihimpun, Pemerintah Desa Kuala Sekampung melakukan pungutan janggolan sebesar Rp 100.000 untuk satu hektar lahan sawah. Kemudian untuk satu bidang rumah dikenakan pungutan janggolan sebesar Rp 20.000. Polemik keberatan masyarakat terhadap pungutan janggolan itu pun mendapat tanggapan dari Camat Sragi, Bibit Purwanto. Menurutnya, pemungutan janggolan sebagai penambah insentif aparatur desa tersebut tidak layak lagi diberlakukan oleh Pemerintah Desa Kuala Sekampung. “Kalau dilihat situasi saat ini janggolan atau bakti pamong tersebut memang sudah tidak patut lagi dijalankan. Karena insentif aparatur desa sendiri sudah ter-cover dengan kucuran DD,” kata Bibit kepada Radar Lamsel, Senin (19/8). Bibit menjelaskan, kalaupun pemungutan janggolan tersebut akan difungsikan sebagai dana perbaikan jalan lingkungan desa harus melakukan musyawarah dengan melibatkan masyarakat. “Kalaupun hasing janggolan ini akan digunakan untuk perbaikan jalan desa ataupun masjid juga harus melakukan musyarawah dengan masyarakat langsung atau perwakilan masyarakat,” terangnya. Sementara itu Kepala Desa Kuala Sekampung, Budi Warkoyo juga mengamini bahwa pihaknya masih meneruskan tradisi janggolan yang diturunkan sejak tahun 70-han itu. Pemungutan janggolan ini juga selalu dilakukan musyawarah dengan melibatkan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai perwakilan masyarakat. “Tradisi janggolan ini memang sudah ada sebelum saya lahir hingga saat ini masih diberlakukan. Dan kami juga selalu melakukan musyawarah sebelum melakukan pemungutan,” tuturnya. Sementara itu Ketua BPD Desa Kuala Sekampung, Kustiwa mengatakan bahwa pungutan bakti pamong atau janggolan ini sebelumnya dilakukan musyawarah. Besaran penghasilan janggolan ini dialokasikan sebagai tambahan insentif untuk 28 ketua RT. Dengan rincian masing-masing RT mendapatkan insentif sebesar Rp 600 pertahun. Sementara sisanya penghasilan janggolan dialokasikan untuk perbaikan jalan lingkungan di masing-masing RT. “Sudah ada musyawarah, janggolan ini dikhusukan untuk insentif ketua RT dan sisanya untuk perbaikan jalan lingkungan. Seiring dengan adanya rencana peraturan peningkatan insentif RT dari kabupaten pada tahun 2020, janggolan ini juga kami akan kami hapuskan,” pungkasnya. (vid)
Sumber: