Mengedukasi Mahasiswa Polinela, Satu Hektar Diproyeksi Hasilkan Rp 700 Juta

Mengedukasi Mahasiswa Polinela, Satu Hektar Diproyeksi Hasilkan Rp 700 Juta

Budidaya tanaman Porang tengah digandrungi masyarakat Indonesia. Selain karena prospek bisnisnya yang menjanjikan, tanaman bernama latin amorphophallus muelleri itu telah ditetapkan menjadi produk unggulan tanaman pangan masa depan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) yang harus dibudidayakan. Laporan EDWIN APRIANDI, SIDOMULYO SANG SURYA nampak malu-malu menunjukan sinarnya di Kota Kalianda, Jum’at (1/10) pekan lalu. Suasana itu membuat perjalanan wartawan koran Radar Lamsel cukup sejuk menuju lokasi pembudidayaan bibit tanaman porang di Desa Budidaya, Kecamatan Sidomulyo. Radar Lamsel memang sengaja dihubungi pihak Unit Tani (UT) Porang Sidomulyo untuk melakukan peliputan. Sebab, hari itu puluhan mahasiswa dari Politeknik Negeri Lampung (Polinela) akan melakukan fieldtrip (kunjungan lapangan) ke lokasi pembibitan. Mereka merupakan mahasiswa jurusan program study Produksi Tanaman Pangan. Para mahasiswa datang untuk mempelajari pembibitan tanaman porang yang dilakukan dari bibit katak. Terlebih pembibitan tanaman porang yang dilakukan di Desa Budidaya dilakukan saat musim hujan belum datang. “Terus terang ini sangat menarik. Ternyata Porang bisa tumbuh subur meski ditanam selain dimusim hujan,” kata Ketua Program Studi Dr. Ir. Dulbari, S.P.,M.Si didampingi Ketua UT Porang Sidomulyo Junaidi kepada Radar Lamsel. Secara alamiah, kata Dulbari, tanaman porang hanya bisa tumbuh dimusim hujan. Lalu, akan mengalami kematian dimusim kemarau. Namun, pembudidayaan bibit di Desa Budidaya ini ternyata bisa melawan semua itu dengan perlakukan-perlakuan khusus dan teknologi saat melakukan pembibitan. “Ilmu-ilmu ini yang saya harapkan bisa dipelajari oleh para mahasiswa kami. Mudah-mudahan dengan kegiatan fieldtrip ini banyak asupan pengetahuan yang didapat para mahasiswa,” papar Dulbari. Menurut Dulbari, ia mengaku bangga atas apa yang dilakukan para petani porang di Desa Budidaya. Sebab, mereka bisa melakukan terobosan dalam pembudidayaan tanaman porang. Terlebih, petani yang melakukan pembudidayaan merupakan alumni dari Polinela angkatan pertama. “Sebenarnya kami kesini untuk silaturahmi. Pak Junaidi ini merupakan alumni. Jadi ini sebuah kebanggaan buat kami. Sekaligus memberikan pendidikan lapangan kepada para mahasiswa semester V prodi Produksi Tanaman Pangan,” pungkasnya. Sementara itu, Ketua UT Porang Sidomulyo Junaidi mengungkapkan rasa terima kasih atas apresiasi yang diberikan pihak akademisi dari Polinela. Menurutnya, apresiasi itu merupakan motivasi bagi jajarannya dalam mengembangkan dan membudidayakan tanaman porang di wilayah Kabupaten Lampung Selatan. “Ini (apresiasi) merupakan penyemangat bagi kami. Mudah-mudahan apa yang kami lakukan bisa membuahkan hasil yang maksimal,” harap Junaidi. Ia juga menyampaikan kepada para mahasiswa bahwa prospek bisnis Tanaman Porang sangat menjanjikan. Terlebih para petani dapat melakukan penanaman dari bibit umbi dengan berat 1 – 2 ons. Sebab, jika bibit umbi ditanam dimusim penghujan di proyeksi bisa menghasilkan 80 – 100 ton dalam satu hektar dengan populasi tanam sebanyak 40.000 bibit. “Harga porang saat ini per satu kilogramnya sebesar Rp 7.000. Kalau 80 – 100 ton, kan hasilnya sebesar Rp 560 – 700 Juta perhektar,” ungkap Junaidi. Junaidi juga memaparkan bahwa penanaman tanaman porang dapat dilakukan dengan tiga cara. Yaitu melalui spora, bibit katak, dan bibit umbi. Jika menanam spora, bibit tersebut baru bisa dipanen setelah melalui tiga kali musim penghujan atau tiga tahun. Lalu, jika menanam dari bibit katak baru bisa dipanen setelah dua kali musim penghujan. “Nah, jika menanam porang dari bibit umbi itu bisa dipanen setelah melewati satu musim penghujan saja. Namun terobosan yang kami lakukan adalah kami melakukan penanaman porang dari bibit katak hingga ke bibit umbi hanya dalam satu musim penghujan saja. Ini yang mungkin jadi daya tarik pihak Polinela datang ke lokasi untuk mempelajarinya,” ungkapnya. Mengenai pasarnya, Junaidi memastikan banyak penampung hasil tanaman Porang. Sebab, umbi tanaman porang ini dapat diolah menjadi bahan makanan yang rendah kalori yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat Asia Pasifik. “Di Indonesia tanaman ini sudah dilarang oleh Presiden Jokowi untuk langsung di eksport. Pablik pengolahan tanaman porang dari umbi menjadi bahan setengah jadi sudah ada di pulau Jawa,” paparnya menjelaskan pertanyaan mahasiswa. Ia berharap para mahasiswa yang tak lain adalah adik-adiknya di Polinela bisa terus mengembangkan pembudidayaan semua jenis tanaman pangan. “Siapa tahu sepulang dari ini ada penemuan-penemuan baru cara memperlakukan porang jauh lebih baik lagi,” pungkasnya. (*) https://www.youtube.com/watch?v=7dXMFnLkocw

Sumber: