KPK Periksa Saksi non ASN
Pengembangan Kasus Fee Proyek
KALIANDA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memeriksa saksi-saksi, terkait pengembangan kasus fee proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel), yang telah menjerat dua tersangka lain: Syahroni dan Hermansyah Hamidi. Kali ini, KPK pun melakukan pemeriksaan terhadap seorang saksi dari tersangka Hermansyah Hamidi. Yang dimana diketahui sebagai kontraktor di Lampung Selatan. Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, pemeriksaan itu dilakukan di Gedung Merah Putih --markas besar KPK, di Jakarta. \"Ya ada satu kontraktor yang kita periksa yakni bernama Slamet Riadi alias Slamet Petok,\" katanya, Rabu (6/1). Menurut Ali -sapaan akrabnya-, bahwa pihak penyidik terus akan merampungkan berkas-berkas pemeriksaan saksi-saksi. Dan juga meminta keterangannya, hal ini bertujuan agar kasus ini cepat disidangkan. \"Jadi memang saksi-saksi ini terus akan kita periksa. Ini bertujuan agar cepat selesai,\" kata dia. Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tersangka dan penahanan terhadap Hermansyah Hamidi (HH), dalam pengembangan kasus perkara dugaan korupsi di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, saat ini tersangka HH telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Cabang KPK di Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan. \"Penahannya akan dilakukan selama 20 hari kedepan. Terhitung dari tanggal 24 September 2020 sampai dengan tanggal 13 Oktober 2020,\" katanya, Kamis (24/9). Namun adanya situasi Pandemi Covid-19, HH pun harus menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu. \"Isolasinya di Rutan KPK Kavling C1. Ini tentunya untuk pencegahan penyebaran Covid-19,\" kata dia. Ada beberapa poin-poin penting dalam menetapkan HH sebagai tersangka dalam kasus ini. Karena memang sebelumnya KPK juga telah menemukan bukti permulaan, yang cukup tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut. \"Tersangka HH ini memang sebelumnya dulu sebagai Kepala Dinas PUPR Lamsel, periode tahun 2016-2017. Ia bersama-sama dengan terpidana Zainudin Hasan melakukan perbuatan korupsi,\" ujarnya. Ali Fikri menambahkan, dalam pelaksanaan tugas pokok fungsinya di Dinas PUPR, HH dan Syahroni mendapatkan perintah dari Zainudin Hasan untuk melakukan pungutan proyek sebesar 21 persen dari anggaran proyek. \"Tersangka HH pun memerintahkan Syahroni untuk mengumpulkan setoran itu dan nantinya akan diserahkan ke terpidana Agus Bhakti Nugroho selaku staf ahli Zainudin Hasan,\" jelasnya. Dana yang diserahkan oleh rekanan diterima oleh tersangka HH dan Syahroni untuk kemudian disetor kepada Zainudin Hasan yang diberikan melalui Agus Bhakti Nugroho dengan jumlah seluruhnya Rp72.742.792.145,00. \"Besaran dana yang diterima dibagi yang nilainya Pokja ULP sebesar 0,5-0,75 persen, untuk Bupati sebesar 15-17 persen, dan untuk Kadis PU sebesar 2 persen,\" bebernya. Dari situlah dilakukan pengumpulan informasi dan data, ditemukan bukti permulaan yang cukup yang selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan HH sebagai tersangka, yang diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR \"Pasal yang disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1KUH Pidana,\" ungkapnya. Lalu kemudian, setelah menetapkan Hermansyah Hamidi (HH) mantan Kadis PUPR Lampung Selatan (Lamsel) dalam perkara suap fee proyek. Kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun juga menetapkan Syahroni (SY) --sebagai Kabid Pengairan pada bulan November 2017 – 2018, sebagai Kadis PUPR Lampung Selatan pada Januari 2020 sampai sekarang. Plt Juru Bicara (Jubir) KPK: Ali Fikri melalui keterangan rilisnya yang dikirimkan ke radarlampung.co.id, pada Selasa (6/10) sore, menjelaskan bahwa setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang dalam proses penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut. \"Ini tentunya juga setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data, ditemukan bukti permulaan yang cukup. Kemudian KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan,\" katanya. \"Dengan menetapkan SY sebagai pihak yang diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamsel,\" lanjutnya. Dijelaskan bahwa, dalam pelaksanaan tugas pokok fungsi pada PUPR Lamsel, SY dan HH mendapatkan perintah dari Zainudin Hasan, selaku Bupati Lampung Selatan periode 2016-2021 untuk melakukan pungutan proyek pada Dinas PUPR Lamsel sebesar 21 persen dari anggaran proyek. \"HH kemudian memerintahkan SY untuk mengumpulkan setoran, yang kemudian nanti diserahkan kepada Agus Bhakti Nugroho yang merupakan staf ahli Bupati Lamsel sekaligus sebagai anggota DPRD Provinsi Lampung,\" ujarnya. \"Kemudian, SY menghubungi para rekanan pada Dinas PUPR Lamsel dan meminta setoran dari para rekanan tersebut. Selanjutnya SY memploting rekanan yang besaran paket pengadaan di Dinas PUPR Lamsel menyesuaikan dengan besaran dana yang disetorkan rekanan,\" tambahnya. Lalu SY juga membuat tim khusus yang tugasnya melakukan upload penawaran para rekanan menyesuaikan dengan ploting yang sudah disusun berdasarkan nilai setoran yang telah diserahkan oleh para rekanan. \"Dana yang diserahkan oleh rekanan diterima oleh SY dan HH yang kemudian setoran khusus untuk Zainudin Hasan diberikan kepada Agus Bhakti Nugroho. Dengan dana yang diterima untuk Pokja ULP sebesar 0,5-0,75 persen, untuk Bupati sebesar 15-17 persen, dan untuk Kadis PU sebesar 2 persen,\" ungkapnya. Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan Tersangka SY di Rutan Negara Cabang KPK di Gedung KPK Kavling C1 selama 20 hari terhitung mulai tanggal 6 Oktober 2020 sampai dengan tanggal 25 Oktober 2020. \"Sebelumnya dilakukan isolasi mandiri terlebih dahulu di Rutan KPK Kav. C1 tersebut dalam rangka pencegahan dan penyebaran Covid 19,\" ucapnya. Atas perbuatannya, SY disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi j.o. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (rnn)Sumber: