Beda Pandang di Tubuh Bawaslu
KALIANDA - Laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Lampung Selatan menyangkut dugaan pelanggaran oleh 25 personel PPK di lima kecamatan, bukan sebagai pelanggaran etik. Temuan itu menjurus pelanggaran administratif. Laporan tersebut terkait paraktik 25 personel PPK dari lima kecamatan yang kedapatan mengubah data di luar waktu pleno terbuka penetapan Data Pemilih Sementara (DPS). Padahal sejak munculnya temuan itu Kordiv Pengawasan Bawaslu Lamsel sendiri menyebut praktik yang demikian itu menyalahi etik. Ketua KPU Lamsel Ansurasta Razak mengaku belum menerima rekomendasi apapun dari Bawaslu terkait hal tersebut. “ Oh,kita belum dapat ini (rekomendasi.red) dari Bawaslu,” singkat Ansurasta yang pada saat dihubungi mengaku sedang rapat, Kamis (17/9) . Sejumlah divisi di Bawaslu seperti divisi penanganan pelanggaran dan divisi pengawasan saling lempar, Kordiv Penanganan Pelanggaran Khoirul Anam justru menghindar ketika dihubungi Minggu (20/9). Begitu pula dengan divisi hukum Bawaslu Lamsel Lamsel Wazzaki, ia memilih abai ketika dikonfirmasi via ponselnya. Ketua Bawaslu Lamsel Hendra Fauzi mengatakan yang dilakukan oleh 25 personel PPK di lima kecamatan merupakan pelanggaran administrasi bukan pelanggaran etik. “Administrasi. Kami tak pernah bahas masalah etik tapi pelanggaran administrasi. Itu kan masalah tata cara prosedur larinya ke administrasi. Kalau kemarin itu (PPK.red) mereka sudah pleno waktu di kecamatan tempatnya di NBR itu informasi dari Kordiv Penanganan,” jelasnya. Hendra Fauzi menegaskan sebelum data itu diserahkan saat Pleno di Kabupaten mereka (PPK.red) telah melakukan pleno di tingkat kecamatan. “Cuma tempatnya bukan di kecamatan, di kabupaten di NBR. Mereka pleno dulu sehingga kan gugur yang merubah data sebelum pleno. Kalau merubah data sebelum pleno berarti mereka menyerahkan data sebelum pleno dilaksanakan, ini kan masalah tempat, tempatnya yang hanya di kabupaten bukan di kecamatan masing-masing,” jelasnya. Ketika dibandingkan keterangan komisioner di Bawaslu Lamsel itu tidaklah sama alias berbeda. Disatu sisi dianggap bukan pelanggaran etik disisi lain dikatakan pelanggaran etik. Sementara Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu Lamsel Khorul Anam berdalih sinyal buruk ketika dikonfirmasi Radar Lamsel.“ Coba konfirmasi ke mas Iwan (Kordiv Pengawasan.red)sinyal ku lagi jelek,” ujar Khoirul Anam, Kamis pekan lalu. Radar mencoba menghubungi Kordiv Hukum Bawaslu Lamsel Wazzaki untuk menanyakan seperti apa hasil kajian Bawaslu terkait persoalan ini. Namun yang bersangkutan memilih diam alias tak merespon panggilan yang masuk berkali-kali pada nomor ponselnya. “Lagi kami proses, itu pelanggaran etik bukan pelanggaran administrasi karena Bawaslu dan KPU RI sudah sepakat. Karena ini PPK bukan DKPP tetapi etik itu ke lembaga permanen di tingkat kabupaten dalam hal ini KPU yang memprosesnya,” Kata Kordiv Pengawasan Bawaslu Lamsel Iwan Hidayat, Minggu (13/9) pekan lalu. Bawaslu juga mengatakan sedang membuat kajian soal pelanggaran etik di lima kecamatan itu. Sebab lima kecamatan itu (PPK.red) menyampaikan kesaksian itu dihadapan KPU dan Bawaslu saat Pleno terbuka penetapan DPS belum lama ini. “Sebenarnya KPU, tanpa rekomendasi Bawaslu harusnya memproses anak buahnya karena dihadapan komisioner KPU sendiri pengakuan kesalahan itu disampaikan,” jelasnya. Kordiv Pengawasan Bawaslu Lamsel ini mengatakan telah melimpahkan berkas serta bukti adanya perubahan data oleh lima kecamatan itu kepada divisi lain yang ada di Bawaslu. Tindaklanjutnya kata dia Bawaslu sedang mengkajinya. “Terkait PPK, Mas Anam (Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu) tadi sudah sepakat. Berkas sudah dilimpahkan bahwa ada bukti yang diubah, besok mungkin senin (hari ini.red) akan mengurusi hal tersebut. Lima kecamatan mereka tandatangan semua di berita acara, satu personel PPK di tiap kecamatan adalah lima orang artinya ada 25 orang yang tandatangan,” pungkasnya. (red)
Sumber: