Telurkan Delapan Rekomendasi, Syarat Pencalonan Disorot

Telurkan Delapan Rekomendasi, Syarat Pencalonan Disorot

Pilkada serentak tahun 2015 telah usai. Indonesia akan kembali menggelar pilkada serentak tahap II pada 2017 mendatang. Berbagai persoalan riil penyelenggaraan pilkada 2015 lalu menjadi bahas evaluasi KPU. Utamanya sebagai bahan masukan atau rekomendasi dalam merevisi UU Pilkada 2017. Usulan ini dibahas melalui forum focus group discussin (FGD) yang digelar di seluruh KPU Kabupaten/kota se-Indonesia termasuk di Lampung Selatan. Seperti apa? Laporan EDWIN APRIANDI, KALIANDA KANTOR KPU Lampung Selatan yang berada di Jl. Raden Intan, No.28A, Kalianda nyaris tak ada kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu selama tiga bulan terakhir. Itu setelah KPU Lampung Selatan menetapkan calon terpilih hasil pilkada pada 22 Desember 2015 lalu. Tetapi Rabu (30/3) kemarin, kantor penyelenggara pilkada ini kembali ramai. Ya, KPU memang sengaja mengundang sejumlah pihak utamanya partai politik (parpol) untuk duduk bersama menggelar diskusi. Hasil diskusi itu akan dijadikan rujukan dalam proses revisi UU Pilkada yang akan digunakan pada pilkada serentak tahap II pada 2017 mendatang. Banyak hal yang dibahas dalam diskusi itu. Mulai dari anggaran, pra tahapan, tahapan, sampai pemungutan suara. Yang paling mencolok pembahasan mengenai pencalonan. Mulai dari syarat pencalonan, mekanisme penggantian calon yang meninggal, sampai ketentuan pidana dan calon independen. Diskusi yang diikuti 9 parpol, akademisi dari STIH Muhammadiyah Kalianda, praktisi politik (leaison officer) Kesbangpolinmas Lamsel, Panwas Lampung Selatan dan lembaga survei Rakata ini berlangsung hangat. Hasilnya banyak hal yang harus direvisi dalam regulasi pilkada serentak mendatang. Dari catatan setidaknya ada 8 poin yang akan menjadi rekomendasi terkait revisi UU pilkada. Diantaranya anggaran pilkada yang bersumber APBN dan APBD, logistik kampanye, rekrukmen terbuka oleh KPU dan bukan atas usulan kepala desa, daftar pemilih tetap (DPT), pencalonan yang meliputi syarat eks narapidana, calon perseorangan yang syaratnya disamaratakan menjadi 20 persen sama halnya dengan parpol, tes kesehatan/narkoba yang melibatkan BNN, pasangan calon yang meninggal. Lalu, sengketa pencalonan di PTUN, metode kampanye dan pelanggaran kampanye, dan waktu pemungutan suara yang diperpanjang sampai pukul 16.00 WIB sesuai jam kerja. Wakil Ketua Bidang Hukum DPD Golkar Lamsel Syaiful Azzumar mengungkapkan, UU pilkada belum mengakomodasi rasa keadilan warga negara yang memiliki hak dipilih dan memilih. Sebab, masih ada pembatasan mengenai syarat eks calon narapidana yang telah menjalani hukuman. “Dimata hukum seseorang yang telah menjalani hukuman itu haknya harus disamakan. Tidak boleh ada diskriminasi,” ungkap Syaiful. Senada dikatakan Ketua DPD PKS Lamsel Bowo Edi Anggoro, A.Md. Dia juga menyoroti mengenai pembatalan calon yang diakibatkan meninggalnya salah satu calon. Menurut Bowo, pembatalan ini melanggar hak konstitusional warga negara yang hak-haknya dijamin untuk memilih dan dipilih dalam pesta demokrasi. Terlebih calon yang dibatalkan memiliki kans yang kuat untuk menang. “Jujur kami akui contoh pilkada Lampung Timur (Lamtim) sangat memukul kami. Kalau pilkada sudah dekat nggak masalah. Ini kan masih jauh,” ungkap Bowo dalam diskusi itu. Karena itu, ia berharap ada perubahan mengenai mekanisme pencalonan khususnya dalam penggantian calon yang meninggal. “Apalagi urusan meninggal atau tidaknya seseorang ini bukan urusan kita. Ini harus benar-benar dipikirkan oleh pusat. Jangan sampai, kasus yang pernah terjadi kembali terulang,” ungkap dia. Ketua STIH Muhammadiyah Kalianda Subagio, S.H.,M.H memandang, dimata hukum seseorang yang meninggal memang melepaskan hak. Pembatalan sebagai calon memang menjadi konsekuensi hukum. Namun, Subagio menyarankan agar perubahan mengenai waktu pembatalan. Misalkan pada regulasi pilkada pembatalan calon yang meninggal dilakukan tiga hari setelah KPU menetapkan pasangan atau awal masa kampanye diganti menjadi selama masa kampanye terbuka. “Saya rasa mengenai hal ini yang perlu dirubah adalah mengenai waktunya saja. Sebab, pembatalan calon karena meninggal dunia itu adalah konsekuensi hukum yang tidak bisa dihindari,” ungkap dia. Ketua KPU Lampung Selatan Muhammad Abdul Hafids mengakui hal itu. Menurut dia, saat pencalonan pilkada yang menggunakan UU pemerintah daerah, pembatalan calon yang meninggal dilakukan jika calon meninggal pada saat kampanye terbuka. Tetapi pada aturan UU pilkada kali ini waktunya lebih panjang sekitar tiga bulan. “Itu artinya calon tidak boleh meninggal selama tiga bulan,” celetuk Hafids yang disambut gelak tawa audien. Tak hanya mengenai pembatalan calon. Pembahasan mengenai pencalonan calon perseorangan atau independen juga tak kalah hangat. Dalam pembahasan ini pihak partai politik ramai-ramai mengusulkan agar syarat utama pencalonan calon perseorangan agar diperketat. Yakni disamakan dengan syarat parpol dalam mengusung calon yakni sebesar 20 persen dari jumlah DPT. Pengetatan ini dilakukan agar calon perseorangan tidak mudah begitu saja lolos menjadi calon bupati dan wakil bupati. “Saya rasa ini lebih kepada rasa keadilan. Kompetisi akan berlangsung fair. Jadi, calon perseorangan tidak mudah begitu saja menjadi calon,” ungkap Bowo diamini Sekretaris DPC Partai Gerindra Lamsel Sutan Agus Triendy. Menurut Bowo, untuk menghasilkan representasi suara sebanyak 20 persen bagi parpol juga tidak kalah sulitnya. Bowo mengganggap pemberlakuan syarat yang sama bagi calon perseorangan akan berdampak pada kompetisi yang sehat. Namun keinginan syarat calon perseorangan yang diperketat ini langsung mendapat tanggapan dari akademisi Subagio. Menurut dia, aturan yang ada saat ini sudah mengetatkan calon perseorangan untuk maju. “Kalau lebih diperketat orang-orang yang melalui jalur perseorangan akan semakin sempit. Misalkan ada sosok yang benar-benar mumpuni namun tidak terakomodasi di parpol. Jadi, yang harusnya berbenah adalah parpol dalam pengkaderannya,” ungkap Subagio. Pilkada serentak tahun 2015 juga tak memiliki gaung. Hal ini karena adanya pembatasan sosialisasi dan kampanye yang dilakukan calon. Sejumlah elemen khususnya para parpol meminta agar sosialisasi maupun penyebaran alat peraga kampanye dilakukan oleh parpol dan/atau tim sukses calon. Ketua KPU Lamsel Muhammad Abdul Hafids mengungkapkan, FGD itu memang sengaja digelar KPU. FGD juga digelar diseluruh kabupaten/kota di Indonesia yang menggelar pilkada serentak tahun 2015. Yakni sebanyak 260 kabupaten/kota dan 9 Provinsi. Menurut Hafids hasil dari diskusi itu akan menjadi rekomendasi yang menjadi masukan terkait revisi UU pilkada tahun 2017 mendatang. “Apapun masukannya akan kami sampaikan ke KPU Provinsi yang selanjutnya disampaikan ke pusat,” ungkap Hafids kepada Radar Lamsel usai kegiatan itu.(*)

Sumber: